IPW Sebut Seharusnya Polisi Mudah Ungkap Pelaku Kasus Teror Diskusi UGM
Kendati demikian walau mudah bagi polisi membongkarnya, kata Neta, masih tetap membutuhkan dorongan dari segala pihak seperti para aktivis, akademisi bahkan media untuk bersama-sama mendesak pengusutan kasus diskusi berbuntut teror ini, hingga tuntas.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai jika teror yang dialami oleh penyelenggara diskusi Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mudah untuk diungkap pelakunya, asal polisi serius.
Diketahui, aksi teror tersebut buntut dari kegiatan diskusi virtual bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang dinilai kontroversi dan menuai polemik.
-
Kapan UGM diresmikan? Universitas Gadjah Mada (UGM) didirikan pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, Indonesia.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Bagaimana Ilham diterima di UGM? Ilham berhasil diterima di UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNPB) 2023 di Prodi Hubungan Internasional.
-
Bagaimana Uje meninggal? Pada 26 April 2013 dini hari, Uje mengalami kecelakaan tunggal di Pondok Indah. Saat itu Uje tengah mengendarai sepeda motor jenis Kawasaki, sendirian.
-
Kenapa Kementan menggandeng UGM? Pada saat ini dengan banyaknya permohonan sertifikasi alsintan prapanen maupun pascapanen dan sangat terbatasnya laboratorium pengujian alsintan di Indonesia, kami sangat mengapresiasi Fakultas Tekonologi Pertanian – UGM yang telah mempunyai laboratorium pengujian alsintan dan telah terakreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) bersedia bekerjasama.
-
Kapan Uje meninggal? Kiprah ustaz gaul ini hanya bertahan hingga usia 40 tahun. Pada 26 April 2013 dini hari, Uje mengalami kecelakaan tunggal di Pondok Indah.
"Sepanjang diskusi itu berjalan sesuai dengan prosedur seharusnya jangan takut, lapor aja dan polisi wajib mengusut itu. Dengan menyelidikinya saya rasa polisi itu gampang untuk dibongkar, asalkan polisi serius," ujar Neta kepada merdeka.com, Sabtu (30/5).
Kendati demikian walau mudah bagi polisi membongkarnya, kata Neta, masih tetap membutuhkan dorongan dari segala pihak seperti para aktivis, akademisi bahkan media untuk bersama-sama mendesak pengusutan kasus diskusi berbuntut teror ini, hingga tuntas.
"Perlu serius supaya biangkerok dari pelaku teror itu diadili. Kalau mereka sudah melapor, maka polisi harus serius lah dengan dorongan dari komponen masyarakat supaya bisa diusut tuntas. Karena kasus yang mudah terkadang dilihat sepele, jadinya tidak serius," imbuhnya.
Dia menegaskan jika polisi sangat mudah mengusut kasus teror yang menimpa para panitia, moderator hingga narasumber diskusi. Karena kepolisian memiliki patroli siber yang bisa menyelidiki asal pesan teror maupun penyadapan yang dialami panitia.
"Setelah diminta kesaksian-kesaksian, dan polisi juga bisa menggunakan patroli siber. Misalnya pada kasus penyebaran video porno artis yang lalu, itu polisi bisa menangkap pelaku yang berada di pelosok. Ini kejadian ini ada di kota besar kan. Makanya perlu dorongan ke kepolisian," ujarnya.
Akibat aksi teror, lanjut Neta, tidak hanya menyangkut kebebasan berpendapat tetapi sudah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
"Selain mengganggu kebebasan berpendapat, ini juga mengganggu kenyamanan masyarakat. Aksi teror itu kan bikin meresahkan bisa mengganggu Kamtibmas juga," ungkapnya.
Polisi Belum Terima Laporan
Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yulianto menegaskan jika polisi akan memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara yang merasa terancam.
"Polisi melindungi semua warga negara. Jika ada yang merasa terancam silahkan melapor ke kepolisian terdekat," ujar Yuli kepada wartawan, Sabtu (30/5).
Namun hingga sampai saat ini, kata dia, pihak kepolisian belum mendapatkan laporan dari penyelenggara baik dari moderator, narasumber maupun panitia diskusi CLS.
"Secara hukum kalau belum ada laporan ya belum ada korban. Yang jelas sampai saat ini Polda maupun Polres belum menerima laporan terkait itu," katanya.
Penyelenggara Alami Teror
Dekan FH UGM, Sigit Riyanto menjelaskan paska menjadi kontroversi, diskusi tersebut justru berbuah teror pada pembicara maupun penyelenggaranya. Teror ini mulai bermunculan pada Kamis (28/5) malam.
Dalam keterangan tertulisnya, Sigit menuturkan baik pembicara, moderator maupun narahubung yang namanya tertera dalam poster acara menjadi sasaran teror. Nomor kontak pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi itu mendapatkan teror dari orang tak dikenal.
"Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas 'Constitutional Law Society' (CLS) mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka," katanya, Sabtu (30/5).
Dia menuturkan hingga hari Jumat (29/5), teror masih terus berlangsung. Bahkan teror tak lagi menyasar nomor mahasiswa yang terlibat sebagai penyelenggara diskusi. Teror merembet hingga menyasar nomor telepon orang tua para mahasiswa tersebut.
Dalam keterangan tertulisnya itu Sigit mencantumkan ada dua nomor telepon yang mengancam melakukan pembunuhan terhadap keluarga penyelenggara diskusi itu.
Sigit menambahkan karena teror yang terjadi dan demi alasan keamanan akhirnya pihak penyelenggara diskusi memilih untuk membatalkan acara. Keputusan pembatalan diambil pada Jumat (29/5).
(mdk/fik)