Kronologi Kasus Guru Supriyani, dari Tuduhan Penganiayaan Anak Polisi hingga Serangan Mobil Misterius
Kasus Supriyani, guru SD di Konawe Selatan, belum tuntas dan kini memasuki tahap baru yang menarik perhatian publik.
Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, terlibat dalam kasus hukum yang mengejutkan masyarakat. Ia dilaporkan oleh orang tua siswa yang juga merupakan anggota kepolisian dengan tuduhan melakukan penganiayaan pada bulan April 2024.
Kasus ini terus berlanjut di pengadilan dan menarik perhatian publik ketika Supriyani akhirnya ditangkap oleh pihak kejaksaan. Proses hukum yang berlangsung dalam kasus ini memicu kontroversi, mulai dari dugaan pelanggaran kode etik hingga isu permintaan uang damai.
- Usai Cabut Surat Perdamaian dengan Keluarga Polisi, Guru Supriyani Disomasi Pemkab Konsel
- Tersandung Tuduhan Penganiayaan Anak Polisi, Siapa Sebenarnya Sosok Guru Supriyani?
- VIDEO: Kronologi Kasus Guru Supriyani di Konawe Ditahan Usai Dituduh Aniaya Murid Anak Polisi
- Kronologi Siswi SD Tewas Usai Pankreas Pecah karena Jatuh Diduga Dibully Teman
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, menekankan adanya indikasi kriminalisasi dalam kasus ini, yang mencuatkan benturan kepentingan karena pelapor memiliki jabatan sebagai anggota kepolisian. Lantas, bagaimana sebenarnya kronologi lengkap dari kasus ini sehingga menjadi sorotan di tingkat nasional?
1. Awal Kasus: Laporan Orang Tua Murid
Peristiwa ini dimulai pada 25 April 2024, ketika Aipda Wibowo Hasyim, seorang anggota kepolisian yang juga merupakan orang tua dari seorang siswa kelas 1 di SDN 4 Baito, melaporkan Supriyani ke Polsek Baito dengan tuduhan penganiayaan.
Menurut penjelasan Aipda Wibowo, laporan tersebut diajukan setelah sang ibu korban menemukan bekas luka memar di paha belakang anaknya. Di sisi lain, Supriyani membantah semua tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa ia tidak pernah mengajar di kelas anak tersebut serta tidak memiliki interaksi langsung dengan siswa itu.
2. Penahanan Supriyani dan Viral di Media Sosial
Setelah melalui proses hukum yang panjang, kasus ini memasuki fase baru pada tanggal 16 Oktober 2024, saat Supriyani resmi ditangkap oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan dipindahkan ke Lapas Perempuan Kendari. Penahanan ini memicu banyak diskusi di media sosial, terutama setelah sejumlah pihak mulai mempertanyakan pentingnya penahanan dalam kasus yang berkaitan dengan tuduhan penganiayaan terhadap seorang guru.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa proses hukum yang dilakukan telah mengikuti prinsip keadilan. Namun, tindakan tersebut mendapat kritik dari Supriyani dan beberapa tokoh publik yang merasa bahwa penahanan ini tidak seharusnya terjadi. "Proses hukum ini sudah dijalankan dengan prinsip keadilan," ujar pihak kepolisian, namun pernyataan ini tidak menghentikan perdebatan di kalangan masyarakat.
3. Eksepsi di Pengadilan dan Tuntutan Kuasa Hukum
Pada sidang yang berlangsung pada 28 Oktober 2024 di Pengadilan Negeri Andoolo, tim pengacara Supriyani mengajukan eksepsi dan menolak surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diwakili oleh Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna, menyatakan penolakan terhadap eksepsi dari kuasa hukum Supriyani, karena dianggap tidak berhubungan dengan inti perkara.
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengungkapkan bahwa proses hukum yang sedang berlangsung mengandung pelanggaran etika, mengingat pelapor dan penyidik berasal dari institusi yang sama, yaitu Polsek Baito. Andre juga menambahkan bahwa terdapat dugaan permintaan uang damai sebesar Rp50 juta dari pihak korban kepada Supriyani, yang ia anggap sebagai praktik yang melanggar prosedur hukum yang berlaku.
4. Pemeriksaan Terhadap Penyidik dan Desakan Restorative Justice
Ahmad Sahroni, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI, memberikan tanggapan mengenai penanganan kasus ini. Ia menekankan pentingnya Propam Polda Sultra untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik kasus ini dengan cara yang objektif dan tanpa adanya intervensi. "Propam harus konkret, harus ada tindakan, jangan cuma sekedar jadi tempat mengungkap kronologi," ungkap Sahroni pada Selasa (29/10/2024).
Lebih lanjut, Sahroni juga mendorong agar opsi restorative justice menjadi prioritas utama untuk mencegah terjadinya kriminalisasi yang berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa ia sangat peduli terhadap perlunya keadilan yang lebih manusiawi dalam penanganan kasus-kasus yang ada. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat tercipta solusi yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat.
5. Dugaan Penembakan Mobil Dinas Usai Persidangan
Belakangan ini, muncul isu mengenai dugaan penembakan yang menimpa kendaraan dinas Camat Baito, yang saat itu ditumpangi oleh Supriyani setelah menghadiri sidang. Kombes Iis Kristian, Kepala Bidang Humas Polda Sultra, mengungkapkan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan oleh Tim Labfor yang berasal dari Makassar. Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak cepat terprovokasi oleh informasi yang beredar dan menunggu hasil dari investigasi yang sedang dilakukan.
6. Apakah kasus ini layak diselesaikan secara restorative justice?
Restorative justice dinilai cocok untuk diterapkan pada kasus-kasus yang tidak terlalu serius atau yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, pendekatan ini harus didasarkan pada kesepakatan dari kedua belah pihak tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Dalam konteks kasus Supriyani, beberapa tokoh masyarakat merekomendasikan penggunaan restorative justice agar proses hukum tidak berlanjut ke tahap yang lebih jauh.
7. Mengapa Supriyani ditahan di tengah kontroversi bukti yang ada?
Berdasarkan keputusan dari pihak kejaksaan, penahanan Supriyani dilakukan karena berkas perkara yang dinilai sudah lengkap. Namun, keputusan ini memicu berbagai pendapat di masyarakat, di mana sebagian orang menganggap bahwa penahanan tersebut merupakan tindakan yang berlebihan untuk kasus penganiayaan yang melibatkan seorang murid.
8. Apakah ada dugaan pelanggaran dalam penanganan kasus ini?
Pengacara Supriyani mengungkapkan bahwa telah terjadi pelanggaran etika dalam penanganan kasus ini. Hal ini disebabkan oleh dugaan adanya benturan kepentingan antara pihak pelapor dan penyidik, yang diketahui berasal dari kantor yang sama.