Cirebon Pernah Dijuluki Kota Pelabuhan Emas di Nusantara, Begini Kisahnya
Dahulu terdapat kapal yang membawa hingga 5.000 pikul lada dari Cirebon
Dahulu terdapat kapal yang membawa hingga 5.000 pikul lada dari Cirebon
Cirebon Pernah Dijuluki Kota Pelabuhan Emas di Nusantara, Begini Kisahnya
Kota Cirebon, Jawa Barat, dahulu pernah dijuluki sebagai Kota Pelabuhan Emas di Nusantara. Julukan ini terkait posisinya sebagai daerah pelabuhan dengan hasil bumi yang melimpah hingga dipuji Belanda.
-
Apa yang menjadi salah satu ciri khas budaya di Kecamatan Gegesik, Cirebon? Masyarakat Cirebon mengenal Gegesik sebagai salah satu kecamatan yang terletak di sisi barat kota tersebut. Selain identik dengan kuliner Gayamnya, ternyata wilayah ini juga dikenal sebagai pelestari budaya lokal, salah satu yang unik adalah berburu tikus.
-
Apa saja yang bisa ditemukan di wisata Cirebon? Cirebon menawarkan berbagai macam daya tarik yang akan membuat Anda terpesona. Namun, dengan begitu banyaknya tempat wisata di Cirebon, Anda mungkin bingung harus mulai dari mana.
-
Bagaimana kesenian Tayuban Cirebon dipertunjukkan? Pertunjukkan Tayuban Dalam pementasannya, kesenian ini dilakukan oleh seorang penari yang disebut ronggeng dan diiringi pemusik karawitan seperti kendang, goong, kenong, gamelan, kecrek dan suling. Musiknya cenderung dinamis, namun didominasi tempo lambat. Penarinya juga menggunakan selendang yang akan diberikan kepada tamu yang disambut untuk ikut menari.
-
Apa yang dilakukan Syekh Nurjati di Cirebon? Di Cirebon, keduanya sepakat mulai mengajarkan ilmu Agama Islam yang saat itu masih banyak yang belum mengenalnya.
-
Apa yang dilakukan Sunan Kalijaga di Cirebon? Ketika itu dirinya menjadikan Cirebon sebagai pusat ajaran Islam dan dijalankan bersama Sunan Gunung Jati. Di sini, ia bersama Sunan Gunung Jati mengenalkan cara berdakwah melalui kesenian yang ketika itu digandrungi masyarakat.
-
Apa itu Tayuban Cirebon? Kesenian Tayuban menjadi salah satu warisan lokal yang punya banyak makna.
Di masa silam, kota ini memiliki peran yang cukup besar sebagai daerah perdagangan internasional. Banyak kapal asing yang berlabuh dan melakukan pertukaran komoditas yang mereka bawa.
Kebanyakan konsumen dan para pedagang adalah para saudagar dari Eropa, Tiongkok, Asia, Afrika, sampai Timur Tengah.
Tingginya perputaran ekonomi membuat kota ini menyandang status sebagai gemeente atau Kotapraja.
Jadi Jalur Rempah Strategis
Merujuk jalurrempah.kemdikbud.go.id, pada 1630-an, Kota Cirebon menjadi salah satu pusat jalur rempah yang mulai banyak dilirik pedagang internasional.
Bukan hanya karena posisinya sebagai pelabuhan semata, namun juga karena dekat dengan kawasan Malaka yang sudah lebih dahulu jadi pusat perekonomian dunia.
Berbagai jenis rempah bisa didapatkan dengan mudah di Pelabuhan Cirebon, mulai dari asam, lada, hingga beras. Saking melimpahnya, dalam catatan Dagh-Register 28 Maret 1633, disebutkan bahwa terdapat dua buah kapal asal Cirebon menuju Batavia yang membawa 1.000-5.000 pikul lada.
Daerahnya Subur
Selain dekat dengan laut, Cirebon juga diapit oleh wilayah dataran tinggi wilayah Kuningan, Majalengka sampai Sumedang.
