Unilever Indonesia: Pelemahan Rupiah dan Konflik Timur Tengah Tak Ganggu Proses Produksi
Depresiasi nilai tukar Rupiah tidak sampai mengganggu rantai pasok bahan baku produk milik perseroan.
Presiden Direktur Unilever Indonesia, Benjie Yap mengatakan, lebih dari 95 persen produksi perusahaan berada di Tanah Air.
Unilever Indonesia: Pelemahan Rupiah dan Konflik Timur Tengah Tak Ganggu Proses Produksi
Unilever Indonesia: Pelemahan Rupiah dan Konflik Timur Tengah Tak Ganggu Proses Produksi
PT Unilever Indonesia Tbk menegaskan komitmennya untuk tetap menjaga integritas dan citra baik di tengah konflik geopolitik yang memanas di Timur Tengah antara Israel dan Iran.
Presiden Direktur Unilever Indonesia, Benjie Yap mengatakan, lebih dari 95 persen produksi perusahaan berada di Tanah Air. Pihaknya juga sudah bertahan selama 90 tahun di Indonesia.
Sehingga, menurutnya penting untuk menjaga citra baik Unilever di tengah situasi konflik geopolitik di Timur Tengah yang memanas.
"Tidak semua perusahaan, tidak semua multi-billion dollar company bisa seperti itu. Ketika kita meraih sukses, kita membantu ekonomi dan menyediakan lapangan kerja di negara, karena 95 persen yang kami jual diproduksi di sini," ucap Benjie dalam laporan kinerja keuangan kuartal I PT Unilever Indonesia Tbk secara virtual, Rabu (24/4).
"Sehingga penting kalau kita lanjut membangun reputasi terhadap masyarakat muslim dan lokal. Tidak semua perusahaan bisa bertahan lebih dari 90 tahun. Jadi, brand seperti Pepsodent, Sunlight, Bango dan lainnya akan berintegrasi lebih baik dengan kampanye pro lokal dan sangat keindonesiaan," tuturnya.
Sementara Direktur Finance Unilever Indonesia, Vivek Agarwal mengklaim, pelemahan rupiah hingga konflik geopolitik di Timur Tengah tidak sampai mengganggu produksi produk beauty dan personal care milik perusahaan, seperti Pepsodent, Lifebuoy hingga Sunsilk.
Menurut dia, depresiasi nilai tukar Rupiah tidak sampai mengganggu rantai pasok bahan baku produk milik perseroan. Lantaran hampir semua barang jualan diproduksi langsung di Tanah Air.
"Depresiasi Rupiah tidak berpengaruh pada supply chain, karena lebih dari 95 persen dari komoditas barang kami diproduksi di Indonesia. Namun ada juga beberapa bahan baku dari supplier luar. Ini bukan berarti disrupsi, tetapi mungkin akan berdampak pada biaya bahan baku," urainya.
Sama kasusnya dengan situasi geopolitik, di mana ada beberapa area usaha perseroan yang terkena dampak, termasuk lonjakan biaya logistik. Namun, secara bahan baku tidak terganggu lantaran Unilever Indonesia sudah punya kontrak jangka panjang dengan pihak supplier.
"Kondisi tidak terdampak pada ketersediaan bahan baku, karena supplier kami secara global sudah ada kontrak jangka panjang. Dan, kami tidak mengharapkan adanya disrupsi yang signifikan," ungkap Vivek.