Uniknya Marosok, Cara Tawar-menawar Orang Minang saat Membeli Hewan Ternak
Pada sistem jual beli hewan ternak orang Minang cukup unik karena tradisi ini sering kali membuat orang yang menyaksikan menjadi penasaran.
Proses jual beli sudah dipraktikkan sejak puluhan sampai ratusan tahun lalu. Tentunya dalam proses tersebut terdapat negosiasi atau tawar-menawar yang terjadi antara penjual dan pembeli. Dalam tawar-menawar ini memang tidak semua orang bisa melakukannya, banyak trik-trik dan cara berbicara yang ahli agar penjual ataupun pembeli berubah pikiran.
Dalam tradisi Minangkabau, proses jual beli sudah berlangsung sejak lama. Namun, ada yang unik dari tradisi jual beli orang Minang terutama dalam membeli hewan ternak. Istilahnya dikenal dengan Marosok. Tradisi ini hampir dapat ditemukan di setiap sentra ternak yang ada di Sumatra Barat.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Kapan Tradisi Mantu Kucing dimulai? Tradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
-
Apa arti dari sebutan "Inyiak Balang" untuk Harimau dalam budaya Minangkabau? Julukan atau penyebutan khusus tersebut menjadi bentuk dari penghormatan masyarakat Minang kepada hewan tersebut. Penggunaan kata "Inyiak" sendiri tidak main-main. Pasalnya "Inyiak" dalam bahasa Minang disebut sebagai panggilan kehormatan untuk tetua yang sudah setara dengan kakek atau bapak. Sementara "Balang" mengarah pada kulit belang Harimau.
-
Mengapa tradisi Kupatan Jolosutro disebut unik? Kupatan Jolosutro adalah tradisi yang unik, dilihat dari asal-usul dan makna yang terkandung di dalamnya.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
-
Bagaimana cara masyarakat Bangka Belitung menjalankan tradisi Kelekak? Kelekak adalah tanaman buah yang bisa dimanfaatkan hasilnya dan sudah berbentuk layaknya hutan. Tak tanggung-tanggung, masyarakat pedesaan di Bangka Belitung sudah melakukan Kelekak hingga seluas dua hektare bahkan lebih.
Aktivitas jual beli hewan ternak dengan sistem Marosok ini tidak hanya pada hari-hari biasa, melainkan juga dalam menyambut Hari Raya Iduladha yang semakin ramai orang untuk membeli. Saking uniknya, Marosok ini sering kali mencuri perhatian dan membuat orang yang menyaksikan menjadi penasaran.
Asal-usul Marosok
Dalam bahasa Indonesia arti Marosok adalah meraba. Kemudian Marosok adalah tradisi berjabat tangan antara penjual dan pembeli hewan ternak, lalu tangan tersebut ditutupi oleh sehelai kain. Selanjutnya, barulah Marosok dilakukan antara penjual dan pembeli hewan ternak.
Terjadinya kesepakatan antara dua pihak ini tidak dilakukan secara verbal saja, tetapi akan terjadi ketika keduanya sudah menjabat tangan.
Seperti dilansir dari situs warisanbudaya.kemdikbud.go.id, secara historis tradisi Marosok ini masih erat kaitannya dengan rasa malu dan sopan santun. Pada zaman dahulu, hewan-hewan ternak yang akan dijual berasal dari peninggalan harta pusaka yang diturunkan dari leluhur suatu kaum keluarga.
Masyarakat Minang menganggap hal memalukan dan menjadi aib apabila suatu kaum memaksa menjual harta pusakanya tersebut. Namun, jika suatu keluarga sedang tertimpa musibah atau kesulitan biaya ekonomi, mereka akan menjual hewan ternaknya secara diam-diam.
- Melihat Tradisi Unik di Pelosok Hutan Jati Grobogan, Hanya Digelar Dua Tahun Sekali
- Mengenal Ikan Kodok, Hewan Endemik Perairan Maluku yang Terancam Punah
- Unik, 5 Hewan ini Punya Kebiasaan Makan Kulit Pohon
- Uniknya Tradisi Ngamplop saat Jenguk Tetangga Sakit di Sumedang, Uang yang Terkumpul Bisa untuk Beli Kendaraan
Apabila menjual hewan ternak dengan harga murah, dianggap mengobral harta pusaka. Sedangkan jika harganya tinggi, dianggap sedang mencari keuntungan dengan menjual harta pusaka tersebut. Maka untuk menjaga kerahasiaan itu, lahirlah sebuah tradisi bernama Marosok.
Prosesnya Dilakukan Tanpa Suara
Keunikan lainnya dari tradisi Marosok adalah terjadinya tawar-menawar yang berlangsung tanpa suara dan hanya menggunakan bahasa isyarat dengan jari tangan. Uniknya lagi, proses transaksi akan dilakukan oleh laki-laki, baik itu sang pemilik ternak atau meminta bantuan orang lain untuk menawarkan ternaknya kepada pembeli.
Ketika bersalaman di dalam sehelai kain, jari-jari saling meraba, memegang jari, menggoyangkan ke kiri dan ke kanan, dan sesekali dengan anggukan atau gelengan kepala. Apabila terjadi tawar-menawar, biasanya ditandai dengan anggukan dan senyuman. Apabila terjadi kesepakatan, tangan tersebut akan berhenti meraba.
Apabila sudah menyepakati harga, uang tunai yang dibayarkan pembeli langsung dimasukkan ke saku penjual dan menarik tali hewan yang sudah disepakati.
Dengan cara seperti ini tentunya harga yang disetujui pun menjadi rahasia. Kerahasiaan ini dinilai saling menghargai, dan menghindari terjadinya persaingan harga antara sesama penjual.
Warisan Turun-temurun
Mengutip Liputan6.com, tradisi Marosok sudah menjadi budaya dan tradisi turun-temurun. Bahkan tidak diketahui pasti kapan terjadinya Marosok yang dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Sampai saat ini, tradisi tersebut masih lestari, terutama di beberapa kota seperti Kabupaten Padang Pariaman, Tanah Datar, Kota Payakumbuh, Kabupaten Solok, Limapuluh Kota, dan Agam.
Proses Marosok menjadi bentuk dari etika menjaga hubungan baik dengan pedagang ternak. Hal ini menghindari dari menyinggung perasaan sesama penjual maupun tidak adanya istilah “menikung di tengah jalan”. Lebih dari itu, Marosok dinilai memiliki tenggang rasa yang tinggi dan sudah menjadi salah satu sifat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minang.
Kini meskipun masih lestari, tradisi ini sudah terdaftar dalam Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang sudah disetujui sejak tahun 2020 silam. Di kehidupan saat ini yang serba uang, tentu cara seperti ini masih cukup relevan, terutama jika menyinggung etika dan rasa sopan santun antara penjual dan pembeli.