DPR wacanakan tarif pajak e-commerce flat, 2-3 persen
Dimasukkan dalam revisi UU ketentuan umum perpajakan.
Dewan Perwakilan Rakyat menyebut pajak ekonomi digital bakal dimasukkan dalam revisi undang-undang ketentuan umum perpajakan (KUP). Rencananya, industri perdagangan elektronik atau e-commerce bakal dikenakan pajak dengan tarif datar.
"Tarif pajak e-commerce diwacanakan akan dikenakan tarif flat semisal 2-3 persen," kata Donny Priambodo, Anggota Komisi XI DPR-RI, dalam siaran pers, Senin (15/5).
-
Apa perbedaan utama antara e-commerce dan marketplace? Meskipun keduanya seringkali digunakan secara bergantian, namun sebenarnya ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.
-
Siapa yang melakukan riset tentang kepuasan berbelanja online di e-commerce? Melihat situasi pasar digital di awal tahun 2024 yang terus bergerak mengikuti perkembangan kebutuhan dan preferensi masyarakat, IPSOS melakukan riset dengan tajuk ”Pengalaman dan Kepuasan Belanja Online di E-commerce”.
-
Kapan pajak anjing diterapkan di Indonesia? Aturan pajak untuk anjing pernah diterapkan di Indonesia, saat masa kolonialisme Belanda.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
-
Dimana pajak anjing diterapkan di Indonesia? Kebijakan ini terdapat di banyak daerah seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Mojokerto.
-
Apa saja tanda-tanda yang menunjukkan bahwa sebuah ulasan produk di e-commerce adalah palsu? Ulasan produk palsu biasanya ditulis dalam bentuk singkat, tidak jelas, dan tidak menjelaskan detail kegunaan produk yang dijual. Hal ini terlihat dari kalimat yang biasa dipakai yaitu “saya akan merekomendasikan” dan “produk ini sangatlah hebat.” Pertanda lain dari ulasan palsu adalah adanya antusiasme yang berlebih dan hiperbola dalam menjelaskan suatu produk yang dibeli. Biasanya hal ini terjadi pada peralatan dapur atau barang elektronik. Selain itu, tanda ulasan palsu lainnya adalah biasanya reviewer ini berasal dari orang yang tidak tinggal di negara tersebut.
Menurutnya, pajak ekonomi digital sudah sejak lama menjadi pembicaraan di komisi keuangan dan perbankan DPR. Namun, tertunda lantaran prioritas beralih ke pembahasan terkait rancangan UU Tax Amnesty.
"Regulasi yang sekarang diberlakukan untuk e-commerce belum meng-cover aturan hulu dan hiilir industri ekonomi digital."
Saat ini, pungutan untuk industri e-commerce saat ini masih berlandaskan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE/62/PJ/2013. Berdasarkan beleid itu, perusahaan e-commerce dibebankan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pajak untuk usaha rintisan (start-up).
"Lebih baik dimasukan dalam UU, bahwa e-commerce dikenakan pajak yang diatur tarifnya oleh dirjen pajak."
Data statistik e-marketer menyebut, pada 2016, jumlah konsumen e-commerce mencapai 8,6 juta. Tumbuh ketimbang dua tahun sebelumnya, 7,9 juta konsumsn (2016) dan 5,9 juta (2015).
"Begitu masif industri e-commerce tanah air didorong oleh pasar dalam negeri yang sangat luas dengan jumlah penduduknya sebanyak 250 juta jiw," katanya.
Adapun nilai transaksi mencapai USD 4,89 miliar atau setara Rp 68 triliun pada 2016. Naik USD 1 miliar ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai USD 3,56 miliar.
"Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat mengingat generasi Z yang sudah sangat akrab dengan gawai akan mendorong pesatnya pertumbuhan industri e-commerce," katanya.
"Hingga 2020 mendatang, nilai ekonomi digital diprediksi bisa mencapai USD 130 miliar, setara 11 persen dari total produk domestik bruto nasional."
Mengacu pada UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada 2020, potensi penerimaan negara dari industri e-commerce sebesar 10 persen dari nilai ekonomi digital, yakni USD 13 miliar.
"Angka tersebut masih perhitungan kasar saja sebab kedepannya industri ekonomi digital mendapatkan keistimewaan. Tarif pajak akan dibuat menurut tingkat keekonomisan harga objek pajak di pasaran," katanya.
"Hal ini dilakukan supaya industri ekonomi digital dalam negeri tidak kehilangan daya saing dibanding perusahaan serupa dari luar negeri."
(mdk/yud)