Fakta di Balik Tercemarnya Sungai Bengawan Solo, Bencana Rutin Tiap Tahun
Fakta di Balik Tercemarnya Sungai Bengawan Solo, Bencana Rutin Tiap Tahun.
Permasalahan Sungai Bengawan Solo selalu berulang dan belum ada solusi yang tepat.
Fakta di Balik Tercemarnya Sungai Bengawan Solo, Bencana Rutin Tiap Tahun
Tercemarnya Sungai Bengawan Solo merupakan bencana rutin setiap tahun. Dari dulu, masalahnya selalu berulang dan terus berulang. Dampaknya, pelayanan air bersih terhadap warga jadi terganggu.
- 10 Fakta Gunung Rinjani, Sarat Legenda dan Punya Keindahan Alam yang Tiada Tanding
- Terlihat Seperti Benang Raksasa yang Menggantung dari Ketinggian, Ini Fakta Unik Air Terjun Benang Kelambu di Lombok
- 5 Fakta Burung Kedasih Si Burung Licik dan Cerdik, Punya Suara Seram yang Khas
- Fakta Unik Gunung Kaba di Bengkulu, Meletus Tahun 1600 hingga Misteri Makhluk Tak Kasat Mata
Pencemaran itu terjadi akibat limbah sampah rumah tangga. Air berubah warna menjadi hitam kecoklatan. Tak hanya itu, air juga mengeluarkan bau menyengat. Kondisi ini terpantau di daerah Jurug, Kecamatan Jebres, Kota Solo pada Minggu (17/12). Karena pencemaran ini, pengolahan air baku di Jurug dihentikan untuk sementara waktu sampai kondisi air kembali bersih dan normal.
Diduga pencemaran bersumber pada limbah tekstil dan alkohol. Pihak pengelola menyayangkan kejadian ini karena pencemaran air sudah terjadi tiga kali selama Desember.
“Ini adalah pencemaran yang ketiga. Dan pencemaran ini warnanya sangat pekat dan berbau sehingga tidak memungkinkan untuk kita olah,” kata Supervisor IPA Jurug dan Jebres Agung Susilo, mengutip YouTube Liputan6 pada Selasa (19/12).
Dampak penghentian pengolahan air bersih ini berdampak signifikan. Pihak pengelola air berencana men-dropping air bersih kepada warga untuk keperluan sehari-hari. Manajer Perumda Toya Wening Bengawan Solo selaku pengelola air, Rosyid Agung Priyadi, mengatakan bahwa ada 5.000-6.000 pelanggan yang mengandalkan air bersih dari IPA Jurug dan Jebres.
“SOP kami ketika kami menghentikan pelayanan itu paling lama 1x24 jam. Jadi saya berharap tidak sampai satu hari kita bisa melakukan produksi lagi. Tapi kalau memang tidak bisa beroperasi, upaya yang kita lakukan adalah dropping tangki,”
kata Rosyid terkait hal yang harus dilakukan saat mereka harus menghentikan pelayanannya.
Pencemaran air di Sungai Bengawan Solo sudah menjadi bencana rutin setiap tahun. Limbah berasal dari industri rumahan atau UMKM yang berada di aliran sungai. Masalah pencemaran tak hanya butuh koordinasi instansi terkait, tapi juga kesadaran pelaku UMKM untuk tidak membuang sampah ke aliran Bengawan Solo.
Tercemar Eceng Gondok
Pencemaran Sungai Bengawan Solo tak hanya berasal dari limbah rumah tangga. Aliran Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro, Jawa Timur, tercemar oleh tanaman eceng gondok.
Panjang permukaan sungai yang tercemar eceng gondok mencapai lima kilometer. Masyarakat sekitar resah melihat fenomena ini. Keresahan ini membuat lebih dari 500 relawan yang berasal dari 67 organisasi berbeda melakukan aksi pembersihan.
Rizal selaku koordinator aksi relawan, mengatakan bahwa selain mengganggu ekosistem air, eceng gondok juga berpotensi menyumbat pintu air saat musim hujan tiba. Dampaknya bisa sangat serius.
Selain mengganggu ekosistem perairan di sana, banyaknya eceng gondok itu juga bisa menyumbat pintu air dan akhirnya mengakibatkan banjir di sekitar wilayah sungai.
Untuk itu mereka melakukan beberapa cara di antaranya menggunakan herbisida. Cara lain adalah mengangkat eceng gondok secara langsung dari lingkungan perairan. Selain itu, penggunaan predator alami pemakan eceng gondok, seperti ikan koan, bisa menjadi solusi yang efektif.
Cara Tangani Masalah Bengawan Solo Ala Ganjar Pranowo
Masalah pencemaran Sungai Bengawan Solo ini sebenarnya pernah menjadi perhatian Mantan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada tahun 2020 lalu. Saat itu ia mengaku sudah punya peta secara detail perusahaan apa saja yang melakukan pencemaran dan tindakan apa yang telah dilakukan.
Ia juga mengaku telah memanggil secara khusus perusahaan maupun industri kecil yang melakukan pencemaran. Mereka diminta komitmen untuk melakukan perbaikan pengelolaan limbah dalam waktu setahun.
“Beberapa sudah melakukan perbaikan, tapia da sejumlah kendala. Termasuk ada yang kesulitan menginstal teknologi limbahnya karena impor. Untuk UMKM dan peternak-peternak kecil kami damping dengan pembuatan IPAL komunal,” kata Ganjar.