Kisah Sugeng Kembangkan Madu Emas dari Gunungkidul
Berawal dari pintu tripleks, madu lanceng milik Sugeng bagaikan emas yang memiliki banyak keistimewaan dari pelosok Gunungkidul.
Berawal dari pintu tripleks, madu lanceng milik Sugeng bagaikan emas yang memiliki banyak keistimewaan dari pelosok Gunungkidul.
Kisah Sugeng Kembangkan Madu Emas dari Gunungkidul
Berawal dari pintu tripleks, madu lanceng milik Sugeng bagaikan emas yang memiliki banyak keistimewaan dari pelosok Gunungkidul.
Sabtu (2/3) siang, matahari tepat berada di atas kepala. Sugeng Apriyanto baru saja tiba di rumahnya yang juga tempat produksi madu lanceng di Dusun Ngrandu, Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul. Sembari menata kendi tanah liat berisi cangkang madu, Ia menceritakan seluk beluk budidaya madu “emas” yang memiliki segudang manfaat itu.
-
Siapa yang membantu Sugeng dalam mengelola Madu Lanceng? Dalam mengelola madu lanceng, Sugeng tak sendiri. Ia dibantu 30 warga yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Hutan Madu Sari (KTH).
-
Di mana Ambu Juni, warga Baduy Luar, tinggal? Dalam kanal YouTube Dibra Channel, masyarakat diajak untuk mengetahui kondisi dalam rumah dari seorang warga Baduy Luar bernama Ambu Juni, di Kampung Cicengal, Desa Sangkanwangi, Kecamatan Leuwidamar.
-
Apa ciri khas burung Cendet Madura? Mengutip Instagram @jatimpemprov, burung Cendet Madura memiliki tubuh yang ramping, panjang, dan proporsional. Burung ini memiliki bulu dominan hitam sampai ke tengkuk. Bulunya yang dominan berwarna hitam menyebabkan burung ini juga dikenal dengan sebutan Cendet Blangkon. Burung ini juga memiliki ekor lebih panjang dibandingkan Cendet jenis lain.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Di mana Tukad Badung berada? Selain ingin mencari oleh-oleh atau menikmati aneka bangunan tua era kolonial, pengunjung juga bisa mendatangi bantaran Tukad Badung, tepatnya di Seberang Pasar Kumbasari dan Pasar Badung.
-
Mengapa Waduk Jatigede sering surut? Adapun saat ini kondisi Waduk Jatigede memang tengah surut. Kondisi ini sudah terjadi hampir tiap tahun saat musim kemarau panjang.
Menurut pria 55 tahun ini, serangga lebah yang menghasilkan madu lanceng berbeda dari jenis lainnya. Dia kecil, tak menyengat dan mirip lalat.
“Madu lanceng ini sebenarnya berasal jenis serangga yang bahasa ilmiahnya Trigona. Trigona ini stingless bee alias tidak menyengat. Mereka punya berbagai macam nama, seperti laevicep, Trigona Itrama dan lain-lain,” terang Sugeng kepada Merdeka.com
Awalnya di Pintu Rumah
Tahun 2004 menjadi tahun yang berat bagi Sugeng. Ia baru saja di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja di Jakarta setelah 14 tahun mengabdi. Tak ada pilihan baginya selain kembali ke kampung halaman.
Setelah di rumah, ia menemukan sebuah sarang di sudut pintu berbahan kayu triplek. Mulanya sarang itu ia abaikan. Namun rasa penasarannya memuncak karena pintunya selalu diserbu serangga yang kini dikenal sebagai Trigona Laevicep.
Sugeng lants mencungkil sarang yang ternyata berisi cairan manis layaknya madu. Tak berpikir panjang, sebuah botol bekas minuman energi ia siapkan untuk menampung cairan madu lanceng itu.
“Cairan ini awalnya sering tak unduh-unduh, terus tak minum, tak konsumsi sendiri. Nah tak pikir-pikir ini kok sepertinya bisa kalau dikembangkan,” katanya
Kenalkan Produk Secara Door To Door
Karena cairan madu lanceng terus bertambah, termasuk koloni Trigona yang makin meningkat. Dirinya berinisiatif mengumpulkan botol demi botol kecil seukuran 150 mililiter.
