Saktinya Panglima Kerajaan Indragiri Taklukkan Jenderal Portugis Penguasa Laut Malaka
Andi Sumpu Muhammad yang diberi gelar Panglima Jukse Besi, dikenal dengan kesaktiannya.
Andi Sumpu Muhammad yang diberi gelar Panglima Jukse Besi, dikenal dengan kesaktiannya.
Saktinya Panglima Kerajaan Indragiri Taklukkan Jenderal Portugis Penguasa Laut Malaka
Panglima perang andalan Sultan Indragiri pertama Raja Narasinga II ini dikabarkan tidak mempan ditembak maupun ditusuk benda tajam jenis apa pun.
Makam Panglima Jukse Besi berada di Desa Kota Lama Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri, Riau. Makamnya berada dalam satu kompleks dengan Raja Narasinga II dan keluarganya.
-
Kapan Hendarman Supandji menjabat sebagai Jaksa Agung? Hendarman Supandji menjabat sebagai Jaksa Agung pada periode 2007-2010.
-
Bagaimana Jenderal TNI dan pasukan bersenjata berhasil merebut Bandara Agandugume? Ia dan para pasukan kemudian mencoba merebut kembali Bandara Agandugume dari tangan OPM.
-
Siapa yang berolahraga bersama Jenderal Andika Perkasa? Tak hanya olahraga di gym, Jenderal Andika Perkasa juga tampak bermain basket. Ia bermain basket bersama beberapa orang lain dan putranya, Andrew.
-
Siapa Jenderal TNI yang pernah menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan Indonesia dalam waktu yang bersamaan? Tokoh militer TNI-AD asal Jambi ini merupakan satu-satunya Jenderal yang menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan Indonesia dalam waktu yang bersamaan. Edi Sudrajat, mungkin bagi banyak orang tidak mengetahui siapa sosok dibaliknya.
-
Siapa yang memimpin serangan Paderi ke Kerajaan Pagaruyung? Kaum Paderi di bawah kepemimpinan Tuanku Lintau pun menyerang Kerajaan Pagaruyung dan perang pun pecah di Koto Tangah.
-
Siapa yang menunjuk Jenderal M Jusuf sebagai Panglima TNI? Presiden Soeharto selalu punya pertimbangan saat memilih Panglima TNI. Tidak selalu melewati jalur reguler seperti yang lazim dilakukan saat ini. Atau menunjuk satu dari kepala staf angkatan. Saat memilih Jenderal M Jusuf menjadi Panglima TNI tahun 1978 pun Soeharto mengejutkan banyak pihak.
Raja Narasinga II bernama asli Paduka Maulana Sri Sultan Alaudin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam menyebarkan syiar agama Islam di wilayah kekuasaannya, Kerajaan Indragiri. Saat itu belum terbentuk negara Indonesia dan Malaysia. Dia memerintah sejak tahun 1473.
Wilayah kekuasaan Raja Narasinga II meliputi Malaka Raya termasuk Malaysia dan Riau, yang dibuktikan dengan munculnya Kerajaan Sijori (Singapore Johor Riau).
Kisah Panglima Jukse Besi terbukti saat Raja Narasinga II sang pemimpin Kerajaan Indragiri bersama bala tentaranya berperang dan berjuang menyelamatkan Kota Malaka (sebuah kota di Malaysia), dari kekuasaan Kerajaan Portugis di bawah komando Jenderal Verdicho Marlos sebagai panglima perangnya.
"Konon katanya bulu tangannya saja tidak bisa dicukur benda tajam, apalagi kulitnya. Begitulah kesaktian Panglima Jukse Besi," ujar staf Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV Riau dan Kepri (Tenaga Ahli Cagar Budaya) Kabupaten Indragiri, Saharan kepada merdeka.com Sabtu (11/11).
Perang melawan penjajah ini berlangsung selama 20 tahun, dari tahun 1511 sampai 1531. Perang besar dan sangat lama itu dikomandoi Panglima Jukse Besi.
Panglima Jukse Besi berperang bersama Raja Narasinga II dan bala tentara kerajaan, melawan Jenderal Verdicho Marloce dan anak buahnya tentara Portugis di Selat Malaka.
Selama 20 tahun itu pula perang tiada henti-hentinya. Sebab, tentara Portugis saat itu yang dikomandoi Jenderal Verdicho Marloce terkenal kuat sebagai penguasa lautan, dan menjajah Kota Malaka. Adu kekuatan antara Panglima Jukse Besi dan Jenderal Verdicho pun terjadi di lautan Malaka.
"Karena Malaka juga wilayah kekuasaan Raja Narasinga II, maka raja ikut andil dalam berperang. Panglima Jukse Besi sebagai orang kepercayaannya raja melindunginya, dan memerdekakan Kota Malaka dari penjajahan Portugis," jelas Saharan.
Setelah berperang puluhan tahun, akhirnya pada sekitar tahun 1531, Raja Narasinga dan Panglima Jukse Besi bersama bala tentara Kerajaan Indragiri berhasil memenangkan peperangan, dan menaklukkan Portugis. Kota Malaka pun akhirnya merdeka dari penjajahan.
Jenderal Verdicho merupakan panglima perang Portugis yang memiliki otak pintar. Namun saat perang melawan Raja Narasinga II di Selat Malaka yang dikenal dengan perang Teluk Ketapang sekitar abad ke-15, Jenderal Verdicho dan anak buahnya kalah dan menjadi tawanan perang.
