Evolusi Manusia Masih Kalah Cepat dengan Perubahan Budaya Modern, Dampaknya Ini yang Terjadi
Evolusi Manusia Masih Kalah Cepat dengan Perubahan Budaya Modern, Dampaknya Ini yang Terjadi
Media sosial, kehidupan kota, dan kesukaan kita terhadap makanan manis dapat mempengaruhi tingkat stres, kesehatan, dan jumlah anak yang kita miliki.
-
Kapan Homo Sapiens mulai berevolusi menjadi bentuk yang mirip dengan manusia modern? Proses evolusi Homo Sapiens dimulai sekitar lebih dari 200.000 tahun yang lalu. Yakni ketika manusia mulai berevolusi menjadi bentuk yang mirip dengan manusia modern.
-
Bagaimana lutut manusia berevolusi untuk mendukung gaya hidup modern? Lutut kita, dalam banyak hal, masih berevolusi untuk kehidupan yang lebih aktif, bukan untuk kehidupan modern yang lebih banyak duduk. Sebagai contoh, perubahan pola nutrisi global yang menyebabkan manusia menjadi lebih tinggi dan berat adalah hipotesis utama mengapa fabella lebih sering ditemukan dalam 100 tahun terakhir. Meningkatnya bobot tubuh memberikan tekanan tambahan pada lutut, memperparah masalah yang sudah ada.
-
Apa yang diteliti para ilmuwan terkait evolusi manusia berjalan tegak? Pertanyaan seputar evolusi sikap bipedal dari nenek moyang yang berjalan dengan empat kaki telah lama menjadi misteri yang menantang para ilmuwan.
-
Siapa yang meneliti tentang evolusi manusia berjalan tegak? Penelitian terbaru ini berfokus pada daerah tulang telinga bagian dalam tengkorak Lufengpithecus.
-
Bagaimana mamalia plasental berhasil memulai evolusinya menjadi mamalia modern? Mamalia plasental baru dapat memulai evolusinya menjadi mamalia modern setelah dinosaurus punah, mengindikasikan bahwa mamalia baru dapat mendiversifikasikan spesiesnya pascakepunahan dinosaurus.
-
Siapa yang percaya manusia akan mengalami perubahan evolusi di masa depan? Para ilmuwan sedang menjajaki kemungkinan-kemungkinan evolusi manusia di tahun 3000-an. Walau nampak seperti spekulasi, mereka percaya bahwa manusia akan menghadapi titik balik yang penting.
Evolusi Manusia Masih Kalah Cepat dengan Perubahan Budaya Modern, Dampaknya Ini yang Terjadi
Penelitian menunjukkan banyak masalah kontemporer, seperti meningkatnya prevalensi masalah kesehatan mental, yang muncul akibat pesatnya kemajuan teknologi dan modernisasi.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan mengapa kita sering merespons buruk terhadap kondisi modern, meskipun memberikan banyak pilihan, keamanan, dan manfaat lainnya, adalah ketidakcocokan evolusi.
Ketidakcocokan evolusi terjadi ketika adaptasi fisik maupun psikologis tidak lagi sesuai dengan lingkungan.
Misalnya, ngengat dan beberapa spesies lalat nokturnal yang berevolusi menggunakan bulan sebagai penunjuk arah. Namun, dengan penemuan
pencahayaan buatan, banyak ngengat dan lalat kini tertarik pada lampu jalan dan lampu ruangan.
Dilansir Live Sciene, hal serupa juga terjadi pada manusia. Contoh klasiknya adalah kesukaan kita terhadap makanan manis, yang pada masa lalu membantu nenek moyang kita mencari makanan kaya kalori di lingkungan yang kekurangan nutrisi.
- Ilmuwan Berdebat Soal Apakah Otak Manusia Menyusut dalam 3.000 Tahun Terakhir, Begini Penjelasannya
- Arkeolog Ungkap Asal Usul Kuda dan Sejak Kapan Mulai Ditunggangi Manusia
- Teka Teki ke Mana Perginya Homo Sapiens Setelah Meninggalkan Afrika Akhirnya Terungkap, Temuan Ilmuwan Mengejutkan
- Nenek Moyang Manusia Hampir Punah 900.000 Tahun Lalu, Begini Cara Mereka Bertahan
Namun, di dunia modern, di mana perusahaan makanan memproduksi makanan tinggi gula dan lemak secara massal, sifat ini justru merugikan. Dampaknya adalah kerusakan gigi, obesitas, dan diabetes.
Dunia modern dipenuhi hal-hal yang membuat naluri adaptif kita kacau. Misalnya, manusia berevolusi untuk hidup dalam kelompok kecil berjumlah 50 hingga 150 orang yang erat. Kebutuhan adaptif kita untuk merasa diterima berfungsi baik dalam situasi seperti itu.