Sampai setahun berikutnya, Sugeng terus mencoba mendalami budidaya madu lanceng secara otodidak. Berbagai buku budidaya madu ia baca, jaringan internet di ponsel pintarnya juga dimanfaatkan untuk mencari informasi tentang pengelolaan madu dari lebah Trigona. Praktisnya, Sugeng mencoba melakukan semuanya dari dasar.
“Dulu belum pakai kendil tanah liat, saya coba pakai bumbung bambu itu tahun 2005 terus tak pecah jadi jadi 6. Nah ternyata itu memang harus ada ratunya, lha saya enggak. Ratunya cuma satu, yang 5 enggak ada,” katanya
- Tak Disangka, Suku Dayak Losarang Ini Miliki Sawah Hektaran Setiap Panen 7 Ton
- Mbalang Lintang, Siasat Eksha Team UAD Membabat Narasi Mitos Pulung Gantung Bunuh Diri di Gunungkidul
- Cegah Krisis Iklim ala Petani Madu Lanceng Gunungkidul
- Kakek Ini Jualan Sapu Lidi Tapi Tak Laku, Tubuh Gemetar Minta Dagangannya Ditukar dengan Sebungkus Nasi
Kendati belum berhasil, Sugeng tak patah semangat. Cara lain lantas ia coba, termasuk menyediakan media alternatif untuk rumah lebah Trigona. Dirinya bereksperimen dengan menggunakan kendi besar tempat wudu di belakang rumah. Cara ini kemudian berhasil. Madu dari hasil produksi lebah Trigona itu terus bertambah!
“Saya coba-coba, dari ngawur-ngawur itu rupanya berhasil memakai kendi untuk berwudu di belakang rumah. Jadi agar berhasil, produksi madu dari lebahnya memang harus dibantu oleh tangan manusia,” katanya lagi.
Butuh waktu lebih dari dua tahun sampai Sugeng bisa memproduksi secara massal madu tersebut. Agar produknya dikenal, dirinya memiliki strategi khusus. Ia aktif berkeliling di banyak kantor pemerintahan Kabupaten Gunungkidul, hingga dilirik Dinas Kehutanan setempat. Kemudian Sugeng juga mengenalkan madu lanceng ke tetangga dan rekan-rekannya. Rumah demi rumah Sugeng datangi untuk menjaring pasar.
Dari yang hanya lima botol yang dipesan, lama-lama meningkat menjadi 7 sampai 10 bahkan lebih. Saat itu harga per botolnya masih Rp20.000. Sugeng menjual dengan harga semurah itu lantaran masih belum mengetahui harga pasar dan strategi penjualan.
Produk madu lanceng Sugeng kemudian mendapat perhatian dan pendampingan dari dinas kehutanan.
“Saya awal itu bawa sampelnya ke dinas-dinas lalu dicek dan sebagainya. Misal tanggal muda itu, banyak yang pesen,” terangnya
Setelah beberapa tahun mencoba, dan merasakan langsung khasiatnya. Sugeng makin optimis untuk mengenalkan madu lanceng ke masyarakat. Agar kiatnya berhasil, Sugeng kemudian merangkul warga sekitar.
Mimpi Sugeng tak muluk-muluk. Dirinya hanya ingin warga turut menikmati potensi lain yang ada di Gunungkidul yakni madu lanceng.
Manfaat Kesehatan sampai Ekonomi dari Madu Lanceng
Setelah aktif sowan ke tetangga, sebanyak 30 warga akhirnya tertarik untuk membentuk paguyuban bernama Kelompok Tani Hutan (KTH) Madu Sari pada 2009. Mereka kemudian diberi informasi terkait khasiat, manfaat, karakter sampai strategi produksi madu lanceng sebagai upaya meningkatkan perekonomian. Dari yang sebelumnya mengandalkan pertanian, kini justru mendapat penghasilan tambahan dari sini.
