Aturan Zonasi Penjualan Rokok, Pengusaha Ritel: Multitafsir dan Tak Mudah Dilaksanakan
Sejak 12 tahun lalu, sektor pertembakauan sudah sepakat dan disiplin menjalani implementasi aturan mengenai pengamanan zat adiktif.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menyayangkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Menurutnya, pelaksanaan PP ini justru mematikan kegiatan ekonomi masyarakat.
- Aturan Baru Larang Jualan Rokok Dekat Sekolah, Pengusaha Warung Kelontong Protes Begini
- Ada Aturan Zonasi Penjualan Rokok, Pedagang Cemas Omzet Anjlok
- Pedagang Ritel Tak Setuju Aturan Larang Penjualan Rokok Ketengan, Ini Sederet Alasannya
- Penjualan Rokok Ketengan Bakal Dilarang, Pedagang Ritel Beri Tanggapan Begini
PP Kesehatan yang disusun berlandaskan pendekatan omnibus ini dinilai mencampuradukkan sektor kesehatan dan ekonomi, seperti terkait pengaturan penjualan produk tembakau. Seperti yang tercantum dalam pasal 434 ayat (1) huruf c yang mencantumkan larangan menjual produk tembakau secara eceran satuan per batang.
Selain itu, pasal 434 ayat (1) huruf e menambahkan pengaturan bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
"Kesehatan dan ekonomi dua hal berbeda. Ekonomi berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, upaya masyarakat mencari nafkah bagi keluarga dan anak-anaknya, termasuk pedagang dan pelaku usaha. Jadi tidak bisa, seolah-olah dalam kebijakan, kesehatan harus menang, ekonomi kalah, atau sebaiknya," ujar Roy, dilansir dari Liputan6.com, Minggu (4/8).
Roy juga mempertanyakan implementasi PP Kesehatan, terutama terkait zonasi pelarangan penjualan sejauh 200 meter.
"Bagaimana pelaksanaannya? Bagaimana mengukurnya, mau pakai meteran? Apakah Satpol PP-nya turun ke lapangan, ngukur pakai meteran? Begitu juga dengan defenisi tempat pendidikan yang sangat luas, apakah termasuk tempat kursus balet, kursus/bimbingan belajar, narasinya tidak spesifik," paparnya.
Dengan demikian, Roy beranggapan bahwa pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP Kesehatan ini akan multitafsir dan dapat menjadi pasal karet karena tidak mudah dilaksanakan.
Menurut Roy, sejak 12 tahun lalu, sektor pertembakauan sudah sepakat dan disiplin menjalani implementasi aturan mengenai pengamanan zat adiktif yang tercantum dalam PP No 109 Tahun 2012, Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Baginya, yang menjadi urgensi saat ini adalah penertiban rokok ilegal.
Roy pun berharap pemerintah tidak mematikan ekonomi masyarakat dengan disahkannya PP Kesehatan ini.
"Kami sudah menaati, mulai dari pembatasan iklan, kami juga patuh menjual rokok untuk usia dewasa. Lah, kenapa sekarang ditambah pasal karet ini, yang ujungnya juga tidak dapat menjamin hilangnya rokok ilegal? Sejak awal kami tidak pernah dilibatkan, tidak diajak bicara dan tidak tahu menahu soal sosialisasi peraturan ini," tandasnya.