"Pada perang itu dimenangkan oleh Raja Narasinga II dan Panglima Jukse Besi, sementara Jenderal Verdicho menjadi tawanan perang raja Narasinga, hingga akhirnya dimanfaatkan menjadi menteri di kerajaan Indragiri karena kepintarannya," kata pria berusia 57 tahun itu.
- Panglima TNI Minta Prajuritnya Dampingi Petani Wujudkan Swasembada
- Panglima TNI Tetap Angkat Senjata Lawan OPM Dinilai Kegagalan Negara Bangun Papua
- Potret Gagah Panglima TNI Salam Komando dengan Panglima AB Singapura, Siap Kerjasama Militer
- Panglima Tegaskan Peradilan Kabasarnas Terbuka: TNI Tidak Lindungi Prajurit Melakukan Pidana
Setelah perang berhenti, hari-harinya Jenderal Verdicho sebagai menteri kerajaan mendampingi Raja Narasinga II dalam menjalankan kerajaan. Keduanya berbeda keyakinan, Verdicho bergama Nasrani sedangkan Raja Narasinga II seorang Muslim.
Awalnya Verdicho Marloce berlawanan dengan Panglima Jukse Besi saat berperang, namun mereka akhirnya menjalin persahabatan karena sesama orang Kerajaan Indragiri. Panglima Jukse Besi sebagai pelindung Sultan Narasinga II, sementara Verdicho sebagai menteri.
Raja Narasinga II bersama istrinya Putri Dang Purnama dikenal sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana. Rakyat sejahtera dan hidup tenteram di bawah pimpinan yang berbeda agama.
Seiring berjalannya waktu, Raja Narasinga II meninggal lebih dulu daripada Jenderal Verdicho. Kemudian jenazah Verdicho dimakamkan bersebelahan dengan Raja Narasinga II, sejajar dengan para menteri lainnya.
"Dilihat dari jenis batu nisannya, Raja Narasinga II lebih dahulu wafat, kemudian disusul Jenderal Verdicho Marlos, sehingga diberikan sebuah penghormatan kepada Jenderal Verdicho dimakamkan di sebelah makam Raja Narasinga II, sejajar dengan para menteri lainnya," katanya.
Artinya, Narasinga II memegang teguh kebijakan kerukunan antarumat beragama, karena tidak pernah memaksakan Jenderal Verdicho untuk pindah agama.
Raja Narasinga II merupakan sultan yang ke IV. Namun, dia merupakan Sultan pertama di Indragiri.
"Tiga sultan sebelumnya posisinya tidak di Indragiri namun tinggal dan menetap di Malaka, sedangkan Raja Narasinga II inilah Sultan Indragiri pertama yang menetap di Indragiri, makanya disebut Sultan Indragiri yang pertama," jelas Saharan.
Raja Narasinga II juga menyebarkan syiar agama Islam di wilayah kekuasaannya. Saat itu belum terbentuk negara Indonesia dan Malaysia.
"Jenderal Verdicho Marloce beragama Nasrani, namun mengabdikan diri kepada Raja Narasinga II yang notabene beragama Islam. Artinya Jenderal Verdicho mengabdi pada Islam, namun tetap pada agamanya hingga akhir hayatnya," ucap Saharan.
Sementara makam Panglima Jukse Besi juga berada di dalam kompleks makam Raja Narasinga II. Namun, posisinya agak sedikit berjarak dari raja.
Makam panglima perang kesayangan Raja Narasinga II itu terbilang unik karena ukurannya yang tidak biasa. Makam itu juga tidak berdempetan dengan makam para raja dan keturunannya. Makam Panglima Jukse Besi yang diyakini sangat sakti ini ditempatkan tersendiri dengan panjang berkisar 12 meter dan lebar dua meter.
"Makamnya panjang, bukan karena postur tubuhnya yang tinggi, melainkan karena kebesaran dan kehebatannya sebagai panglima Raja, sehingga dibuatlah makam yang panjang," ujar Saharan.
Menurut Saharan, secara logika tidak ada manusia yang hidup di zaman kerajaan ini dengan postur tubuh setinggi 12 meter. Sebab, belum ada ditemukan bukti peninggalan bangunan yang menandakan ukuran pintu istana maupun rumah setinggi 12 meter seperti anggapan segelintir orang.
"Jadi, diperkirakan ukuran tinggi tubuh panglima raja itu biasa saja, sama seperti kita. Hanya saja zaman dulu tidak ada piagam atau lancang maupun penghargaan sebagai tanda jasa ketangguhan panglima tersebut," jelas Saharan.
Panjangnya makam panglima hingga 12 meter tersebut, diyakini hanya sebagai penghormatan terakhir kepada panglima dengan dipanjangkannya makam tersebut. Selain itu juga agar para wisatawan maupun peziarah lebih mudah mengunjungi tanpa berlama-lama mengantre.
Kawasan kompleks tersebut berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Pembangunan dan pengembangan kawasan telah dimulai sejak lama dan penataan secara baik dilakukan sejak 1995 hingga sekarang lewat anggaran kabupaten Inhu, Pemerintah provinsi Riau dan pemerintah pusat.
Desa Kota Lama sebagai kawasan cagar budaya merupakan daerah yang menyimpan struktur cagar budaya antara lain benda-benda bekas bangunan kuno seperti benteng kerajaan dan makam serta benda-benda kuno bersejarah lainnya.
"Di kawasan itu terdapat berbagai keramik peninggalan Dinasti Ming, Cang serta keramik asal Vietnam berbentuk gerabah, kapak, serta benda kuno lainnya," jelas Saharan.