Namun, di kota-kota besar yang dihuni ratusan ribu orang asing, banyak orang merasa kesepian dan tidak memiliki banyak teman dekat.
Penelitian juga menunjukkan hewan sosial yang hidup di tempat ramai mengalami stres kompetitif yang berdampak
pada kesehatan fisik seperti fungsi kekebalan tubuh yang menurun dan penurunan kesuburan.
Begitu juga manusia di kota-kota padat yang mengalami tingkat stres tinggi dan cenderung memiliki lebih sedikit anak.Ketimpangan sosial dalam masyarakat modern berbeda dengan lingkungan pemburu-pengumpul yang egaliter.
Manusia berevolusi untuk peduli terhadap status sosial, yang memotivasi kita mengatasi kesenjangan status antara diri kita dan orang lain.
Namun, ketika kesenjangan sosial terlalu besar, seperti terlihat pada tokoh seperti Elon Musk, yang kekayaannya jauh melampaui kemampuan rata-rata orang untuk mengejarnya, kekhawatiran kita terhadap status sosial dapat menyebabkan kecemasan.
Media sosial memperburuk masalah perbandingan sosial. Orang cenderung berbagi sisi terbaik mereka secara daring, sehingga media sosial memberikan gambaran miring terhadap kenyataan yang dapat membuat pemirsanya merasa buruk tentang diri mereka sendiri.
Pengukuran nilai melalui suka dan pengikut juga memungkinkan orang untuk lebih terobsesi dengan posisi mereka dibandingkan orang lain.
Beberapa tren bermasalah dapat dipahami dari ketidakcocokan evolusioner ini. Misalnya, persaingan dan kecemasan terhadap status telah dikaitkan dengan obsesi pencapaian pendidikan, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan bergengsi, dan materialisme.
Ada tren yang berkembang di mana orang berutang untuk membeli barang-barang demi tampak berstatus tinggi.
Masyarakat juga lebih cenderung mengambil risiko ketika merasa perlu mendapatkan keunggulan kompetitif. Ditambah dengan meningkatnya biaya hidup, banyak orang mendapati pekerjaan mereka tidak memadai untuk memenuhi harapan masyarakat maupun membangun kekayaan.
Laporan tahun 2023 oleh CFA Institute menunjukkan banyak generasi Z beralih ke investasi berisiko seperti mata uang kripto dalam upaya untuk mengatasi situasi ini.
Dunia modern yang sangat kompetitif juga mendorong orang menjalani operasi kosmetik berbahaya dan program penurunan berat badan.
Ketika orang-orang berjuang memenuhi harapan masyarakat terhadap kesuksesan, mereka mendefinisikan ulang tujuan hidup mereka.
Survei terhadap responden Gen Z dan Milenial menunjukkan meningkatnya biaya hidup memaksa kelompok ini menurunkan ambisi karir dan meninggalkan gagasan untuk memiliki rumah, memulai keluarga, atau menemukan pasangan romantis.
Survei tahun 2023 terhadap 55.000 orang yang lahir antara tahun 1981 dan 2012 menemukan bahwa responden lebih fokus pada kesehatan mental dan fisik mereka.
Persaingan yang terlalu ketat dapat membuat orang menginternalisasikan tekanan dan mengalami kecemasan atau depresi. Peneliti telah menghubungkan menyakiti diri sendiri dan depresi pada orang yang merasa tidak mampu memenuhi tuntutan masyarakat modern.
Tren ini terutama terjadi di negara-negara dengan budaya malu yang kuat, seperti Jepang dan Korea Selatan.
Penelitian menunjukkan beberapa tanggapan eksternalisasi termasuk
kemarahan atas ketidakadilan yang dirasakan dalam persaingan yang tampaknya mustahil dimenangkan, yang mengakibatkan sinisme, agresi, dan permusuhan.
Perspektif ketidakcocokan evolusioner tidak berarti kita harus kembali sepenuhnya ke cara hidup nenek moyang kita, tetapi kita perlu mencari cara untuk menyesuaikan lingkungan agar lebih selaras dengan sifat evolusi kita.
Misalnya, kita dapat memikirkan cara untuk merekayasa lingkungan binaan untuk mengurangi kepadatan atau meningkatkan akses terhadap alam. Kegiatan seperti mandi di hutan dan berkebun bersama dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan.
Perubahan gaya hidup untuk mengurangi konsumerisme dan paparan terhadap media massa dan sosial, serta berfokus pada pekerjaan yang bermakna dibandingkan gengsi pekerjaan, juga bisa membantu.