Sri Mulyani Bungkam Ditanya soal PPN 12 Persen 1 Januari 2025
Sikap bungkam Sri Mulyani terkait isu kenaikan PPN 12 persen bukan hal yang baru. Sejak isu ini mencuat, ia cenderung memilih diam ketika ditanya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memilih untuk tidak memberikan komentar saat ditanya mengenai rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan berlaku mulai Januari 2025.
Hal itu ditanyakan pada saat Sri Mulyani rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada hari ini, Selasa (3/12). Rapat tersebut dihadiri Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo.
Ketika ditanya mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen, Sri Mulyani memilih untuk tidak banyak berkomentar. Ia hanya menyarankan agar pertanyaan tersebut langsung diarahkan kepada Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.
"Nanti Pak Menko (Airlangga) aja," kata Sri Mulyani sambil berjalan menuju mobil dinasnya.
Sikap bungkam Sri Mulyani terkait isu kenaikan PPN 12 persen bukan hal yang baru. Sejak isu ini mencuat, ia cenderung memilih diam ketika ditanya.
Namun yang menariknya, baru-baru ini justru staf ahli Kementerian Keuangan di bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono, yang angkat bicara mengenai rencana kenaikan tersebut.
"Jadi (PPN 12 persen) kita masih dalam proses kesana, artinya berlanjut," kata Parjiono.
Parjiono mengatakan, dalam kenaikan PPN ini, pemerintah memberikan pengecualian kepada masyarakat miskin, kesehatan, hingga pendidikan. Hal ini dilakukan agar menjaga daya beli masyarakat.
"Pengecualiannya sudah jelas untuk masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan dan seterusnya di sana. Jadi memang sejauh ini kan itu yang bergulir," jelasnya.
Bantah Pernyataan Luhut
Pernyataan Parjiono ini merupakan bantahan atas omongan yang sempat dilontarkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan bahwa pemerintah berencana untuk memundurkan waktu kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang pada awalnya bakal diterapkan pada 1 Januari 2025.
Menurut Luhut, penerapan kenaikan PPN yang diundur itu karena pemerintah berencana untuk memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial ke kelas menengah.
"PPN 12 persen sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah," katanya.
Luhut mengatakan, bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah sebagai bantalan dalam penerapan PPN 12 persen, tidak akan berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi energi ketenagalistrikan.
"Tapi diberikan itu ke listrik. Karena kalau diberikan nanti ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," katanya.