Bukan Sekadar Olahraga, Intip Keseruan Jemparingan, Panahan Tradisional Dulu hanya Dilakukan Keluarga Kerajaan Mataram
Jemparingan merupakan olahraga panahan tradisional yang dulu hanya dilakukan oleh keluarga Kerajaan Mataram.
Kini olahraga ini diminati banyak orang.
Bukan Sekadar Olahraga, Intip Keseruan Jemparingan, Panahan Tradisional Dulu hanya Dilakukan Keluarga Kerajaan Mataram
Jemparingan merupakan olahraga panahan tradisional yang dulu hanya dilakukan oleh keluarga Kerajaan Mataram. Seiring waktu, jemparingan dijadikan ajang perlombaan untuk para prajurit keraton.
-
Apa yang dimaksud dengan jerawat punggung? Jerawat punggung adalah suatu kondisi kulit di mana terdapat timbulan berupa kemerahan, bengkak, bahkan berisi nanah pada bagian punggung.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Jembatan Parhitean diresmikan? Saat jembatan ini rampung dikerjakan pasca Kemerdekaan, bangunan ini akhirnya diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Drs. Mohammad Hatta pada tahun 1950 yang didampingi oleh Gubernur Sumatera, TM Hassan.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Apa itu Jaran Kepang? Asal usul Jaran Kepang adalah salah satu seni pertunjukan yang berkembang di berbagai daerah di Jawa, termasuk Malang.
-
Bagaimana Bunga Jeumpa diperbanyak? Perbanyakan Bunga Jeumpa ini dapat dilakukan dengan melalui biji yang tumbuh kurang lebih 3 bulan sesudah biji disebar.
Sejarah
Mengutip situs indonesia.go.id, keberadaan jemparingan dapat ditelusuri sejak awal keberadaan Kesultanan Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, mendorong pengikutnya belajar memanah sebagai sarana membentuk watak ksatria.
Watak kesatria yang dimaksud ialah empat nilai, yaitu: sawiji (konsentrasi), greget (semangat), sengguh (percaya diri), dan ora mingkuh (bertanggung jawab).
Berbeda dari Panahan Lain
Berbeda dengan panahan lain yang biasanya dilakukan sambil berdiri, jemparingan dilakukan dalam posisi duduk bersila.
Jika pemanah dalam olahraga panahan umumnya berfokus pada kemampuan pemanah membidik target dengan tepat, pemanah jemparingan tidak membidik dengan mata, tetapi memposisikan busur di hadapan perut sehingga bidikan didasarkan pada perasaan pemanah.
Pekan Olahraga Nasional (PON)
Mengutip situs Jadesta Kemenparekraf RI, panahan tradisional gaya mataraman merupakan sebuah inovasi dari Pakualam VIII saat Indonesia menyelenggarakan PON I pada tahun 1948.
Saat itu, Indonesia baru saja merdeka dan belum banyak atlet memanah yang memiliki peralatan modern. Muncul lah gagasan untuk menggunakan peralatan tradisional, tetapi dengan teknik modern.
Perkembangan
Seiring perkembangan zaman, jemparingan mulai mengalami beberapa perubahan. Kini terdapat berbagai cara memana serta bentuk sasaran yang dibidik. Meski demikian, semuanya berpijak pada filosofi jemparingan sebagai sarana melatih konsentrasi.
- Dianggap Sakral, Yuk Kenalan dengan Kesenian Dodod yang Masih Eksis di Pandeglang
- Belajar dari Tradisi Panah Kasumedangan, Olahraga Tradisional Khas Sumedang Sarat Makna
- Melihat Tradisi Mamanukan Khas Pantura Jawa Barat, Hadirkan Patung Burung Besar untuk Kendaraan Anak yang Disunat
- Mengenal Tari Selapanan, Kesenian Tradisional dari Keratuan Darah Putih Asal Provinsi Lampung
Beberapa orang juga tidak lagi membidik dengan posisi gandewa di depan perut, tetapi dalam posisi sedikit miring sehingga dapat membidik dengan mata.
Hingga kini di lingkungan Keraton Yogyakarta, permainan jemparingan rutin dilaksanakan setiap minggu. Para pemanah mengenakan busana khas Jawa. Kebaya dan batik untuk perempuan, sementara kaum pria mengenakan surjan, kain batik dan blangkon.
Mereka duduk berjajar merentang busur untuk menempa hati, memusatkan pikiran dan konsentrasi untuk sebuah tujuan yang ingin dicapai.
Bukan Sekadar Olahraga
Mengutip situs resmi Pemprov DIY, jemparingan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dalam domain Kemahiran dan Kerajinan Tradisional.