Mengenal Asfiksia, Kondisi yang Dialami Mayoritas Korban Tragedi Kanjuruhan
Dewan Pakar Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menjelaskan, asfiksia merupakan kondisi di mana seseorang memiliki gangguan pernapasan yang berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam tubuh.
Sekurangnya 131 orang meninggal dunia dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10) malam. Sebagian besar disebutkan mengalami asfiksia.
Pertanyaan pun muncul, apa itu asfiksia? Berikut penjelasan pakar kesehatan mengenai asfiksia:
-
Kenapa rumput Stadion Pakansari diganti? Selain mengganti rumput, sistem drainase pun akan diperbaiki. Sejak beroperasi pada 2016, rumput Stadion Pakansari, belum pernah diganti sama sekali. Meski begitu, stadion berkapasita 30 ribu penonton itu, masih digunakan sebagai home base Persikabo 1973 dalam mengarungi Liga 1.
-
Kapan Stadion Manahan diresmikan? Pembangunannya dimulai pada tahun 1989 dengan menggunakan lahan seluas 170.000 meter persegi serta luas bangunan 33.300 meter persegi. Peresmian stadion itu dilakukan pada 21 Februari 1998.
-
Kenapa Stadion Teladan Medan ambruk? Meski stadion tersebut hanya memiliki kapasitas resmi 30.000 penonton, tingginya antusiasme masyarakat, terutama anak-anak, menyebabkan kepadatan yang luar biasa. Pengunjung datang dari berbagai daerah, secara berombongan.
-
Kapan Stadion Gelora 10 November diresmikan? Usai diresmikan pada 11 September 1954, gedung olahraga ini kemudian diberi nama Stadion Tambaksari.
-
Kapan Stadion Teladan Medan ambruk? Mengutip liputan6, pada 16 September 1979, Stadion Teladan Medan, Sumatera Utara, dipenuhi oleh sekitar 200.000 pengunjung yang datang untuk menyaksikan konser artis cilik Adi Bing Slamet, Iyut Bing Slamet, dan Ira Maya Sopha.
-
Apa yang dilakukan Panpel Persebaya untuk meningkatkan keamanan di Stadion GBT? “Kami (panpel) dan teman-teman suporter berhubungan cukup bagus. Kita komunikasi dengan teman-teman tribun bagaimana menjadikan pertandingan aman. Itu membuat mereka juga merasa memiliki GBT,” ungkap Ram Surahman.
Dewan Pakar Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menjelaskan, asfiksia merupakan kondisi di mana seseorang memiliki gangguan pernapasan yang berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam tubuh.
Asfiksia, lanjut dia, berbeda dengan sesak napas secara umum. Orang yang sesak napas masih mampu mendapatkan oksigen, sedangkan asfiksia terjadi manakala seseorang mengalami sesak yang berlebihan, sehingga membuat oksigen terbatas masuk ke paru-paru.
"Jadi memang kalau kita menarik napas, oksigen masuk melalui hidung dan mulut. Selanjutnya akan masuk ke peredaran darah. Karena di dalam paru-paru itu terhubung dengan pembuluh darah kecil atau kapiler. Dan pada akhirnya menuju jantung dan diputar ke seluruh organ tubuh. Muatan dan materi utama adalah oksigen," jelas Hermawan kepada merdeka.com, Jumat (7/10).
Hermawan menuturkan, di tengah proses tersebut bisa saja terjadi gangguan. Gangguan inilah yang menyebabkan asfiksia. Secara umum, bentuk gangguan bisa disebabkan beberapa hal.
"Mulai dari orang tersedak, misalnya salah makan atau minum. Kemudian juga mungkin ada paparan zat kimia tertentu yang akhirnya menstimulus gejala alergi untuk sebagian orang. Ada juga kondisi yang karena asap," tuturnya.
Asfiksia pada Tragedi Kanjuruhan
Dia berpandangan, asfiksia dialami para korban meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan berkaitan dengan keterbatasan ruang dan akses oksigen. Utamanya, ketika para penonton panik usai polisi menembakkan gas air mata. Akibatnya penonton berdesakan keluar dari stadion, tetapi terhalang pintu yang terkunci.
"Itu kan dalam ruang tertutup banyak sekali orang, oksigen terbatas, sirkulasi tidak ada. Maka saat itu bisa terjadi cedera otak dan juga kesadaran akhirnya menurun hingga menyebabkan kematian," kata dia.
"Karena terjadi hampa udara dalam keadaan tertutup di tengah ramai. Jadilah orang itu kesusahan oksigen yang menyebabkan asfiksia," sambungnya.
Hermawan menambahkan, kandungan zat kimia dalam gas air mata juga bisa menyebabkan asfiksia. Perlu diketahui, gas air mata mengandung zat kimia chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR).
"Asfiksia itu salah satunya disebabkan zat kimia yang membuat iritasi. Jadi gas air mata juga bisa menyebabkan asfiksia itu sendiri. Dengan dihirup kan bisa sesak tuh. Iritasi pada sistem pernapasan bisa membuat asfiksia," ujarnya.
Dia melanjutkan, penanganan pertama bagi orang yang mengalami asfiksia ialah memberikan bantuan oksigen. Apabila tidak ditangani secara tepat, asfiksia berisiko menyebabkan cacat hingga kematian.
"Kalau terjadi gangguan di otak bisa menyebabkan stroke atau kelumpuhan. Pada penanganan tertentu membutuhkan waktu yang panjang untuk rehabilitasi. Jadi, orang yang kekurangan suplai oksigen dalam darah bisa berujung stroke bahkan kematian," jelas Hermawan.
Penjelasan Kapolri
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit menyatakan, banyaknya korban meninggal dunia pada Tragedi Kanjuruhan disebabkan afiksia.
"Dari setelah banyak muncul korban yang mengalami patah tulang yang mengalami trauma di kepala dan juga sebagian besar meninggal mengalami afiksia," kata Listyo di Mapolres Kota Malang, Kamis (6/10) malam.
Selain itu, lanjut Listyo, ditemukan fakta bahwa penonton yang hadir hampir 42 ribu dan hasil pendalaman dari panitia pelaksana tidak disiapkannya keadaan darurat untuk menangani situasi darurat.
“Sebagaimana diatur regulasi PSSI, tentunya kelalaian tersebut menimbulkan pertanggungjawaban," jelas Listyo.
Kerusuhan terjadi setelah pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan Persebaya.
Adapun Polri memperbarui data korban tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Total korban sebanyak 678 orang sebagaimana data, Jumat (7/10).
"Jumlah total korban 678 orang," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam keterangannya.
Dari total 678 korban, terbagi menjadi 131 orang korban meninggal. Sementara 547 orang korban luka-luka terbagi menjadi luka ringan 131 orang, luka sedang 43 orang, dan luka berat 23 orang.
Reporter Magang: Michelle Kurniawan
(mdk/yan)