Kisah 4 saudara di Tegal kerancuan kelamin dan butuh bantuan
Secara genetik adalah perempuan dengan bentuk kelamin menyerupai vagina, namun bagian klitorisnya membesar.
Empat bersaudara anak pasangan Torikin (42) dan Seni (37), warga Desa Sokasari, Bumijawa, Kabupaten Tegal, yang mengalami kerancuan kelamin atau 'ambigus genitalia'. Kini keempat anak itu ditangani oleh Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) di bawah pengelolaan Undip Kota Semarang, Jawa Tengah.
Keempatnya yang masing-masing berusia 19 tahun, 12 tahun, empat tahun, dan dua tahun itu, didampingi kedua orang tuanya, dan perangkat desa setempat mendatangi Fakultas Kedokteran Undip Semarang, Kamis (12/3) lalu.
Menurut Ketua Tim Penyesuaian Kelamin yang juga Direktur Centre for Biomedical Research, Fakultas Kedokteran Undip, Prof Sultana MH Faradz, apa yang dialami ke empat bersaudara itu kerancuan kelamin. Kerancuan yang dimaksud, kata dia, mereka secara genetik adalah perempuan dengan bentuk kelamin menyerupai vagina, namun bagian klitorisnya membesar yang menyerupai penis seperti kelamin laki-laki.
"Kasus ini sebenarnya sudah kami tangani sejak 2011 lalu, namun ada penambahan pasien, yakni anak bungsu pasutri asal Tegal itu yang juga mengalami kerancuan kelamin. Jadi, bukan berkelamin ganda," katanya.
Meski ke empat bersaudara itu secara genetik adalah perempuan, namun dua di antaranya, yakni yang berusia 12 dan 14 tahun secara identitas dan penampilan, serta diperlakukan seperti layaknya laki-laki.
Sultana yang juga Pembantu Rektor IV Undip itu menjelaskan hasil laboratorium ke empat bersaudara itu diperoleh hasil genetik perempuan XX, tetapi identitasnya tetap, ada yang laki-laki dan perempuan.
Dia menjelaskan gangguan Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) atau kelainan genetik yang dialami ke empat bersaudara itu menurun dibawa si ayah dan ibunya meski tidak melulu kelainan genetik itu menurun.
Lalu bagaimana kasus ini bisa terjadi? berikut rangkumannya:
-
Apa yang ditemukan di Kota Lama Semarang? Dari ekskavasi itu, tim peneliti tidak hanya menemukan struktur bata yang diduga merupakan bagian dari benteng Kota Lama. Namun juga ditemukan artefak berupa fragmen keramik, botol, kaca, tembikar, serta ekofak berupa gigi, tulang, tanduk hewan, dan fragmen Batubara yang jumlahnya mencapai 9.191 fragmen.
-
Kapan wabah kelaparan terjadi di Semarang? Pada tahun 1901, muncul wabah kelaparan di Semarang dan Demak.
-
Apa itu penyakit langka? Penyakit langka adalah penyakit yang jumlah penderitanya sangat sedikit, yaitu kurang dari lima orang dari 100.000 orang penduduk. Ada banyak jenis penyakit langka yang telah diidentifikasi, yang sebagian besar bersifat genetik, kronis, dan mengancam jiwa.
-
Apa saja yang terdampak akibat banjir di Semarang? Genangan banjir yang ada di Semarang cukup bervariasi antara 20 hingga 70 cm. Sejumlah wilayah yang terdampak banjir antara lain Jalan Kaligawe di Kelurahan Muktoharjo, Kelurahan Tambakrejo, Kelurahan Sambirejo, Kelurahan Krobokan, dan Kelurahan Kudu.
-
Apa yang menarik dari rumah terbengkalai di Semarang? Ruang tamu, pekarangan, hingga sejumlah ruangan di dalamnya nampak begitu luas. Sayangnya, bangunan tersebut kini mulai termakan usia dan tak terawat.
-
Apa ciri khas dari kerupuk emping melinjo di Sindangsari? Kerupuk emping melinjo di sini punya ciri khas tersendiri yakni renyah, gurih, beraroma sedap, dan menyehatkan.
Payudara mengecil suara membesar dan kumis serta jambang
Direktur Centre for Biomedical Research, Fakultas Kedokteran Undip, Prof Sultana MH Faradz, mengatakan biasanya penderita Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) memiliki hormon laki-laki atau androgen yang lebih dominan dibanding hormon perempuan yang disebabkan kelainan pada kelenjar anak ginjal.
Dari hasil pemeriksaan terhadap Torikin (42) dan Seni (37), mereka ternyata memiliki 10 anak, namun empat di antaranya sudah meninggal dunia.
"Sebenarnya, pasutri asal Tegal itu memiliki 10 anak. Namun, empat anak di antaranya meninggal dunia. Dari enam anak, empat di antaranya mengalami kerancuan kelamin. Sementara dua anak normal," katanya.
Dia menduga keempat anak pasangan T dan S asal Tegal yang meninggal dunia itu dimungkinkan mengalami kelainan genetik sama yang dibawa oleh ayah dan ibunya, namun sudah akut dan tidak terobati.
"Kedua orang tuanya tidak memiliki hubungan saudara. Namun, keduanya ternyata sama-sama membawa gen tersebut. Bahkan, sepupu atau kakak dari si ibu (S, red.) juga membawa hal yang sama," tukas Sultana.
