Banting Tulang Kerja 104 Hari Cuma Libur Sehari, Pria Ini Meninggal karena Rusak Organ Tubuh Akibat Sering Lembur
Seorang pekerja di China meninggal setelah 104 hari bekerja tanpa henti hanya libur satu hari.
Budaya gila kerja di China kembali menjadi sorotan setelah seorang pria 30 tahun di sebelah timur China meninggal karena kerusakan organ tubuh setelah 104 hari bekerja tanpa henti dengan cuma libur sehari.
Pengadilan di Provinsi Zhejiang memutuskan perusahaan tempat pria itu bekerja 20 persen bertanggung jawab atas kematian pekerja. Demikian dilaporkan harian Guangzhou.
Pengadilan menyatakan pria bernama A'bao mengalai sejumlah kegagalan organ akibat infeksi pneumokokus, yang sering dikaitkan dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Dilansir South China Morning Post, Sabtu (7/9), insiden ini memicu polemik di China dan mengungkit lagi persoalan bagaimana perusahaan di negeri itu memperlakukan pekerjanya.
Februari tahun lalu A'bao menandatangani kontrak kerja sebagai pelukis untuk perusahaan itu (tidak disebutkan namanya di pengadilan). Kontrak itu seharusnya berakhir hingga Januari tahun ini. Dia ditugaskan mengerjakan proyek di Zhoushan di Provinsi Zhejiang, sebelah timur China.
A'bao bekerja setiap hari selama 104 hari dari Februari hingga Mei tahun lalu setelah menandatangani kontrak dengan hanya libur satu hari pada 4 April. Pada 25 Mei itu mengajukan izin karena sakit dan seharian itu dia hanya beristirahat di asrama.
Pada 28 Mei kondisi A'bao memburuk dengan cepat. Dia kemudian dilarikan ke rumah sakt oleh rekan kerjanya. Dia kemudian didagnosa mengalami infeksi paru dan gagal napas. Dia meninggal pada 1 Juni.
Kelalaian perusahaan
Selama penyelidikan penyebab kematiannya, petugas Dinas Sosial mengatakan karena penyakit dan kematian A'bao sudah melewati 48 jam dari saat dia izin sakit maka kematiannya tidak bisa dikategorikan akibat pekerjaan.
Keluarganya kemudian menggugat perusahaan dan menuntut ganti rugi dengan alasan kematian A'bao karena kelalaian perusahaan.
Sebagai tanggapan, perusahaan mengatakan volume kerja A'bao masih wajar dan waktu lemburnya sebetulnya bersifat sukarela. Mereka kemudian menyebut kematian A'bao adalah akibar dari masalah kesehatan yang dia derita sebelumnya dan dia tidak mengobati sakitnya sampai kondisinya memburuk.
Pengadilan memutuskan A'bao yang bekerja selama 104 hari berturut-turut adalah pelanggaran terhadap undang-undang tenaga kerja di China yang mengatur bahwa pekerja maksimal hanya boleh bekerja 8 jam sehari dan 44 jam per pekan.
Pengadilan juga menyatakan perusahaan melanggar undang-undang tenaga kerja sehingga menyebabkan kondisi A'bao memburuk sampai meninggal. Perusahaan bertanggung jawab 20 persen terhadap kematian A'bao.
Pihak pengadilan memutuskan keluarga 'Abao berhak mendapat ganti rugi sebesar 400.000 yuan atau Rp 872 juta, termasuk 10.000 yuan dampak emosional akibat kematian A'bao.
Pihak perusahaan menyatakan banding atas keputusan pengadilan itu tapi kemudian pengadilan Zhoushan menguatkan keputusan itu pada Agustus.
Kasus ini memicu perdebatan di media sosial China.
"Yang bikin tambah parah perusahaan mengajukan banding atas putusan pertama. Artinya mereka tidak punya simpati, rasa kemanusiaan atau tidak bercermin," kata seorang pengguna dunia maya.