Bukan Erotisme, Ini Pesan di Balik Seni Goyang Karawang yang Sering Dianggap Negatif
Seni Goyang Karawang sebenarnya penuh dengan nilai positif dan jauh dari kean erotis
Seni Goyang Karawang sebenarnya penuh dengan nilai positif dan jauh dari kean erotis
Bukan Erotisme, Ini Pesan di Balik Seni Goyang Karawang yang Sering Dianggap Negatif
Selama ini para penari Jaipong selalu dianggap negatif, karena mempertontonkan gerak tubuhnya. Kesenian yang juga dikenal sebagai Goyang Karawang ini juga melekat dengan laki-laki hidung belang yang kerap merendahkan perempuan.
Namun di balik gerakan atraktifnya, tersirat pesan yang jauh dari kata negatif. Bahkan, kesenian ini lebih dari sekedar ungkapan ekspresi dengan pesan positif.
-
Kapan Museum Wayang Sendang Mas diresmikan? Dilansir dari Liputan6.com, museum ini diresmikan pada 31 Desember 1983 dengan mendatangkan ketua Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) pada waktu itu.
-
Kapan Festival Wayang Kulit Banyuwangi diselenggarakan? Selama 3 hari (6 – 8 November), setiap malam ditampilkan pertunjukan wayang yang digelar di Lapangan RTH Karetan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi.
-
Apa yang dikerjakan pada ritual pencucian gong Sekati di Keraton Kanoman? Dalam acara yang dilaksanakan pada Minggu (24/9) itu ratusan warga setempat memadati area keraton yang dijadikan tempat untuk memandikan gamelan. Yang menarik, air cucian dari gamelan menjadi buruan warga yang hadir.
-
Kapan Seni Benjang mulai berkembang? Pada 1923, masyarakat di Ujungberung semakin akrab dengan kesenian ini, sehingga menjadi salah satu wadah untuk bersilaturahmi antar masyarakat di sana.
-
Siapa artis yang memiliki keturunan dari Keraton Kasunanan Surakarta? Maia Estianty, seorang musisi ternama dan pengusaha sukses, mewarisi kekayaan sejarah keluarganya. Ia adalah cucu dari salah satu tokoh sejarah Indonesia yang terkemuka, HOS Cokroaminoto, dan memiliki keturunan dari Keraton Kasunanan Surakarta.
-
Kapan Yadi Karung berencana bersepeda ke IKN? Rencana terdekat Yadi adalah ingin kembali bersepeda seorang diri menuju luar pulau Jawa. Yadi ingin menjelajah wilayah Kalimantan Timur, dan finish di Ibu Kota Nusantara (IKN) untuk menyaksikan dari dekat perkembangannya. Direncanakan perjalanan dimulai akhir Juli 2024 ini.
Para seniman di sana juga telah mematahkan stigma tersebut, dan terus berupaya mengenalkan sisi lain dari Goyang Karawang.
Lambat laun kesenian ini bisa terus bertahan dengan wajah baru untuk mempromosikan buah kreatif dari para muda-mudinya.
Seperti apa evolusi seni Goyang Karawang yang pernah dipandang kontroversial itu? Berikut informasi selengkapnya.
Lahir dari Tradisi Topeng Banjet
Kesenian Goyang Karawang atau Jaipong ini sebenarnya sudah ada, bahkan sejak awal abad ke-20.
Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Saat zaman penjajahan, kesenian ini selalu menjadi daya tarik para tentara kolonial dan warga lokal karena cerita lucu dan tarian perempuannya.
Dalam kebudayaan.kemdikbud.go.id, jika ditilik dari sejarahnya kesenian ini lahir dari tradisi Topeng Banjet yang merupakan teater tradisional. Di tengah-tengah pergelaran, ada perempuan yang mengenakan pakaian adat lalu menari dengan penuh semangat.
Lama kelamaan, tarian perempuan dalam topeng banjet kemudian lebih diangkat sehingga lahirlah kesenian Goyang Karawang yang ikonik.
Asal Usul Mengapa Dipandang Negatif
Karena tarian perempuan dalam Topeng Banjet banyak diminati, lantas para pegiatnya membuat kesenian yang merupakan perekembangan dari Topeng Banjet.
Perempuan kemudian akan diarahkan untuk menari dan meliukkan tubuhnya secara atraktif, hingga kesenian ini dikenal sebagai Goyang Karawang.
Kemudian, asal usul mengapa kesenian ini identik dengan gerakan atraktif hingga dianggap erotis muncul pada tahun 1970-an, di mana Goyang Karawang dimodifikasi dan dinamakan Jaipong oleh seniman Bandung.
