Arkeolog Kaget, Badak Unicorn Seberat 3,5 Ton Pernah Hidup Bareng Manusia 39.000 Tahun Lalu
Fosil badak purba asal SIberia itu dianalisis dan ternyata usianya kurang dari 40.000 tahun.
Badak bercula satu seberat sekitar 3,5 ton pernah hidup di padang rumput Eurasia, yang dikenal sebagai Elasmotherium.
Badak unicorn ini dijuluki unicorn Siberia karena tanduknya yang sangat besar di atas kepalanya. Makhluk ini merupakan nenek moyang badak purba.
-
Bagaimana arkeolog mengetahui tanda "like" purba itu? Gambar-gambar gua ini sudah ada sebelum munculnya media sosial sekitar 17.000 tahun yang lalu. Para arkeolog menyebutnya sebagai penemuan “sekali seumur hidup”. Mereka menyebut temuan ini bukti paling awal dari “like” di bagian gua yang belum dijelajahi sebelumnya.
-
Bagaimana cara para arkeolog meneliti isi gua purba tersebut? Arkeolog di Spanyol menerbangkan drone untuk meneliti isi gua purba yang letaknya sulit dijangkau.
-
Di mana tim arkeolog menemukan perkakas batu dan kerangka manusia purba? Saat menjelajahi gua di Jerman, tim arkeolog menemukan koleksi langka artefak dan kerangka manusia purba, termasuk beruang gua.
-
Bagaimana para arkeolog mengungkap keberadaan desa purba tersebut? Tim arkeolog dari Institut Nasional untuk Penelitian Arkeologi e-realistis (INRAE) telah melakukan penelitian yang mendalam menggunakan teknologi LiDAR. Teknologi ini menggunakan laser yang diproyeksikan dari satelit untuk memindai tanah dan menemukan struktur potensial yang terkubur di bawah permukaan.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di kota kuno Perperikon? Arkeolog menemukan dua altar di kota kuno Perperikon di Thracia, Bulgaria. Altar ini digunakan untuk pembuatan anggur suci dan yang lainnya untuk penumbalan hewan.
-
Bagaimana para arkeolog menemukan kuburan tersebut? Penemuan ini terjadi saat sedang melakukan pekerjaan rutin membersihkan jalur untuk pengunjung baru, yang terletak di antara dua kuil yang menonjol.
Yang mengejutkan adalah binatang yang hampir mistis ini mungkin hidup di Bumi pada masa yang sama dengan manusia. Pernah dianggap punah sekitar 200.000 hingga 100.000 tahun lalu, penanggalan bukti fosil terkini memperkirakan kepunahannya terjadi hanya 39.000 tahun lalu.
Dilansir IFL Science, meskipun masih kerabat badak, unicorn Siberia lebih sebanding ukurannya dengan gajah modern dengan panjang sekitar 4,5 meter.
Namun, yang mungkin paling mengesankan adalah tanduknya yang dapat menambah panjang wajahnya hingga 2 meter. Tanduknya kemungkinan besar terbuat dari keratin, seperti tanduk badak yang hidup saat ini, tetapi kita belum menemukan contoh yang terawetkan karena keratin tidak bertahan dalam catatan fosil sebaik tulang.
Salah satu fosil unicorn Siberia yang paling luar biasa hingga saat ini adalah tengkorak lengkap yang sekarang disimpan di Museum Sejarah Alam, London. Ketika penemuan langka ini diberi tanggal, Profesor Adrian Lister dan rekan-rekannya menghadapi kenyataan yang mengejutkan: fosil tersebut berusia kurang dari 40.000 tahun.
Faktor lingkungan
Hasil mengejutkan itu tidak berlangsung lama. Setelah bekerja sama dengan ilmuwan di Rusia dan Belanda, tim itu memastikan ada banyak fosil dengan usia yang hampir sama, sehingga menepis anggapan mereka telah punah 200.000 hingga 100.000 tahun lalu.
- Temuan Fosil Berusia 86.000 Tahun di Gua Ini Ungkap Bagaimana Awalnya Manusia Tiba di Asia Tenggara
- Arkeolog Temukan Fosil Badak Berbulu Berusia 32.400 Tahun Terkubur di Lapisan Es, di Punggungnya Ada Punuk
- Arkeolog Temukan Fosil Manusia Purba Berusia 6.000 Tahun Saat Menggali 9 Kuburan, Ada Kalung Berhiaskan Ribuan Manik-Manik
- Arkeolog Temukan Lukisan dan Pahatan Purba di Gua Spanyol, Dibuat Manusia Zaman Batu
Penelitian itu juga dapat membuktikan Elasmotheriinae terpisah dari Rhinocerotinae sejak zaman Eosen. Ini berarti pada saat unicorn Siberia mati, itu menandai kepunahan seluruh subfamili.
Tampaknya hal itu bertahan hingga sekitar 39.000 hingga 35.000 tahun lalu, yang kira-kira sama dengan waktu kepunahan Neanderthal.
Mengenai apa yang memicu kepunahan unicorn Siberia, ada sejumlah argumen yang dapat diajukan. Faktor lingkungan tampaknya menjadi yang paling mungkin.
“Jangkauan geografis Elasmotherium yang terus-menerus terbatas (juga mungkin terkait dengan habitatnya yang terspesialisasi), serta ukuran populasi yang rendah dan tingkat reproduksi yang lambat yang terkait dengan ukuran tubuhnya yang besar, akan membuatnya cenderung punah dalam menghadapi perubahan lingkungan, sementara spesies yang secara ekologis serupa, tetapi jauh lebih kecil (S. tatarica) bertahan hidup,” kata penulis studi.
“Kepunahan E. sibiricum secara teori dapat diperburuk oleh tekanan perburuan manusia, mengingat penggantian Homo neanderthalensis oleh Homo sapiens di Eurasia.
[Namun] saat ini tidak ada catatan mengenai sisa-sisa spesies itu dari situs arkeologi mana pun dan sejumlah gambar dari masa Palaelitikum kurang meyakinkan.”