Ternyata Ini Penyebab Produksi Gula Indonesia Kalah Saing dari Brazil
Padahal kedua negara tersebut merupakan dilalui oleh garis khatulistiwa.
Padahal kedua negara tersebut merupakan dilalui oleh garis khatulistiwa.
Ternyata Ini Penyebab Produksi Gula Indonesia Kalah Saing dari Brazil
Produksi Gula Indonesia Kalah Saing dari Brazil
-
Kenapa Pabrik Gula Tanjung Tirto ditutup? Namun pada 1 November 1933, Pabrik Gula Tanjung Tirto ditutup dan dilebur dengan Pabrik Gula Bantul.
-
Kenapa Tegal menjadi pusat industri gula pada masa kolonial? Tegal adalah sebuah bandar kecil di pantai utara Jawa yang menjadi persinggahan Tome Pires pada abad ke-16. Bertahun-tahun kemudian, kota itu berkembang menjadi kota industri penting pada zaman VOC.
-
Kenapa konsumsi beras di Indonesia turun? Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mengatakan jika diselisik lebih jauh, data konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia mengalami penurunan.
-
Mengapa petani udang di Kebumen merugi? Hal ini membuat para petani tambak rugi puluhan juta rupiah. Mesin sirkulasi yang seharusnya berfungsi kini dibiarkan karena tak ada lagi air. Sejumlah kolam memang masih beroperasi.
-
Kenapa petani bawang merah Brebes rugi? Kerugian tersebut terjadi pada musim panen di awal tahun ini akibat cuaca yang tidak menentu sehingga menyebabkan kualitas bawang merah menurun.
-
Dimana pabrik gula pertama di Tegal dibangun? Pada tahun 1832, di sebelah timur Tegal, tepatnya di Desa Pangkah, dibangunlah pabrik gula pertama di Tegal.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menyebut produksi gula di Brazil lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Padahal kedua negara tersebut merupakan dilalui oleh garis khatulistiwa.
Arief bilang produk gula milik Brazil mencapai angka 135 juta ton per hektar dengan rendemen 13 persen.
Sedangkan Indonesia produksi gula rata-ratanya hanya 61,5 ton per hektar dengan rendemen 7,3 persen.
"Brazil dan Indonesia sama-sama terletak di Garis Khatulistiwa. Hal ini perlu menjadi bahan refelksi kita bersama," kata Arief dalam acara Nasional Sugar Summit (NSS) 2023, Jakarta, Rabu (13/12).
Arief menilai pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholder) perlu merefleksikan diri dan melihat kesuksesan Brazil dalam mengelola tebu. Sehingga menjadi negara dengan pengeskpor terbesar di dunia.
Saat ia ke Brazil, Arief mengaku berkesempatan berkunjung ke beberapa pabrik pengolahan tebu di kawasan agroindustri di Tietie, Sao Paulo.
Di hulu, lanjut Arief, Brazil sangat memperhatikan kualitas benih yang baik dan menggunakan varietas yang cocok dengan kondisi lahan serta iklim.
Selain itu, penerapan mekanisasi yang juga dapat meningkatkan produktivitas.
Sedangkan di hilir pengolahan pabrik yang sangat eefisien. Termasuk pemanfaatan baik produk juga menjadi daya saing tersendiri.
Sehingga, Arief bilang Indonesia perlu berbenah untuk mencapai swasembada gula.
"Nampaknya Indonesia masih perlu terus berbenah," tegasnya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada pemerintah dan para stakeholder fokus membenahi sektor perkebunan.
Memajukan kembali industri tebu, serta mengembalikan kejayaan pabrik gula nasional menjadi ekportir dunia seperti dulu.
"Saya yakin suatu saat nanti kita akan bisa setara dengan Brazil atau bahkan melampuinya,"
tutupnya.