Belajar dari Tradisi Panah Kasumedangan, Olahraga Tradisional Khas Sumedang Sarat Makna
Keunikan lain dari tradisi panahan ini adalah cara membidiknya yang tidak menggunakan mata, melainkan menggunakan hati.
Keunikan lain dari tradisi panahan ini adalah cara membidiknya yang tidak menggunakan mata, melainkan menggunakan hati.
Belajar dari Tradisi Panah Kasumedangan, Olahraga Tradisional Khas Sumedang Sarat Makna
Kabupaten Sumedang memiliki julukan sebagai pusat budaya Sunda. Ini karena di kota kecil nan sejuk itu berbagai tradisi buhun atau lama lahir, salah satunya Panah Kasumedangan yang mengajarkan berbagai makna kehidupan.
Bertandang ke Sumedang tak afdol rasanya jika tidak mendalami warisan nenek moyang yang satu ini. Panah Kasumedangan menjadi kearifan lokal setempat yang hingga sekarang terus dilestarikan.
-
Bagaimana Kasepuhan Cisungsang mempertahankan tradisi pertaniannya? Masyarakat di sana, sampai sekarang melestarikan tradisi pertanian yang sudah dijalankan sejak turun temurun. Mereka tak boleh melibatkan berbagai tekonologi modern, terutama pupuk kimia untuk menyuburkan tumbuhan padi.
-
Bagaimana warga Klaten dalam merayakan tradisi Sadranan? Kirab budaya dimulai dari rumah salah seorang warga dengan mengarak dua buah gunungan setinggi 1 meter. Gunungan-gunungan itu berisi sayuran dan jajanan pasar. Selain itu, warga juga membawa 70 tenongan atau wadah bambu yang berisi buah-buahan. Mereka kemudian berjalan kaki menuju kompleks pemakaman setempat. Setelah berdoa bersama, ratusan warga saling berebut gunungan dan tenongan.
-
Kenapa Tradisi Saptonan penting bagi Kabupaten Kuningan? Pemerintah setempat berharap Saptonan jadi salah satu daya tarik budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Kuningan dan menjadi ikon pariwisata khas leluhur.
-
Mengapa warga Klaten berebut gunungan dan tenongan dalam tradisi Sadranan? “Acara ini memang digelar setiap tahun. Di dalamnya ada buah, ada sego liwet. Warga yang mendapatkannya boleh makan di tempat atau dibawa pulang. Semua itu demi keberkahan di kampung kami,” kata Rahmat Arifin, tokoh masyarakat setempat.
-
Apa itu tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya? Tradisi kawin tangkap ialah perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan pria yang tidak dicintainya.
-
Apa makna tradisi Sumando bagi masyarakat Tapanuli Tengah? Sumando dimaknai oleh masyarakat Tapanuli Tengah sebagai sebuah kesatuan, yakni pertambahan atau percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lainnya yang diikat dengan tali pernikahan, menurut Islam dan disahkan dengan upacara pernikahan yang sah khas masyarakat pesisir.
Masa kelahiran tradisi Panah Kasumedangan tidak bisa dilepaskan dari para pembesar kerajaan Sunda terakhir di Jawa Barat yakni Sumedang Larang. Mereka menjadikan alat panah sebagai salah satu peralatan wajib yang ada di keraton.
“Ini mulanya berawal dari raja pertama yakni Prabu Geusan Ulun yang membawa Panah Kasumedangan,” kata Ketua Wadah Endong Panah Kasumedangan Bayu Gustia Nugraha, menguntip YouTube Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX.
Jadi Tradisi Perang Khas Kerajaan Sumedang Larang
Pada abad ke-15, Panah Kasumedangan pernah populer di kalangan rakyat Sumedang yang kala itu dipimpin oleh pemerintahan Kerajaan Sumedang Larang.