Dari sana, banyak para pelaku seninya yang lebih mengangkat gerakan tubuh perempuan secara berlebihan sebagai daya tarik hingga muncul istilah 3G (goyang, gitek, geol).
Goyang merupakan ayunan pinggul tanpa hentakan, gitek adalah adalah gerakan pinggul yang menghentak dan mengayun dan geol adalah gerakan pinggul yang memutar.
- Sekte Sesat Bikin Geger di Malaysia, 400 Bocah Jadi Korban Pelecehan Seksual
- 8 Tanda Hiperseksualitas yang Perlu Diwaspadai agar Tidak Menjadi Semakin Parah
- Kronologi Kekerasan Seksual Diduga Dilakukan Ketua BEM UI Nonaktif Melki Sedek Huang
- Setelah Dituduh Lakukan Kekerasan Seksual, Melki Kini Diserang dengan Isu Penyuka Sesama Jenis
Perempuan Karawang Dipandang Pintar Goyang
Dalam jurnal Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berjudul “Peran Seni dalam Pemberdayaan Masyarakat: Goyang Karawang sebagai Identitas Budaya Lokal” oleh Yousef Bani Ahmad, Novi Anoegrajekti, Siti Gomo Attas, menyebut jika pandangan negatif tidak berhenti saat pertunjukan.
Penari seni Goyang Karawang
Karena kesan 3G yang ditampilkan oleh para penari Jaipong yang sebelumnya Goyang karawang ini, kemudian lahir stigma negatif bahwa perempuan asal Karawang sering dipandang rendah dan pintar goyang.
Ini juga disampaikan oleh budayawan Karawang, Asep Luhani, yang menyebut efek 3G tersebut berdampak buruk terhadap kesenian yang terkait yakni Goyang Karawang, Jaipong dan Topeng Banjet. Menurut dia, tidak semua kesenian di Karawang tampak demikian.
Bawa Pesan Jujur Apa Adanya
Kekeliruan ini yang kemudian diluruskan oleh para seniman di Kabupaten Karawang, sehingga kesenian ini kemudian dikenalkan sebagai salah satu bentuk kejujuran dari perempuan setempat yang terbuka dan pandai mengekspresikan emosinya.
Ini juga dipertegas oleh Ketua Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan (PSTK) Kabupaten Karawang, Agus Sukmana. Dirinya menyebut bahwa pengertian Tari Goyang Karawang memiliki dua perspektif yang salah satunya berasal dari pandangan penonton yang hanya berpusat pada gerakan "pinggul" dengan memberikan nuansa "erotis".
Padahal Goyang Karawang tidak demikian, karena para seniman di masa silam menciptakan dengan sungguh-sungguh sebagai ungkapan kejujuran perempuan yang apa adanya, terbuka dalam segala hal dan pandai berinteraksi.
Pemecahan rekor MURI penari Goyang Karawang terbanyak dengan 17.857 peserta di Lapangan Galuh Mas, Karawang 2019 lalu.
Foto: diskominfo.karawangkab.go.id
Seni Goyang Karawang sebagai Sebuah Hiburan
Atas pandangan-pandangan negatif ini, para seniman dan pelaku seni Goyang Karawang serta Jaipong dan Topeng Banjet sepakat mengubah sudut pandang orang-orang agar tidak terpaku terhadap goyangan dari penari perempuannya semata, namun lebih kepada bentuk hiburan dengan latar belakanga nilai yang kuat.
Ini juga agar sesuai dengan dasar pendiriannya oleh nenek moyang, di mana warga Karawang merupakan para pelaku usaha agraris dengan kerja penuh waktu di luar dan membutuhkan hiburan di sela-sela mengelola padinya.
Dari sana bisa diartikan bahwa kesenian ini berangkat dari kreativitas warga Karawang, untuk penyemangat perkejaan. Kesenian ini juga pernah berjasa dalam melawan Belanda, sebagai kode yang hanya dipahami oleh para pejuang.
Dijadikan Ikon Promosi Kabupaten Karawang
Merujuk diskominfo.karawangkab.go.id, saat ini tari Goyang Karawang terus dilestarikan dengan mengedepankan nilai seni, budaya dan sejarahnya.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Karawang juga menjadikan Goyang Karawang sebagai media promosi daerah.
Pada 2019 lalu misalnya, pemerintah setempat melalui bupati Cellica Nurrachadiana mengadakan Festival Goyang Karawang 2019 yang diikuti oleh 17.000 peserta.
Dengan adanya acara ini, semakin menguatkan posisi seni Goyang Karawang sebagai tradisi dan seni daerah, dan jauh dari kesan erotisme dan pendiskriminasian perempuan.