Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pandemi Covid-19 dan Ketahanan Air Ekonomi

Pandemi Covid-19 dan Ketahanan Air Ekonomi Sumber Daya Air. ©2020 Merdeka.com

Merdeka.com - Pandemi Covid 19 sudah hampir genap setengah tahun melanda dunia dengan jumlah kasus baru dan korban meninggal dunia yang terus bertambah. Belum ada yang bisa memastikan kapan pandemi akan berakhir sementara negara-negara yang terdampak satu demi satu melonggarkan aktivitas ekonominya.

Indonesia termasuk yang mulai mengurangi pembatasan skala besar untuk masuk pada apa yang disebut sebagai normal baru. Semakin memburuknya kondisi ekonomi akibat pembatasan-pembatasan yang diberlakukan untuk mengatasi pandemi rupanya membuat para pemimpin negara merasa tak punya pilihan lain selain mengambil resiko kesehatan rakyat untuk mengurangi tekanan ekonomi.

Kerugian ekonomi akibat pandemi covid 19 sudah dirasakan bersama, hampir oleh semua warga masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah. Persoalan yang muncul bukan hanya kerugian nyata yang sudah terjadi, tetapi rentetan akibatnya yang akan terus memberikan efek berantai.

Orang lain juga bertanya?

Perkiraan-perkiraan tentang dampak buruk selanjutnya sudah banyak diangkat ke publik, antara lain ancaman krisis pangan akibat gangguan pada rantai pasok pangan sebagaimana disampaikan FAO.

Dalam beberapa publikasi kebijakannya tentang dampak Covid 19 terhadap ketahanan pangan, FAO mengungkapkan bahwa kekacauan ekonomi akaibat pandemi Covid 19 akan mengancam akses masyarakat atas pangan, baik secara ekonomi maupun fisik. Pendapatan yang hilang atau berkurang akibat hilangnya pekerjaan oleh pembatasan-pembatasan yang diberlakukan membuat daya beli warga menurun, bahkan untuk membeli pangan sehari-haripun akan berat.

kuswanto sumo atmojo©2020 Merdeka.com

Disrupsi dan terputusnya rantai pasar, logistik dan perdagangan akan membuat ketersediaan pangan terhambat atau langka sehingga secara fisik tak terjangkau oleh penduduk. Di sisi lain, bagi petani sebagai produsen pangan, hasil panennya terancam tidak bisa dipasarkan sehingga penghasilannya akan menurun dan kemampuannya untuk menanam lagi akan melemah atau bahkan hilang. Pada gilirannya hal ini berarti ancaman terhadap produksi pangan selanjutnya.

Analisis FAO sejalan dengan hasil kajian peneliti dari IPB University yang mempelajari dampak pembatasan pergerakan masyarakat dalam masa pandemi Covid 19 terhadap sektor pangan. Kajian tersebut mengemukakan empat skenario yang mengaitkan dampak pembatasan pergerakan masyarakat dengan pemberian stimulus ekonomi berupa jaringan pengaman sosial sebagaimana ditempuh pemerintah selama ini.

Dalam skenario tanpa stimulus maupun dengan stimulus ekonomi, terjadi penurunan hasil produksi pangan (padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, umbi-umbian, kacang tanah, kedelai, kacang-kacangan lainnya, padi-padian dan bahan makan lainnya) dengan persentase penurunan yang berbeda sesuai faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam skenario. Sebagai misal hasil produksi padi bisa negatif 4,92-10,4 persen akibat pandemi Covid 19 dalam skenario tanpa stimulus, namun dengan pemberian stimulus bisa tertahan di posisi negatif 2,84-2,86 persen (Kompas, 10/6/20).

Ancaman terhadap ketahanan pangan berupa krisis pangan akan berimbas pada ketahanan air sebagai salah satu sektor pendukungnya. Jika hasil produksi pangan tak bisa dipasarkan karena disrupsi pada rantai tata niaganya, maka akan seperti sumbatan yang mengganggu kelancaran pasokan air untuk produksi pangan.

Dampaknya memang akan dirasakan pada musim tanam berikutnya ketika petani kehilangan atau melemah kemampuannnya untuk berinvestasi kembali dalam budidaya tanaman pangan karena pendapatannya menurun. Maka meskipun ketersediaan air masih berlimpah, pemanfaatannya untuk mendukung produksi pangan akan terganjal sehingga berpotensi menjadi sumber daya yang menganggur (idle).