Gambar: bekas pelabuhan Muara Jati Cirebon yang dulu jadi salah satu pemasok rempah.
Banyaknya perbukitan, termasuk adanya Gunung Ciremai membuat daerah tersebut dikenal subur.
Suburnya Cirebon juga tercatat dalam literatur yang ditulis oleh J.A. van der Chijs dalam Inventaris van’ s Lands Archief te Batavia, 1602-1816.
Lada menjadi rempah yang paling banyak diburu dari Cirebon, dan kota tersebut memiliki kebun lada yang cukup luas di wilayah Sukapura (saat ini Kejaksan).
Surganya Kunir, Asam, dan Bawang Putih
Selain lada, Cirebon juga memiliki komoditas rempah lainnya yakni kunir yang kebunnya tercatat dalam sejarah di wilayah Kedung Jaya, Kecamatan Kedawung. Rempah ini kemudian bersanding kepopulerannya bersama kapulaga dan jahe sebagai komoditas ekspor Belanda ke Eropa.
Lalu, asam juga jadi rempah yang banyak tumbuh di Cirebon. Dari penuturan sejarah, terdapat daerah Karangasem yang berasal dari kata Karang (pekarangan) dan asem. Atau pekarangan (kebun) yang ditumbuhi pohon asem.
- Punya Tempurung Mirip Punggung Manusia, Kura-Kura Belawa Jadi Hewan Langka yang Hanya Ada di Cirebon
- Kisah Menara Air Prujakan, Jadi Ikon Kota Cirebon dan Pernah Berjasa Penuhi Kebutuhan Warga
- Napak Tilas Wali Songo, Cak Imin: Kita Jangan Berantem, Enggak Ada Lagi Cebong-Kampret
- Disebut Debusnya Cirebon, Seni Topeng Beling Suguhkan Tarian di Atas Pecahan Kaca
Kemudian ada juga bawang putih, yang bahkan masih kesohor sampai sekarang. Rempah-rempah tersebut telah diakui Belanda sebagai barang serba guna di bidang makanan sampai kesehatan.
Dipuji Belanda
Ragamnya bahan dapur dari Cirebon ini menjadikan Belanda semakin berhasrat untuk menguasai wilayah ini. Akhirnya pada 7 Januari 1681, VOC yang saat itu dipegang Belanda berhasil menguasai Cirebon dan mengambil monopoli dagang yang sebelumnya dikelola pemangku setempat.
Sejak awal 1600-an, Cirebon sudah menjadi tujuan dagang dari berbagai negara. Ini diperkuat lewat catatan penjelajah asal Portugis, Tome Pires, yang menyatakan bahwa banyak kapal besar yang berlabuh di sana, termasuk Jung dan Lancana yang disegani karena berukuran sangat besar.
Saking strategisnya Cirebon, VOC sampai membentuk kebijakan khusus, yakni kapal-kapal yang melintasi Cirebon harus memiliki izin. Ini disampaikan oleh Thomas Stamford Raffles dalam catatanya di The History of Java.
Dari sana, VOC mulai memonopoli komoditas ekspor unggulan mulai dari pakaian bekas, opium, lada, kopi, kayu, gula, kapas, beras dan yang lainnya tanpa pajak.
Pelabuhan Jadi Pendukung Pengukuhan Kota Emas
Beberapa waktu kemudian, Cirebon dikukuhan sebagai Kota Pelabuhan Emas karena tingginya perputaran ekonomi dan penjualan rempah ke negara lain.
Menurut catatan pemerintah Belanda dalam dal van cheribon dan Gedeng Book van cheribon yang diterbitkan pada pendirian Bergemister van cheribon, menyebut penamaan ini diberikan sesuai hasil rempah yang dibawa ke pasar Eropa dengan kualitas baik.
Ini juga yang menjadikan Cirebon sebagai sumber pemasukan utama Belanda di urutan ketiga setelah Batavia dan Surabaya.