Psikolog Paparkan Cara agar Kita Tidak FOMO Mengikuti Berbagai Tren yang Ada
Perilaku FOMO atau takut ketinggalan terhadap tren merupakan salah satu kecenderungan yang muncul di saat ini. Penting untuk menjaga agar tidak terbawa arus.
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut ketinggalan tren semakin sering terjadi di tengah maraknya aktivitas hiburan, seperti konser, liburan, hingga belanja daring yang menjamur terutama menjelang akhir tahun. Bagi banyak orang, keinginan untuk selalu terlibat dalam tren ini sering kali memicu pengeluaran yang berlebihan dan energi yang terkuras. Namun, bagaimana cara kita mengendalikan diri agar tidak terjebak dalam fenomena FOMO ini?
Psikolog Pendidikan dan dosen Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Adhissa Qonita, M.Psi., memberikan beberapa kiat penting untuk membantu kita membatasi diri dari tren yang mungkin tidak selalu perlu diikuti. Menurutnya, langkah pertama yang harus diambil adalah melihat ke dalam diri dan mempertimbangkan manfaat serta kerugian dari suatu kegiatan hiburan sebelum memutuskan untuk terlibat.
-
Apa yang dimaksud dengan "FOMO" dalam konteks kesehatan mental? FOMO adalah rasa takut ketinggalan atau merasa bahwa orang lain memiliki pengalaman yang lebih baik atau lebih menyenangkan.
-
Bagaimana FOMO bisa mempengaruhi kesehatan mental? Beberapa dampak FOMO adalah sebagai berikut: • FOMO dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berhubungan dengan perasaan tertinggal atau tidak bisa "mengikuti" perkembangan yang terjadi di media sosial. • Orang yang terlalu khawatir karena merasa ketinggalan dapat merasa tidak puas dengan diri sendiri dan hidupnya. • FOMO dapat menyebabkan isolasi sosial di dunia nyata. Orang yang terlalu fokus pada media sosial mungkin mengabaikan interaksi langsung dengan teman dan keluarga. • FOMO dapat memperburuk ketergantungan pada teknologi, di mana seseorang mungkin merasa terjebak dalam siklus penggunaan perangkat digital tanpa henti. • Pada kasus yang lebih parah, FOMO dapat berkontribusi pada perkembangan gejala depresi dan masalah kesehatan mental lainnya. Perasaan konstan bahwa kebahagiaan atau kesuksesan tergantung pada apa yang dilihat di media sosial bisa merusak keseimbangan emosional.
-
Apa itu FOMO dan bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan mental? Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) merujuk pada rasa takut tertinggal pengalaman, acara, atau aktivitas yang sedang terjadi di sekitarnya. Fear of missing out (FoMO) adalah istilah unik yang diperkenalkan pada tahun 2004 dan kemudian digunakan secara luas sejak tahun 2010 untuk menggambarkan fenomena yang diamati di situs jejaring sosial.
-
Apa pengertian FOMO? FOMO adalah singkatan dari istilah Fear of Missing Out. FOMO adalah sebuah kondisi di mana Anda mengalami perasaan khawatir karena tidak mengetahui atau melewatkan informasi, peristiwa, tren, atau pengalaman yang sedang ada di masyarakat.
-
Apa pengertian dari FOMO? FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out. Istlah ini merujuk pada perasaan cemas atau khawatir yang dirasakan seseorang ketika mereka merasa bahwa mereka sedang melewatkan pengalaman sosial atau kegiatan yang menyenangkan yang sedang terjadi pada orang lain.
-
Apa arti dari FOMO? Fear of missing out (fomo) menjadi istilah yang tidak asing lagi di kalangan milenial maupun Gen Z. Kata itu diartikan sebagai perasaan takut ketinggalan tren, update-an, atau potensi untuk terkoneksi dengan orang lain yang muncul dalam diri seseorang.
"Ini nggak harus FOMO, konteksnya adalah bagaimana cara kita mengerem diri. Secara umum kita bisa melihat ke diri kita sendiri sebelum menyimpulkan dan menyelesaikan sesuatu," kata Adhissa dilansir dari Antara.
Menimbang Untung dan Rugi Sebelum Mengikuti Tren
Adhissa menyarankan agar setiap individu mengambil waktu sejenak untuk berpikir sebelum terlibat dalam suatu kegiatan hiburan, seperti menonton konser atau berlibur. Proses ini tidak perlu memakan waktu lama, namun penting untuk menimbang faktor keuntungan dan kerugian yang mungkin ditimbulkan.
"Kalau berpikirnya tergantung ke orang masing-masing, tapi tidak harus sehari. Sebenarnya cuma butuh beberapa menit saja dan kita bisa melihat pro dan kontra-nya. Take a time dulu," ujar Adhissa.
Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah aspek keuangan. Sebelum mengikuti suatu tren, pastikan bahwa anggaran yang dimiliki mencukupi, dan pertimbangkan apakah dana tersebut lebih baik digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak.
"Secara keuangan, memenuhi nggak kita (jika menggunakannya untuk kegiatan hiburan), kalau pun memenuhi apakah uangnya akan dipakai untuk kebutuhan lain atau tidak," lanjutnya.
Menentukan Prioritas dan Menghindari Ekses
Adhissa juga menyoroti bahwa setiap orang memiliki prioritas yang berbeda-beda. Bagi sebagian orang, berpartisipasi dalam tren tertentu bisa menjadi kebutuhan yang sah-sah saja, selama tidak melampaui batas dan merugikan diri sendiri.
"Selama seseorang tidak terjerumus dalam mengikuti tren secara berlebihan, kegiatan hiburan sah-sah saja untuk dilakukan. Yang penting supaya kita tidak terjerumus dengan tren, kita lihat juga keuangan dan tenaganya," jelas Adhissa.
Ia menambahkan bahwa penting untuk selalu melakukan pengecekan ulang terhadap diri sendiri. Jika pada akhirnya kegiatan hiburan yang diikuti lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat, mungkin saatnya untuk berhenti dan mengevaluasi prioritas.
"Jadi, kembali lagi ke diri sendiri. Cek ulang apa baik dan buruknya (kegiatan hiburan tersebut), kita pasti akan berhenti melakukannya kalau ujung-ujungnya banyak buruknya," katanya.
Menghindari Tekanan Sosial dan Tren Berlebihan
Salah satu contoh nyata dari fenomena FOMO adalah tren menonton konser yang saat ini tengah booming. Banyak artis dalam maupun luar negeri menggelar konser di Indonesia, dan tidak sedikit masyarakat yang merasa harus ikut serta, bahkan ketika hal tersebut tidak benar-benar diperlukan. Alih-alih menikmati pengalaman konser, beberapa orang justru hanya mengikuti tren semata tanpa mendapatkan kepuasan pribadi.
Oleh karena itu, Adhissa mengingatkan pentingnya untuk selalu mengukur diri dan mempertimbangkan apakah suatu kegiatan memang mendatangkan manfaat atau hanya karena takut ketinggalan tren.
"Mengukur diri itu wajib, kita harus lihat dari dua sisi yang menguntungkan atau merugikan kita. Kalau kita merasa hal itu masih menguntungkan, jangan-jangan itu bukan FOMO, tapi kebutuhan sifatnya," pungkas Adhissa.