Kondisi ini secara teknis akan berimplikasi pada pengaturan jadwal tanam untuk musim berikutnya yang harus diperhitungkan kembali dengan mengantisipasi secara realistis kebutuhan air untuk budidaya tanaman pangan.

Ketahahanan air untuk mendukung produksi pangan merupakan salah satu dimensi ketahanan air, termasuk dalam ketahanan air untuk produksi ekonomi yang jika menggunakan terminologi ADB disebut sebagai ketahanan air ekonomi (economic water security).

Berbeda dengan ketahanan air ekonomi yang berpotensi akan menjadi idle seperti telah dikemukakan, pendemi Covid 19 akan membutuhkan dukungan ketahanan air rumah tangga (household water security) yang lebih kuat.

Seperti diungkapkan oleh Imam Mustafa dalam tulisannya (Detik, 10/6/20), penyediaan air bersih harus ditingkatkan agar tidak menjadi barang mewah karena kebiasaan cuci tangan akan menjadi kebiasaan yang akan terus dikembangkan untuk mencegah penularan covid 19 bahkan ketika memasuki kehidupan normal baru.

Seberapa jauh peningkatan kebutuhan air bersih bagi kebutuhan cuci tangan ini memang masih perlu perhitungan tersendiri apakah cukup signifikan sebagai dasar untuk menambah alokasi air baku bagi air bersih atau cukup dipenuhi dari alokasi yang sudah ada selama ini. Dalam hal ini bukan hanya cuci tangan dalam rumah tangga tapi kebutuhan domestik lain seperti di pusat-pusat perdagangan, rumah sakit, perkantoran dan fasilitas publik lainnya, semuanya perlu dihitung untuk mendapatkan jumlah tambahan pasokan air bersih yang diperlukan.

Ketersediaan air bersih bagi keperluan rumah tangga dan sanitasi merupakan salah satu indikator dalam ketahanan air rumah tangga versi ADB. Jika kebutuhan air bersih untuk cuci tangan cukup signifikan sehingga memerlukan tambahan pasokan air bersih, maka alokasi air baku dari sumber air tersedia perlu ditingkatkan.

Dalam kasus sumber air (waduk) dibangun untuk penyediaan air bagi berbagai keperluan yang meliputi irigasi dan air minum, maka potensi idle untuk irigasi bisa dialihkan untuk menambah pasokan bagi air bersih.

Namun kebijakan semacam ini hanya bersifat jangka pendek karena ketika para petani telah pulih kemampuannya kebutuhan air untuk irigasi akan kembali meningkat sehingga peningkatan kebutuhan air bersih harus dicarikan solusi penambahan kapasitas air baku secara total dan permanen.

Dalam kaitan ini program-program pembuatan tampungan air baru berupa embung atau waduk akan tetap penting dilanjutkan, tidak saja untuk menghadapi kekeringan pada musim kemarau tahun ini, tetapi untuk kebutuhan jangka panjang, antara lain dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih yang akan meningkat untuk mendukung kebiasaan-kebiasaan baru dalam kehidupan yang sehat dan produktif.

Sementara itu untuk menghindarkan krisis pangan akibat gangguan-gangguan yang terjadi dalam sistem pemasaran, logistik dan perdagangan pangan, diperlukan intervensi pemerintah untuk menghilangkan gangguan-gangguan tersebut sehingga petani sebagai produsen dapat memperoleh penghasilan dari hasil produksinya dan berinvestasi kembali pada musim tanam selanjutnya. Selain itu pemberian stimulus berupa program-program jaring pengaman sosial untuk para petani akan membantu petani mempertahankan daya belinya sehingga dapat memperkuat kemampuannya untuk berproduksi.

Krisis pangan dalam masa pandemi Covid 19 bukan disebabkan oleh kekurangan lahan atau air. Seperti disebutkan oleh FAO bahwa krisis pangan dalam masa pandemi Covid 19 bukan karena gangguan pasokan dalam arti ketersediaan pangan, melainkan pada disrupsi dan keterputusan rantai pemasaran, logistik dan perdagangan sehingga akses masyarakat atas pangan baik secara ekonomi maupun fisik terganggu (Cullen,2020; FAO, 5/6/20).

