Begini Kondisi Tubuh Astronot jika Terlalu Lama Tinggal di Luar Angkasa
Tidak adanya gravitasi di luar angkasa, memicu tubuh untuk beradaptasi saat sampai di Bumi.
Tidak adanya gravitasi di luar angkasa, memicu tubuh untuk beradaptasi saat sampai di Bumi.
Begini Kondisi Tubuh Astronot jika Terlalu Lama Tinggal di Luar Angkasa
Sekembalinya astronot dari luar angkasa, tak membuatnya cepat melakukan aktivitas seperti sediakala.
Terlebih bagi astronot yang tinggal di luar angkasa terlampau lama.
Ada persoalan yang harus mereka selesaikan dan hadapi. Bukan urusan administrasi, tetapi perkara “kelangsungan hidup”.
-
Bagaimana cara astronot NASA buang air kecil di luar angkasa? Astronaut menggunakan selang vakum untuk buang air kecil dan area kecil yang ditargetkan untuk buang air besar karena bukaan toilet berukuran normal memerlukan motor besar untuk menggerakkan aliran udara.
-
Apa saja yang dilakukan astronot di luar angkasa? Mayoritas astronot yang dikirim ke luar angkasa, 86 persen, menyelesaikan perjalanan dengan setidaknya satu kali orbit mengelilingi Bumi.
-
Apa yang dilakukan astronot saat berada di luar angkasa? Astronot wajib memiliki keahlian: - Memberikan keputusan - Mengemudikan pesawat luar angkasa - Memelihara pesawat luar angkasa - Memberikan layanan medis dan darurat - Berjalan di luar angkasa - Mengoperasikan stasiun luar angkasa - Mengontrol lengan dan mesin robot
-
Bagaimana NASA mengembalikan jenazah astronot ke Bumi jika meninggal di luar angkasa? Jika salah seorang kru meninggal dalam misi orbit rendah Bumi seperti di stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), kru lain dapat mengembalikan tubuh rekan yang meninggal ke Bumi dalam sebuah kapsul. Dalam hitungan jam kapsul itu akan meluncur ke Bumi.
-
Bagaimana NASA berencana menyelidiki kejadian sampah luar angkasa ini? ISS akan “melakukan penyelidikan mendetail” tentang bagaimana puing-puing itu selamat dari pembakaran, menurut NASA.
-
Apa yang dilakukan NASA jika seorang astronot meninggal di luar angkasa? Jika salah seorang kru meninggal dalam misi orbit rendah Bumi seperti di stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), kru lain dapat mengembalikan tubuh rekan yang meninggal ke Bumi dalam sebuah kapsul. Dalam hitungan jam kapsul itu akan meluncur ke Bumi.
Yang perlu diketahui adalah lamanya astronot menetap di luar angkasa berdampak terhadap kondisi tubuhnya.
Baik itu fisik maupun mental. Maka itu, mereka yang baru “turun dari langit” harus melakukan penyesuaian diri.
Penyebab
Hal ini terjadi karena tidak adanya gaya gravitasi di luar angkasa. Dengan tidak adanya gravitasi itu, maka akan memengaruhi struktur tulang dan juga keseimbangan dalam tubuh astronot.
Dr Jennifer Fogarty, Chief Scientific Officer, Baylor College of Medicine’s Translational Research Institute for Space Health, pun membenarkan hal itu.
“Astronot yang baru kembali dari luar angkasa akan memiliki masalah seperti berjalan dan berdiri. Karena kedua hal itu tidak dilakukan seorang astronot dalam waktu lama,”
Dr Jennifer Fogarty, Chief Scientific Officer, Baylor College of Medicine’s Translational Research Institute for Space Health dikutip dari Indy100, Selasa (3/10).
Seperti yang dialami Frank Rubio. Seorang astronot NASA yang baru kembali dari luar angkasa selama setahun. Menurut para tim medis, Rubio mengalami penurunan massa otot serta pengeroposan tulang.
Penyebab pengeroposan tulang itu lantaran tidak adanya gaya gravitasi selama di luar angkasa. Oleh karena itu, tim medis mengatakan, kemungkinan besar Rubio memerlukan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi di Bumi.
Berikut adalah video seorang astronot terapi berjalan pasca dari luar angkasa.
Antisipasi NASA
Para ilmuwan juga turut memeriksa keadaan kesehatan mental Rubio pasca misinya dari luar angkasa.
Mereka juga memeriksa kekebalan imun serta perubahan perubahan pada genetiknya.
Meskipun misi ke luar angkasa memerlukan banyak persiapan dan kemungkinan buruk lainnya, Fogarty mengatakan bahwa NASA sudah siap untuk menghadapi hal ini sebaik mungkin.
“Sebelumnya kami sudah melakukan penelitian dan memahami perbedaan situasi dan kondisi saat berada di luar angkasa, sehingga hal ini tidak akan membahayakan para astronot,"
Dr Jennifer Fogarty, Chief Scientific Officer, Baylor College of Medicine’s Translational Research Institute for Space Health.