Seekor Monyet Cekatan Menggunakan Lengan Robot untuk Mengambil Buah Stroberi
Dipakaikan Lengan Robot, Monyet ini Bisa Ambil Buah Stroberi dengan Cekatan
Diperlihatkan melalui video demonstrasi saat acara forum teknologi di Beijing, China.
Seekor Monyet Cekatan Menggunakan Lengan Robot untuk Mengambil Buah Stroberi
-
Apa yang dilakukan robot ini? Selain mengemudikan robot, implan otak dapat membantunya menghindari rintangan, melacak target, dan mengatur penggunaan lengannya untuk menggenggam sesuatu.
-
Bagaimana robot itu 'bunuh diri'? Penduduk setempat bahkan mengatakan robot itu melompat ke bawah. Meskipun alasan perilaku robot tidak diketahui, hal ini sedang diselidiki.
-
Siapa yang mengembangkan robot ini? Para peneliti di Universitas Tianjin di Tiongkok telah menciptakan robot yang dikendalikan oleh sel otak manusia.
-
Bagaimana robot ini dikendalikan? Sel induk yang ditakdirkan untuk menjadi bagian dari otak manusia digunakan untuk mengembangkan robot ini.
-
Apa yang membuat robot bisa berjalan seperti manusia? Analisis intensif terhadap sirkuit saraf ini, khususnya yang mengendalikan otot-otot pada fase mengayun kaki, mengungkap elemen penting dari strategi efiisiensi energi.
-
Bagaimana robot bisa berjalan seperti manusia? Sebuah kelompok peneliti dari Sekolah Pascasarjana Teknik Universitas Tohoku telah mereplikasi jalan robot mirip manusia. Mereka menggunakan model muskuloskeletal – yang dikendalikan oleh metode kontrol refleks yang mencerminkan sistem saraf manusia.
Pada forum teknologi di Beijing minggu lalu, sebuah perusahaan China memperkenalkan produk dalam negeri antarmuka otak-komputer yang mengesankan.
Melalui teknologi ini, seekor monyet berhasil mengendalikan lengan robot hanya dengan menggunakan pemikirannya.
Video demonstrasi menampilkan monyet tersebut dengan mahir menggunakan antarmuka untuk menggerakkan lengan robot dan meraih stroberi.
Sistem ini dikembangkan oleh NeuCyber NeuroTech dan Chinese Institute for Brain Research, melibatkan penggunaan filamen elektroda lunak yang ditanamkan di otak.
Dilansir dari Wired.com, Jumat (3/5), para peneliti di Amerika Serikat telah menguji sistem serupa pada orang-orang yang lumpuh, memungkinkan mereka untuk mengendalikan lengan robot.
- 8 Robot Canggih Ini Bisa Bikin Pengangguran Makin Banyak
- Belum Ada Robot Secanggih Apapun Bisa Kalah Kecepatan Lari Hewan
- Dunia Makin Canggih! Robot Kembaran Ini Bisa Jadi Solusi Bantu Selesaikan Pekerjaan yang Numpuk
- 90 Tahun Lalu Ilmuwan Pernah Buat Robot yang Benar-benar Persis Gajah, Ini Wujudnya
Namun, keberhasilan demonstrasi Tiongkok menyoroti kemajuan mereka dalam teknologi antarmuka otak-komputer, menempatkan mereka dalam persaingan dengan negara-negara barat.
Antarmuka otak-komputer (BCI) merupakan teknologi yang mengumpulkan dan menganalisis sinyal otak untuk mengontrol perangkat eksternal, seperti lengan robot, keyboard, atau ponsel cerdas.
Di Amerika, startup-startup seperti milik Elon Musk, Neuralink, berupaya untuk mengkomersialisasikan teknologi ini.
William Hannas, seorang analis di Pusat Keamanan dan Teknologi Berkembang Universitas Georgetown, menyatakan bahwa China sedang mengejar ketertinggalannya dari Amerika Serikat dalam hal teknologi BCI.
Hannas mengatakan bahwa Tiongkok biasanya tertinggal dalam pengembangan BCI invasif yang ditanamkan di otak, namun fokusnya pada teknologi non-invasif juga memberikan kemajuan signifikan, terutama dalam aplikasi medis.
Namun, perhatian Tiongkok pada BCI non-invasif untuk tujuan nonmedis menimbulkan kekhawatiran.
Pedoman etika yang dikeluarkan oleh Partai Komunis Tiongkok di Februari 2024 menyatakan bahwa peningkatan kognitif bagi orang sehat adalah tujuan penelitian yang sah dalam BCI. Hal tersebut menunjukkan bahwa China sedang mempertimbangkan penggunaan teknologi BCI secara luas dalam masyarakat.
Aplikasi nonmedis ini mengacu pada BCI yang dikenakan, seperti headset EEG yang ditempatkan di kulit kepala.
Namun, sinyal listrik dari kulit kepala lebih sulit untuk ditafsirkan dibandingkan dengan sinyal otak, sehingga upaya besar dilakukan di Tiongkok untuk meningkatkan analisis sinyal otak dengan menggunakan teknik pembelajaran mesin.
Beberapa perusahaan AS juga mengembangkan BCI yang dikenakan dengan tujuan peningkatan kognitif.
Namun, ada perbedaan dalam pendekatan antara AS dan Tiongkok terhadap penelitian BCI.
Tiongkok cenderung menghubungkan penelitian BCI dengan kepentingan militer dan komersial, sementara AS lebih berfokus pada aplikasi klinis dan penelitian dasar.
Perkembangan awal dalam penerapan BCI dapat memiliki dampak besar pada keamanan nasional AS, terutama jika teknologi ini digunakan untuk meningkatkan kinerja militer.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa AS tertinggal dalam perlombaan teknologi BCI yang dapat berdampak pada keunggulan mereka dalam keamanan nasional.