Kisah Warga Lebak Dikirim ke Suriah Jadi TKW saat Perang, Diperlakukan Tak Manusiawi & Alami Trauma
Korban mengalami trauma ganda. Selain perlakuan tak manusiawi, ia juga ketakutan karena suasana perang.
Korban mengalami trauma ganda. Selain perlakuan tak manusiawi, ia juga ketakutan karena suasana perang.
Kisah Warga Lebak Dikirim ke Suriah Jadi TKW saat Perang, Diperlakukan Tak Manusiawi & Alami Trauma
Seorang warga asal Desa Citeupuseun, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten alami trauma usai dikirim ke negara Suriah sebagai TKW saat perang berkecamuk. Selain itu, dia juga mendapat perlakuan tidak manusiawi dengan upah yang sangat minim.
- Kondisi Membaik, Balita Korban Penganiayaan Ibu Tiri di Tangerang Trauma Pulang ke Rumah
- Nasib Tragis Siswi SMP 7 Kali Diperkosa Pacar, Diantar Pulang Malah Ditinggalkan di Jalan
- Potret Kepanikan Pendaki saat Gunung Dempo Erupsi, Lari Menyelamatkan Diri Sampai Tenda Ditinggal
- Buntut Lansia di Banyuwangi Perkosa Anak 5 Tahun, Korban Kesakitan dan Alami Trauma Berat
Peristiwa memilukan itu diketahui dialami seorang perempuan berinisial SN (30) beberapa waktu lalu. Agar ia mau berangkat, bujuk rayu dilakukan oleh dua pelaku pencari buruh migran, SP (40) dan agennya, AD (53). SN yang memilih berangkat kemudian mendapati pekerjaannya Suriah tidak sesuai yang dijanjikan. Pihak kepolisian yang mendapat informasi tentang kasus tersebut langsung menangkap kedua pelaku. Berikut selengkapnya.
Dijanjikan bekerja di rumah sakit
Berdasarkan keterangan dari polisi, SN mulanya dijanjikan oleh SP dan AD untuk bisa bekerja di rumah sakit Suriah sebagai cleaning service. SN juga dijanjikan akan mendapat gaji sebesar Rp5 juta per bulannya. Namun setelah sampai di negara yang tengah berperang itu dia malah dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga, dengan gaji sebesar Rp2,7 juta. "Korban juga mendapatkan perlakuan tidak manusiawi oleh majikan serta pelapor juga merasa ketakutan karena di negara Suriah yang sedang konflik, setelah melakukan penyelidikan Polres Lebak menetapkan tersangka SP dan AD yang berhasil diamankan pada 11 Juni 2023," kata Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Didik Hariyanto, Senin (24/7) mengutip Liputan6.
Ditempatkan di penampungan
Dijelaskan Didik, kejadian tersebut bermula pada Maret 2017 lalu. Ketika itu SN diberangkatkan ke Jakarta setelah menyetujui kesepatakan untuk bekerja di luar negeri, dan dibawa ke sebuah penampungan di Cililitan, Jakarta Timur. Dia bersama 10 calon TKW lainnya berada di sana selama kurang lebih satu bulan. Setelahnya, mereka termasuk SN diterbangkan menuju Malaysia melalui bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Saat transit di Batam, mereka sempat dijemput oleh seseorang untuk diinapkan di sebuah penampungan. Penerbangan dilanjutkan tiga hari kemudian. Setelah turun di bandara Malaysia, SN diinapkan lagi di sebuah penampungan selama satu bulan, sampai akhirnya bulan Mei SN diberangkatkan ke Suriah untuk bekerja, setelah sebelumnya transit di Qatar.
Rasa ketakutan ganda
Setelah sampai di negara yang tengah berkonflik itu, SN sempat bekerja selama beberapa hari. Kemudian berganti majikan lain, dengan kondisi yang mulai goyah. Selama bekerja, SN selalu mendapat perlakuan kasar baik secara fisik maupun psikis. Gaji yang dibayarkan pun sangat jauh dari kata layak, karena dia hanya mendapat upah sebesar Rp2,7 juta. Sehari-hari, suara dentuman bom, desing peluru sampai pesawat perang juga ia dengarkan. SN langsung mengalami rasa takut yang mendalam.
SN juga diketahui sempat diajak majikannya untuk mengungsi ke daerah pegunungan yang lebih aman agar terhindar dari teror peperangan di wilayah perkotaan. SN kemudian berhasil pulang ke Indonesia pada akhir 2021. Walau bisa kembali berkumpul bersama keluarga, SN masih merasakan trauma yang mendalam.
SN berani melaporkan kejadian yang dialami
Setelah sekian waktu, SN kemudian memberanikan diri untuk melaporkan kejadian yang dialaminya. Saat itu dia terdorong dari ramainya pemberitaan tentang tindak pidana perdagangan orang atau TPPO. "Kami bersama pemda dan instansi terkait mendampingi korban. Korban sendiri trauma dan ketakuan untuk melaporkan. Setelah ramai pemberitaan tentang TPPO, korban akhirnya memberanikan diri melapor," kata Kasatreskrim Polres Lebak, AKP Andy Kurniadi. Adapun pelaku AD ditangkap di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang merupakan kampung halamannya, setelah sebelumnya dilakukan pencarian di wilayah penampungan, kawasan Cililitan. Dalam menangkap pelaku, kepolisian Lebak bekerja sama dengan Polres Grobogan.
Sudah mengirimkan orang ke luar negeri sejak 1990-an
SP sendiri diketahui sudah mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri sejak tahun 2016 lalu. Sedangkan AD lebih lama lagi. Dia sudah beroperasi sejak tahun 1990an. SP sendiri ditangkap di kediamannya, Kecamatan Malingping pada 11 Juni lalu. Untuk setiap orang yang diberangkatkan, pelaku SP diketahui mendapat upah sebesar Rp6 juta. Keduanya lantas harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Mereka juga melanggar ketentuan regulasi negara, karena mengirimkan orang ke negara berkonflik.
Hukuman 15 tahun menanti.
Petugas kemudian menjerat keduanya dengan Pasal 2 atau Pasal 4 atau Pasal 10, UU Nomor 21 Tahun 2007, tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Keduanya lantas dijatuhi hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun, dan paling lama 15 tahun, denda juga paling sedikit Rp120 juta, atau paling banyak hingga Rp600 juta. "Kemudian Pasal 69 juncto 81 Undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia, ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar," jelas, Andy