Miris, Kecelakaan Truk Peringkat Dua Tertinggi Gajinya hanya Rp1 Jutaan
Sudah seharusnya pemerintah turun tangan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi truk.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyoroti minimnya penghasilan pengemudi truk. Saat ini, rata-rata pengemudi truk di bawah upah minimal di daerah atau upah minimum regional (UMR).
"Penghasilan pengemudi sebulan rata-rata Rp1 juta sampai dengan Rp4 juta, masih di bawah upah minimal di daerah," kata Djoko dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (29/12).
Padahal, angka kecelakaan truk barang menduduki peringkat kedua. Ia menilai, minimnya kesejahteraan pengemudi truk ini dapat menjadi ancaman serius bagi keselamatan berkendara di jalan.
"Kurang perhatian pemerintah pada kesejahteraan pengemudi, suatu saat akan menjadi bom waktu yang merugikan kita semua," ucapnya.
Risiko Besar Jadi Sopir Meski Gaji Kecil
Djoko pun meminta pemerintah turun tangan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi truk. Selain kesejahteraan, kompetensi atau keahlian pengemudi juga harus terus ditingkatkan.
"Ini jelas sangat berisiko tinggi terhadap keselamatan, karena dapat memungkinkan pengemudi bus untuk mengendarai kendaraan truk, atau sebaliknya, kompetensi atau keahlian mengemudinya tentunya berbeda," tegasnya.
Sebagai pengemudi, lanjutnya, tidak hanya cukup berbekal keahlian dalam berkendara. Dengan ini diperlukan regulasi terkait pengaturan kerja bagi pengemudi truk.
"Waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka berisiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada micro sleep," ucapnya.
Minimnya penghasilan ini dibenarkan Suroso sebagai seorang sopir truk. Menurutnya, hal ini berbanding terbalik dengan risiko yang harus ditanggung.
”Menjadi sopir itu berat, risikonya besar. Begitu masuk ke mobil, sopir itu sudah menjadi calon tersangka. Bagaimana tidak? Kalau ada razia kendaraan ODOL, kami pasti kena.Apalagi kalau kecelakaan, sudah pasti sopir yang dijadikan tersangka,” kata Suroso.
Menurut Suroso, perusahaan jasa pengangkutan barang biasanya memasang tarif semurah mungkin. Hal itu dilakukan supaya mereka bisa tetap mendapat muatan di tengah ketatnya persaingan di pasar.
"Biaya operasional ditekan melalui berbagai upaya, termasuk mengangkut sejumlah barang sekaligus dalam satu perjalanan," tandasnya.