Berbatasan Langsung dengan Samudera Hindia, Desa Terpencil di Tulungagung Ini Jadi Tempat Pelarungan Abu Jenazah
Pesanggrahan ini dibangun pada tanggal 18 Mei 2010 oleh PT Gudang Garam TBK
Pesanggrahan ini dibangun pada tanggal 18 Mei 2010 oleh PT Gudang Garam TBK
Berbatasan Langsung dengan Samudera Hindia, Desa Terpencil di Tulungagung Ini Jadi Tempat Pelarungan Abu Jenazah
Pesanggrahan Madya Nirwana merupakan sebuah pesanggrahan yang berada di pesisir selatan Tulungagung. Lokasinya cukup terpencil dan jauh dari keramaian.
Dilansir dari kanal YouTube Jejak Richard, pesanggrahan itu dibangun oleh PT Gudang Garam TBK dan digunakan untuk melarung abu jenazah warga Tionghoa.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kenapa Kulat Pelawan mahal? Jika dijual, Kulat Pelawan amat mahal, harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram. Proses pertumbuhan jamur ini konon terbilang sulit, karena harus menunggu sambaran petir. Semakin jarang ditemukan, makin tinggi juga harganya di pasaran.
-
Bagaimana Kota Padang Panjang mempertahankan penghargaan Nirwasita Tantra? "Alhamdulillah kami mengucapkan rasa syukur atas penghargaan Nirwasita Tantra 2022 ini. Kota Padang Panjang berkomitmen untuk mempertahankan kesinambungan memelihara lingkungan hidup," terangnya, didampingi Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim LH), Alvi Sena.
-
Apa isi dari Naskah Sanghyang Jati Maha Pitutur? Naskah ini diketahui berisi tentang ajaran kebaikan yang dibawa oleh Tuhan. Konon jika diamalkan dengan sungguh-sungguh, sifat ketuhanan yang ada di sana bisa tumbuh di dalam diri manusia.
-
Apa yang ditemukan oleh nelayan tersebut? Trevor Penny menemukan pedang tersebut ketika magnet yang dia gunakan saat menyusuri sungai menarik benda logam dan ternyata itu adalah pedang kuno berusia 1.200 tahun.
-
Mengapa ritual Tirto Mukti Rekso Bumi dianggap penting? “Sebenarnya ritual Tirto Mukti Rekso Bumi ini tak ada bedanya dengan ritual nenek moyang di masa lalu. Memberikan sesaji di tempat-tempat suci, di hutan-hutan yang dianggap angker dan sebagainya. Bukan berarti kita ingin membangkitkan hal-hal berbau kontroversi. Tapi lebih bagaimana mengemas bahwa ini adalah daya tarik yang berlatar belakang perilaku nenek moyang,”
Melalui sebuah video yang diunggah pada 1 Mei 2024 ini, kanal YouTube Jejak Richard berkesempatan untuk mengunjungi pesanggrahan tersebut. Tampak di sana ada beberapa pemancing yang baru saja memancing di area pesanggrahan.
Untuk bisa menuju ke lokasi pesanggrahan, pengunjung harus berjalan kaki terlebih dahulu sejauh 400 meter. Jalan setapak menurun itu sudah dibangun dengan berbagai fasilitas penunjang, salah satunya adalah tempat pegangan tangan.
Sementara di tiap sisi jalan itu ada rumah-rumah penduduk. Rumah-rumah di samping jalan itu masih banyak yang sederhana. Rupanya rumah-rumah itu tidak berdiri di lahan pribadi, melainkan berada di lahan perhutani.
Setelah melewati area permukiman warga, pengunjung akan melewati tengah hutan jati. Suasananya sungguh indah, sejuk, dan alami. Dari kejauhan, bangunan pesanggrahan sudah terlihat. Samar-samar, birunya laut juga sudah terlihat.
Di tempat itulah abu jenazah warga Tionghoa dilarung. Pesanggrahan itu dibangun pada tanggal 18 Mei 2010 di atas tebing yang berbatasan langsung dengan laut selatan Jawa.
- Gara-Gara Tak Dipinjami Piring, Pria di Bekasi Adu Jotos dengan Tetangga hingga Tewas
- Penyelam Temukan Patung Berusia 3.000 Tahun di Dasar Danau, Ada Sidik Jari Manusia yang Masih Baru
- Kisah Kampung Kedung Glatik, Desa Jawa Kuno Berusia Ratusan Tahun yang Akan Ditenggelamkan
- Desa di Tuban Ini Larang Warga Bangun Rumah Hadap Utara hingga Sembelih Kambing, Ini Alasannya
Saat kanal YouTube Jejak Richard datang ke tempat itu, tampak beberapa warga keturunan Tionghoa sedang melakukan sebuah ritual. Mereka ternyata sedang melaksanakan tradisi Cheng Beng.
Pada bulan April-Mei, biasanya banyak peziarah warga Tionghoa yang datang ke tempat itu. Pada masa itu, mereka akan melaksanakan tradisi Cheng Beng untuk mendoakan keluarga atau kerabat mereka yang abu jenazahnya dilarung di sana.
Tak jauh dari pesanggrahan itu, tepatnya di salah satu sisi jalan setapak menuju pesanggrahan, terdapat lorong misterius yang menuju entah ke mana. Lorong itu ukurannya begitu kecil.
Namun bila dijelajahi lagi, di lorong itu, ada tangga menurun yang melintas di tengah bebatuan karang.
Rupanya lorong itu merupakan jalan menuju tempat keramat di kawasan pesanggrahan. Tempat itu biasanya digunakan untuk ritual masyarakat penghayat kepercayaan maupun masyarakat kejawen.
Imam Nurhadi, salah seorang warga di sana, mengatakan bahwa biasanya banyak orang datang ke tempat keramat itu pada hari-hari tertentu seperti malam Jumat Pon, Jumat Legi, dan Selasa Kliwon.
“Yang ritual di situ biasanya punya keinginan. Itu kan kepercayaan pribadi masing-masing,” kata Imam Nurhadi seperti dikutip dari kanal YouTube Jejak Richard.