Sementara itu, Torikin, ayah empat bersaudara yang mengalami kerancuan kelamin itu mengaku mendapatkan undangan dari Rumah Sakit (RS) Nasional Diponegoro untuk melakukan kontrol atau pengecekan.
"Saya bawa lima anak saya ke sini. Tiga di antaranya dinyatakan mengalami gangguan CAH, sementara dua lainnya normal. Anak sulung saya yang sekolah di luar kota juga dinyatakan mengalami CAH," katanya.
Jadi, kata dia, ada empat anaknya yang dinyatakan mengalami gangguan CAH, antara lain ditandai dengan mulai menghilangnya payudara, suara yang berubah besar, dan tumbuhnya kumis dan jambang.
Orangtua bingung perlakukan empat anaknya
Torikin (42) dan Seni (37) yang merupakan kedua orangtua empat anak yang mengidap penyakit kerancuan kelamin sejak dilahirkan, sempat bingung memperlakukan anaknya sehari-hari. Mereka bingung memperlakukan sebagai laki-laki atau perempuan kepada anak-anaknya itu.
Torikin mengaku setelah dilakukan musyawarah bersama keluarga besarnya dan istrinya Seni, mereka menyepakati untuk memperlakukan ke empat anaknya sebagai laki-laki. Sehingga, meski mempunyai kelainan pada bagian kelamin ganda, keduanya mengenakan pakaian layaknya sebagai anak laki-laki.
"Awalnya bingung menentukan kelamin ke tiga anaknya saya. Namun akhirnya keluarga sepakat memperlakukan anak-anaknya sebagai laki-laki dalam pergaulan di lingkungannya," ungkapnya saat dihubungi merdeka.com melalui handphone milik kakaknya Ulumudin Sabtu (4/3).
Kerancuan kelamin bisa disembuhkan tapi obatnya mahal
Kasus kerancuan kelamin atau 'ambigus genitalia' yang menimpa empat anak pasangan keluarga Torikin (42) dan Seni (37) asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah bisa disembuhkan. Syaratnya, ke empat anak tersebut harus mengonsumsi obat secara rutin.
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND), dari 800 penderita penyakit kelamin yang pernah ditangani, 70 di antaranya terkena Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH), dan ada satu pasien yang bisa sembuh total hingga menikah dan punya keturunan.
Namun yang masih menjadi kendala yaitu keberadaan obat yang digunakan untuk menyembuhkan si penderita tidak diproduksi di Indonesia. Obat ini harus didatangkan dari Belanda.
"Kami pernah mengusulkan Menteri Kesehatan untuk memenuhi obat ini di Indonesia, dan akhirnya tahun ini janjinya sudah terpenuhi, namun penyediaan obat bernama Hydro-Cortison bisa tergolong masih dalam keadaan darurat, karena hanya tersedia di RSCM. Sehingga jika penderita ingin mendapatkan obat tersebut harus ke sana," ujar Direktur Cebior (Centre for Biomedical Research) RSN Diponegoro, Sultana MH Faradz saat ditemui wartawan Sabtu (14/3) di RSDN Kompleks Kampus Undip Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sultana menjelaskan, persediaan obat kerancuan kelamin yang masih terbatas dan diimpor langsung dari Belanda mengakibatkan harganya menjadi mahal.
"Yang perlu diekspose adalah pengobatannya. Penyakit ini adalah three table diseas, penyakit yang bisa diobati. Tetapi obatnya tidak tersedia di Indonesia. Sehingga kami selama ini sudah lebih dari lima tahun mendapatkan droping obat dari Belanda. Kita bagikan kepada mereka. Hanya karena import, special akses sehingga hanya tersedia di RSCM. Harganya masih mahal, padahal obat murah karena import ini yang harus di ekspose di media. Pemerintah perlu menyadari bahwa ini penting untuk diproduksi di Indonesia," ungkapnya.
Selain itu, Sultana menuturkan, setiap 3 bulan sekali si penderita penyakit mematikan itu harus rajin kontrol ke RSND guna dilakukan pengecekan tentang perkembangan penyakit yang dideritanya itu. Pihak RSND kini tengah memantau perkembangan dari 4 anak Torikin tersebut, sehingga mereka diperbolehkan pulang ke rumahnya.
4 Anaknya mengalami kerancuan kelamin, keluarga ini butuh bantuan
Kakak Torikin yang juga perangkat Desa Sukosari, Ulumudin yang sempat ikut mengantar keluarga tersebut ke Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Kota Semarang mengatakan saudaranya tersebut secara financial juga memerlukan bantuan dari berbagai pihak untuk melakukan operasi.
"Kejadian ini berulang seperti yang dialami warga kami dua tahun yang lalu. Kondisi warga sangat tidak mampu. Dulu, untuk memeriksakan ke tiga anak ini, paling tidak kami butuh dana minimal 1,5 juta setiap datang ke RS Kariadi Semarang. Dan kami cari ke sana kemari untuk memenuhi kebutuhan tersebut," papar Ulumudin, Sekretaris Desa atau biasa disebut Carik oleh warga sekitar ini.
Ulumudin berharap berbagai pihak, terutama pemerintah bisa membantu kasus warga sekaligus keluarganya ini.
"Kami berharaplah, pemerintah bisa memberikan bantuan dan perhatiannya terkait kejadian yang kami alami ini. Kasihan Mas Torikin karena dari golongan orang tidak mampu. Kerjanya hanya sebagai buruh tani dan serabutan. Sementara istrinya Seni hanya di rumah saja mengurusi anak-anaknya," tuturnya.