Rajanya, era Prabu Geusan Ulun, mengenalkan ini sebagai tradisi perang dan kehidupan sehari-hari di daerah kekuasaan kerajaan tersebut. Sejak itu, panahan banyak dikuasai oleh warga kerajaan sebagai bentuk penjagaan diri.
“Fungsi panahan ini adalah sebagai pasukan dari Kerajaan Sumedang Larang pada masa itu,” kata Bayu Gustia Nugraha lagi.
Pemanah Menggunakan Kuda
Para warga kerajaan yang pandai memanah kemudian dijadikan sebagai pasukan perang panahan. Sambil menunggangi kuda saat berhadapan dengan musuh, mereka juga mengayunkan busur panah.
Yang unik, busur panah tidak dalam posisi vertikal, melainkan tetap miring sehingga tidak teramati oleh musuh jika hendak menyerang.
- Belajar Mancing Ramah Lingkungan dari Tradisi Orang Sunda, Hanya Gunakan Tangan Kosong
- Dianggap Sakral, Yuk Kenalan dengan Kesenian Dodod yang Masih Eksis di Pandeglang
- Bukan Sekadar Olahraga, Intip Keseruan Jemparingan, Panahan Tradisional Dulu hanya Dilakukan Keluarga Kerajaan Mataram
- Mengenal Tradisi Nengget, Upacara Berikan Kejutan agar Memperoleh Anak Ala Masyarakat Karo
“Yang namanya pasukan panah, digunakannya berbagai macam, salah satunya dengan menunggangi kuda. Ini cara menggunakannya itu lurus (dimiringkan) tidak ke atas, walaupun sedang berkuda,” kata Bayu Gustia Nugraha.
Dijadikan sebagai Budaya Kerajaan Sumedang Larang
Saking gemarnya memakai panahan, para punggawa keraton di Sumedang dulu juga menjadikan panahan ini sebagai sebuah acara yang mendekatkan dengan masyarakat.
Mereka menjalankan berbagai acara mulai dari berburu hama dari atas bukit, memanah di tanah kosong sampai melaksanakan Pasanggiri Panahan atau acara memanah berbentuk sayembara.
“Para abdi dalem waktu itu mengusulkan kepada raja untuk membikinkan sayembara yang namanya tradisi Pasanggiri Panahan Kasumedangan, di sana kemudian muncul tradisi lainnya yakni memanah sembari bersila, tidak berdiri,” katanya lagi.
Ajarkan Manusia untuk Bertahan Hidup
Sebagai tradisi dan budaya yang terus dirawat, Panah Kasumedang turut memiliki makna yakni sebagai salah satu cara manusia untuk bertahan hidup.
Merujuk laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini di antaranya kerja keras, kerja sama, persaingan, kecermatan, ketertiban dan sportivitas. Untuk kerja keras terlihat dari proses latihan awal sampai mahir. Nilai kerja sama tercermin dari kegiatannya yang melibatkan banyak pihak di dalam acara Pasanggiri, yakni pemanahnya, warganya, juri, dan penonton.
Kemudian persaingan terlihat dari cara para pemanah menarik busur panah dan membidik sasaran. Mereka akan berusaha agar bidikannya dapat mengenai bagian-bagian tertentu dari tubuh Dasamuka. Nilai besar dari panahan adalah bagaimana mempertahankan kerajaan dari serangan musuh lewat sportivitas dan mengandalkan kebersamaan.
Membidik Menggunakan Hati
Keunikan lain dari tradisi panahan ini adalah cara membidiknya yang tidak menggunakan mata, melainkan menggunakan hati.
Ini karena ujung belakang anak panah diletakkan tepat di depan dada saat membidik sasaran target.
Dengan tekad dan keyakinkan kuat untuk mempertahankan kerajaan, maka musuh atau buruan akan langsung terkena busur panah.
“Uniknya Panah Kasumedangan itu tidak ada yang dibidik, karena dibidiknya memakai hati,” tambah Bayu Gustia Nugraha.