Lingkaran Aneh di Gurun, Salah Satu Misteri Alam Terbesar Akhirnya Terpecahkan
Berbagai teori bermunculan menjelaskan asal usul lingkaran-lingkaran ini. Beberapa teori menjelaskan lingkaran ini terbentuk karena aktivitas rayap sedangkan teori lainnya menyatakan lingkaran ini terjadi karena evolusi rerumputan.
Selama lebih dari 50 tahun para ahli ekologi telah mempelajari lingkaran-lingkaran misterius yang dinamakan ‘lingkaran peri’ di padang gurun Namib, Namibia. Lingkaran itu menyebar selebar 1.770 kilometer di kawasan tersebut.
Berbagai teori bermunculan menjelaskan asal usul lingkaran-lingkaran ini. Beberapa teori menjelaskan lingkaran ini terbentuk karena aktivitas rayap sedangkan teori lainnya menyatakan lingkaran ini terjadi karena evolusi rerumputan.
-
Apa yang menjadi fokus utama penelitian di ukiran jejak kaki zaman batu di Namibia? Hasilnya menakjubkan, para pakar ini mampu mengenali bukan hanya jenis hewan yang digambarkan, tetapi juga jenis kelamin, usia, dan bahkan kaki yang tepat dalam lebih dari 90 persen kasus.
-
Di mana lingkaran peri di Namibia ditemukan? Lingkaran peri di Namibia adalah area misterius yang melingkar dan gundul di padang rumput kering di tepi Gurun Namib.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan di Afrika Selatan? Melansir Live Science, IFLScience, BBC Earth, dan Mongabay India, Rabu (3/7), ilmuwan-ilmuwan telah menemukan gundukan rayap aktif tertua di dunia yang telah dihuni selama puluhan ribu tahun.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan di Papua Nugini? Hasil penelitian menunjukkan, tengkorak manusia yang ditemukan di pantai utara Papua Nugini pada 1929 diperkirakan merupakan korban tsunami tertua di dunia.
-
Siapa yang membantu mengidentifikasi ukiran jejak kaki zaman batu di Namibia? Tiga Pakar Penelitian terbaru ini melibatkan tiga pakar pelacakan suku asli yaitu Tsamgao Ciqae, Ui Kxunta, dan Thui Thao, yang telah lama berkecimpung sebagai ahli pelacak profesional untuk berburu di padang pasir Kalahari.
-
Kenapa Mata Sahara menarik perhatian para ilmuwan? Namun, keunikan yang dimilikinya menarik perhatian para ilmuwan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, yang menghasilkan beberapa teori mengenai asal usulnya.
Tetapi para ahli masih belum memberikan penjelasan pasti kenapa lingkaran-lingkaran itu dapat terbentuk. Hingga akhirnya sebuah studi baru yang dilakukan ahli ekologi Universitas Gottingen Jerman, Stephan Getzin diyakini mampu menjelaskan asal usul lingkaran-lingkaran itu.
Getzin sendiri sudah melakukan penelitian pada lingkaran-lingkaran itu semenjak tahun 2000. Berbagai penelitian hingga makalah mengenai lingkaran-lingkaran itu juga telah dipublikasikan oleh Getzin .
Sebelumnya Getzin dan timnya memperkirakan lingkaran-lingkaran itu terbentuk karena evolusi rerumputan untuk memaksimalkan air yang terbatas di padang gurun. Hingga pada 2020, Getzin dan timnya memasang sensor yang dapat merekam kelembapan hingga 20 sentimeter dari permukaan.
Sensor itu digunakannya untuk memantau penyerapan air rerumputan.
“Kami benar-benar beruntung, karena pada 2020 tidak banyak vegetasi, atau sebenarnya hampir semua vegetasi rumput di area lingkaran peri. Tetapi pada 2021, dan tahun ini, pada 2022, ada musim hujan yang sangat baik, jadi kami benar-benar dapat mengikuti bagaimana pertumbuhan rumput baru mendistribusikan kembali air tanah,” jelas Getzin, dikutip dari CNN, Jumat (11/11).
Berdasarkan analisis, Getzin dan timnya menemukan air dalam lingkaran itu menipis dengan cepat. Sementara rumput di luar lingkaran tetap bertahan seperti biasanya.
Getzin menjelaskan karena panas padang gurun yang kuat, maka rumput-rumput akhirnya berevolusi menciptakan sistem vakum di sekitar akar mereka. Sistem itu membuat air dapat mengalir ke arah rerumputan.
Rerumputan di dalam lingkaran yang berusaha untuk tumbuh setelah mendapat air akhirnya tidak dapat memiliki cukup air karena diserap rerumputan di luar. Rerumputan dalam pun akhirnya mati.
“Lingkaran adalah formasi geometris paling logis yang akan Anda buat sebagai tanaman yang menderita kekurangan air… Rerumputan ini membentuk lingkaran karena itulah struktur paling logis untuk memaksimalkan air yang tersedia untuk setiap tanaman,” jelas Getzin.
Dalam penelitian, Getzin menyebut perilaku evolusi rerumputan ini sebagai umpan balik ekohidrologi atau ecohydrological feedback. Melalui perilaku ini, lingkaran tandus menjadi pusat air yang membantu menopang kehidupan rumput-rumput di luar dengan mengorbankan rumput-rumput di dalam.
Temuan Getzin pun membantah teori rayap yang menyebabkan terbentuknya lingkaran itu.
“Ketika kami (menggali) rerumputan ini dengan hati-hati dan melihat akarnya, tidak ada rerumputan yang akarnya rusak oleh rayap — tapi tetap saja, mereka mati. Hasil kami dengan jelas menyatakan, tidak, rumput ini mati tanpa rayap,” jelas Getzin.
Dalam penelitian itu, Getzin juga menjelaskan akar-akar tanaman muda di dalam lingkaran memiliki ukuran lebih panjang dibanding akar rerumputan di luar. Temuan ini membuat Getzin yakin rerumputan itu telah membuat rute baru untuk menemukan air di padang gurun.
Meski berhasil memecahkan misteri lingkaran itu, namun Getzin mengungkap dia harus melakukan penelitian lain yang harus diselesaikan, seperti temuan spesies rumput baru di dekat wilayah lingkaran-lingkaran itu.
“Tanaman memang membuat pola cerdas dan formasi geometris, dan saya akan terus bekerja ke arah ini,” ujar Getzin.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)