Kolone Macan, Kisah Pasukan Elite Pembunuh Berdarah Dingin di Tanah Rencong
Tentara Belanda membentuk sebuah pasukan elite. Dinamai Marsose, yang berasal dari kata marechaussee, pasukan polisi bersenjata di Eropa.
Penulis: Arsya Muhammad
Perang Aceh berkobar tahun 1873. Belanda mengirim ekspedisi militer untuk menguasai wilayah Kesultanan Aceh.
Perang di Tanah Rencong ini dikenal sebagai salah satu perang paling berdarah serta menguras energi dan biaya tentara Belanda.
Saat keraton Aceh direbut, bukan berarti perlawanan berhenti. Perang gerilya di seluruh wilayah Aceh berkobar.
Pasukan reguler Koninklijk Netherlands Indische Leger (KNIL) tak berdaya melawan pasukan Aceh yang menyerang secara tiba-tiba dan kemudian menghilang dengan cepat.
Sebagai solusi menghadapi para gerilyawan Aceh, tentara Belanda kemudian membentuk sebuah pasukan elite. Dinamai Marsose, yang berasal dari kata marechaussee, pasukan polisi bersenjata di Eropa.
-
Kapan Marsose resmi dikerahkan di Aceh? Satuan ini resmi diterjunkan di Aceh pada tahun 1890, tugasnya sama seperti satuan Kepolisian dan terkadang membantu tugas-tugas kemiliteran apabila dibutuhkan.
-
Apa yang ditemukan di situs peninggalan Majapahit di Kalimantan Barat? Di Kota Ketapang, Kalimantan Barat, ada sebuah situs peninggalan Hindu Buddha. Peninggalan itu kemudian dikenal dengan nama Candi Negeri Baru.
-
Di mana letak situs peninggalan Majapahit di Kalimantan Barat? Situs tersebut berada di tengah pemukiman penduduk dan hanya berjarak 300 meter dari tepi Sungai Pawan.
-
Apa yang dilakukan di Aceh saat Meugang? Mereka pastinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan Meugang bersama keluarga, kerabat, bahkan yatim piatu. Tak hanya itu, hampir seluruh daerah Aceh menggelar tradisi tersebut sehingga sudah mengakar dalam masyarakatnya.
-
Kapan wabah Kolera menyerang Aceh? Aceh menjadi salah satu daerah yang terkena wabah virus pada saat Agresi Militer Belanda II.
-
Kapan Pantai Pecaron menampilkan kesenian kompangan? “Pada momen hari besar di sini juga ditampilkan kesenian kompangan, kesenian tradisional daerah dengan iringan rebana, lantunan lagu agamis dengan atraksi silat yang semakin menambah seru,” kata Nafisah, salah seorang pengelola Pantai Pecaron.
“Keberadaan Marsose di Hindia Belanda lebih berkembang sebagai pasukan tempur handal daripada pasukan polisi bersenjata pendahulunya, marechaussee, di Eropa Barat,”
tulis sejarawan Petrik Matanasi dalam buku Pasukan Komando.
Marsose dipilih dari para prajurit yang jago bertempur. Mereka dilatih menggunakan kelewang untuk bertarung dari jarak dekat. Marsose juga mampu melakukan patroli jarak jauh dan tidak tergantung jalur pasukan logistik.
Walau begitu, Marsose ternyata tidak cukup. Tentara Belanda membentuk pasukan elite di dalam elite. Mereka memilih anggota marsose yang paling jago berkelahi, haus darah dan mau melakukan hal-hal yang tidak manusiawi dalam peperangan.
Pasukan itu dinamai Kolone Macan. Banyak anggota pasukan ini sebelumnya sudah pernah berperang di Aceh.
Kolone Macan dipimpin oleh seorang perwira asal Swiss, Hans Christoffel. Dalam ketentaraan Belanda, dia sangat populer karena pasukannya berhasil menewaskan Sisingamangaraja XII dan mengakhiri perlawanan di Sumatera Utara.
Pasukan Pembunuh Berdarah Dingin
Christoffel melatih pasukannya di Tangsi Cimahi. Ciri khas pasukan ini mengenakan pakaian berwarna hijau kelabu dengan lambang dua jari berdarah di kerah bahunya. Mereka juga mengenakan ikat leher warna merah.
Begitu selesai menjalani pendidikan, para prajurit ini dikirim kembali ke Aceh untuk bertempur. Cepat, beringas dan haus darah. Itu tiga kata yang menggambarkan aksi Kolone Macan di Aceh.
“Cara kerja pasukan ini lebih kejam dari pasukan sebelumnya. Mereka tidak segan melakukan eksekusi di tempat,” kata Petrik.
- Serdadu Doyan Mabuk dan Main Perempuan
- Sangar Berkumis Gede, Tiba-tiba Panglima Biring Sambil Bawa Senjata Sambangi Polda Sulsel Temui Brimob Pasukan Elite Polisi
- 10 Momen Keseruan Sule dan Keluarga Liburan di Eropa, Kebersamaan Rizky Febian dan Mahalini Bikin Baper
- Kisah Pasukan Marsose, Satuan Tentara Bayaran Belanda untuk Lawan Perjuangan Masyarakat Aceh
Tak heran dalam waktu singkat mereka mendapat julukan pasukan pembunuh berdarah dingin.
Cara-cara brutal dan kejam pasukan Kolone Macan ini sampai membuat muak pasukan Marsose biasa.
Walaupun Marsose dikenal kejam, tapi mereka pun tak tahan melihat kelakuan sejawatnya. Bisa dibayangkan betapa kejam Kolone Macan.
Salah satunya adalah seorang komandan Marsose bernama Schriwanek.
Dia merasa apa yang dilakukan Kolone Macan benar-benar keterlaluan. Saat melakukan pembersihan gerilyawan, semuanya dikerjakan hingga ‘tuntas’.
“Walau dia (Schriwanek), tergolong kasar, namun dia melihat cara kerja Kolone Macan itu benar-benar keterlaluan,” lanjut Petrik.
Tentara Belanda bereaksi atas kekejaman yang dilakukan Kolone Macan. Komando militer Belanda di Aceh diganti.
Begitu juga komandan pasukan Kolone Macan, Christoffel diganti seorang perwira bernama Van Der Verk.
Seperti tuntutan militer Belanda, para perwira baru ini kemudian mengubah sifat Kolone Macan.
Perlahan pasukan elite yang kejam ini pun hilang dan melebur menjadi Marsose biasa.