“Biasanya warga menyetor dua liter sampai tiga liter. Kadang ada yang tahunan, karena panennya tidak rutin. Kalau normalnya kan 3 bulan, normalnya 3 bulan panen dengan pendapatan Rp250 ribu sampai Rp350 ribu per liternya,” beber Sugeng.
Menurutnya, madu lanceng baik untuk pengobatan jantung, diabetes, pankreas, paru-paru, asma, asam lambung, migrain, penyembuhan narkoba hingga vitalitas pria. Ia menyebut jika khasiat madu lanceng 10 kali lipat dari madu lainnya karena mengandung 7 enzim seperti lipase, diastase dan lain sebagainya. Tujuh enzim ini dihasilkan dari proses fermentasi cairan nektar yang dihisap lebah di dalam lambungnya.
“Kemarin ada yang mau pasang ring, tapi setelah minum ini malah sehat,” katanya
Untuk rasanya, madu lanceng juga lebih nikmat dibanding madu hutan lainnya karena manis di lidah dan tidak dominan. Rasa juga datang dari jenis bunga yang dihisap, seperti bunga kaliandra, santos, air mata pengantin, sengon laut, trembesi sampai bunga jengkol yang bikin rasanya lebih pahit.
“Rasa madu lanceng ini rata-rata manis, ada juga yang manis kecut dan manis pahit. Tapi pahitnya tipis sekali, karena ada kandungan propolisnya. Dia lebih gelap, dibanding yang manis dan sedikit kecut,” katanya lagi
Kini, madu lanceng makin dikenal dan menjadi produk yang banyak diburu karena menyehatkan. Madu-madu ini juga disuplai dari 30 orang yang sudah mampu memproduksi sendiri, melalui pendampingan dari dirinya. Ini menjadi langkah awal agar perekonomian warga agar pelan-pelan sejahtera.
Omzet
Dalam sebulan, Sugeng mendapat omzet hinggaRp50 juta yang ia bagi rata dengan kelompok budidaya madu lanceng. Namun pendapatan ini tidak menentu, karena fluktuasi hasil panen dan permintaan pasar.
“Sebulannya itu, ya, kisaran Rp50 juta, kalau pas benar-benar panen raya. Dan ini tetap kita bagi per kelompok, karena mereka berjasa dalam budidaya madu lanceng,” ungkapnya.
Sugeng berharap agar masyarakat tidak hanya mencari madu di kala sakit. Namun bisa mengonsumsinya setiap saat untuk menjaga daya tahan tubuh, sesuai arti dari madu lanceng yakni “langsung kenceng”.
Keceng yang dimaksud adalah kondisi tubuh yang pulih usai meminum satu sampai dua sendok makan madu lanceng setiap hari.
“Singkatan lanceng itu, “langsung kenceng”. Langsung semangat,” kata Sugeng.
Saat ini, madu lanceng dijual dengan harga yang bervariatif, sesuai ukuran per botol.
“Untuk ukuran botol 250 mililiter, harganya Rp130 ribu. Kalau 500 mililter itu harganya Rp250 ribu,” tambah Sugeng lagi
Sugeng mengatakan jika penjualan madu lanceng banyak terbantu oleh BRI, melalui berbagai pameran UMKM. Dari sana, madunya tercatat sudah terjual di berbagai daerah mulai dari Sumatera sampai Papua.
Terbantu oleh Program BRI
Pengembangan produk juga terbantu melalui program pinjaman lunak Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI. Menurutnya, KUR sangat membantu geliat usahanya, terutama di masa sulit seperti Covid-19. Dirinya pun sempat meminjam Rp100 juta untuk pengembangan produksi dan wisata madu lanceng Gunungkidul.
“Bantuan ini kemarin tak bikinkan meja, beli kendil dan lainnya. Sangat membantu usaha madu lanceng ini, terlebih BRI juga memberikan mesin pengolah propolis,” katanya, bangga.
Sugeng saat ini tengah mencoba untuk menjangkau pasar ekspor agar produk madunya makin dikenal luas.