Sementara itu menyangkut kekeringan pada musim kemarau tahun 2020, BMKG menyimpukan bahwa musim kemarau 2020 secara umum akan lebih basah dibanding tahun 2019, meskipun terdapat 30 % ZOM (Zona Musim) yang diprediksi akan lebih kering dari normalnya (BMKG, 23/3/2020).

Dengan demikian, solusi atas ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid 19 bukan dengan menambah sawah baru atau tampungan air baru, melainkan menghilangkan gangguan rantai pasokan pangan sampai ke konsumen dan pemberian stimulus untuk mempertahankan daya beli dan kemampuan produksi pangan para petani (KSA 15/6/20).

Oleh:Kuswanto Sumo Atmojo (Anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional) (mdk/hrs)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jokowi ke Menkes soal Kasus Covid-19: Amati Betul Secara Detail Perkembangannya Seperti Apa
Jokowi ke Menkes soal Kasus Covid-19: Amati Betul Secara Detail Perkembangannya Seperti Apa

Informasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.

Baca Selengkapnya
Klaim Pandemi Covid-19 Rekayasa Muncul Lagi, Begini Kata Kemenkes
Klaim Pandemi Covid-19 Rekayasa Muncul Lagi, Begini Kata Kemenkes

Bahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.

Baca Selengkapnya
Ketua KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia di Triwulan I-2024 Masih Terjaga
Ketua KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia di Triwulan I-2024 Masih Terjaga

Hal itu didukung oleh kondisi dari APBN kebijakan fiskal, kebijakan moneter dari Bank Indonesia dan sektor keuangan yang stabil.

Baca Selengkapnya
Ketua OJK Prediksi Ekonomi 2025 Masih Penuh Ketidakpastian, China Pegang Kartu Truf
Ketua OJK Prediksi Ekonomi 2025 Masih Penuh Ketidakpastian, China Pegang Kartu Truf

Di lain pihak, pemerintah negara barat dan industri menghadapi stimulus fiskal yang sangat terbatas.

Baca Selengkapnya
Ketidakpastian Global Mereda, Bos BI: Tetap Perlu Hati-Hati
Ketidakpastian Global Mereda, Bos BI: Tetap Perlu Hati-Hati

Ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai melambat di semester II-2024 seiring dengan penurunan permintaan domestik.

Baca Selengkapnya
Dirut BNI: Risiko Geopolitik Masih Tinggi, Dunia Dihadapkan Konflik Rusia-Ukraina dan Timur Tengah
Dirut BNI: Risiko Geopolitik Masih Tinggi, Dunia Dihadapkan Konflik Rusia-Ukraina dan Timur Tengah

Apalagi kata Royke, IMF dan World Bank memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi global akan lebih rendah dibandingkan periode sebelum pandemi.

Baca Selengkapnya
Gawat, OJK Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Melemah di Tahun 2024
Gawat, OJK Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Melemah di Tahun 2024

Proyeksi ini sejalan dengan berbagai rilis lembaga internasional yang menyebutkan hal serupa.

Baca Selengkapnya
Di Tengah Ketidakpastian Global, Ekonomi RI Diprediksi Masih Positif Tahun Ini
Di Tengah Ketidakpastian Global, Ekonomi RI Diprediksi Masih Positif Tahun Ini

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi capai 5,1 persen tahun ini.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Pengakuan Sri Mulyani, Indonesia Telah Jadi Korban Kekacauan Dunia Disorot Jokowi
VIDEO: Pengakuan Sri Mulyani, Indonesia Telah Jadi Korban Kekacauan Dunia Disorot Jokowi

Kekacauan dunia terjadi dipicu oleh potensi resesi Amerika Serikat hingga perang yang terjadi di Eropa dan Timur Tengah

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Makin Melemah: Amerika Kuat, China Terlilit Utang
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Makin Melemah: Amerika Kuat, China Terlilit Utang

Bank Dunia memprediksi ekonomi global dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.

Baca Selengkapnya
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, Diprediksi Cuma Tumbuh 3,0 Persen
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, Diprediksi Cuma Tumbuh 3,0 Persen

Dua faktor ini menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi global terganggu, bahkan lebih rendah dari proyeksi tahun lalu.

Baca Selengkapnya
Ekonomi Global Melemah Dipengaruhi Dinamika Negara-Negara Maju
Ekonomi Global Melemah Dipengaruhi Dinamika Negara-Negara Maju

Sri Mulyani mengatakan perekonomian global masih melemah saat ini

Baca Selengkapnya