NASA Temukan Keanehan di Planet Jupiter, Ada Sesuatu yang Bergoyang Seperti Agar-Agar
Teleskop Hubble mengamati badai tersebut selama 90 hari.
Teleskop Luar Angkasa Hubble milik NASA menemukan keanehan pada Bintik Merah Besar (Great Red Spot/GRS) di permukaan Jupiter. Astronom telah mengamati GRS yang juga disebut badai siklon terbesar di alam semesta ini selama lebih dari 150 tahun. Baru-baru ini, mereka menemukan badai ini tidak stabil.
Dilansir laman NASA, Senin (24/10), teleskop Hubble melakukan pengamatan terhadap badai tersebut selama 90 hari, dari Desember 2023 sampai Maret 2024. Hasil pengamatan menunjukkan, GRS tidak sekuat yang terlihat. Data terbaru mengindikasikan GRS bergoyang-goyang seperti agar-agar.
-
Apa wujud yang ditangkap di Jupiter? Pesawat luar angkasa NASA menangkap 'wajah yang menyeramkan' saat melewati Jupiter.
-
Apa yang menjadikan Jupiter unik? Salah satu ciri khas Jupiter yang paling terkenal adalah Bintik Merah Raksasa, sebuah badai besar yang telah berputar di atmosfer Jupiter selama ratusan tahun.
-
Apa yang menyebabkan rotasi Jupiter sangat cepat? Dilansir dari Science Focus, Kamis (13/6), selama proses pembentukan, Jupiter mengumpulkan lebih banyak material dari piringan protoplanet dibandingkan dengan planet lain.
-
Mengapa Jupiter memiliki rotasi sangat cepat? Raksasa gas seperti Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus memiliki massa yang sangat tinggi. Massa yang besar ini menyebabkan mereka berotasi dengan cepat. Di antara mereka, Jupiter menjadi yang paling masif dan karenanya memiliki laju rotasi tercepat.
-
Bagaimana Jupiter berputar lebih cepat dibandingkan planet lain? Saat planet-planet terbentuk dari piringan material yang mengelilingi Matahari, mereka mempertahankan momentum sudut. Prinsip ini dapat dianalogikan dengan seorang skater yang menarik lengannya ke arah tubuhnya untuk berputar lebih cepat. Begitu juga dengan protoplanet yang berputar lebih cepat saat mereka berkontraksi di bawah pengaruh gravitasi.
-
Bagaimana aurora Jupiter terbentuk? Berbeda dengan aurora di Bumi yang muncul akibat badai Matahari, aurora Jupiter bersifat permanen. Di Bumi, aurora paling intens muncul ketika badai Matahari terjadi, di mana partikel bermuatan menghujani atmosfer atas, menyebabkan gas di atmosfer bersinar dalam warna merah, hijau, dan ungu. Namun, Jupiter memiliki sumber tambahan untuk auroranya, karena medan magnet yang kuat dari planet gas raksasa ini menarik partikel-partikel bermuatan dari sekitarnya, tidak hanya dari angin matahari, tetapi juga dari partikel yang dikeluarkan oleh Io, salah satu satelit alami Jupiter yang memiliki banyak gunung berapi besar.
Kombinasi gambar yang diambil Hubble memungkinkan astronom untuk membuat film waktu tentang perilaku GRS yang bergetar. Film time-lapse ini menunjukkan, GRS mengalami osilasi berbentuk elips, bergerak seperti semangkuk gelatin. Para astronom mengukur ukuran, bentuk, kecerahan, warna, dan vortisitas GRS selama siklus osilasi penuh.
NASA memanfaatkan resolusi tinggi Hubble untuk mengamati detail GRS. Mereka menemukan perubahan bentuk dan warna GRS dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan di The Planetary Science Journal. Meskipun badai ini telah ada selama hampir dua abad, ilmuwan masih terus menemukan fakta-fakta baru tentang GRS.
Selain itu, ada penelitian lain yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan menggunakan teleskop luar angkasa James Webb. Penelitian yang diterbitkan pada 27 September 2024 di Journal of Geophysical Research: Planets mengungkapkan, pusat GRS memiliki suhu yang rendah, yang menyebabkan amonia terkondensasi di dalam mata badai dan membentuk awan tebal. GRS adalah antisiklon yang bergerak berlawanan arah jarum jam.
Menurut laman Space. badai ini memiliki ukuran yang sangat besar, bahkan Bumi dapat masuk ke dalamnya. GRS ini telah teridentifikasi sejak 350 tahun lalu oleh astronom Italia, Giovanni Cassini. Pada abad ke-20, para astronom mulai berteori bahwa badai ini merupakan fenomena yang dihasilkan oleh atmosfer Jupiter. Badai tersebut terus bergolak dan bergerak dengan cepat.
Kekuatan Badai
Sebagai perbandingan, badai terkuat dan terbesar yang pernah tercatat di Bumi adalah badai yang membentang sejauh 1.609 km dengan kecepatan angin mencapai 322 km/jam. Di sisi lain, badai di Jupiter dapat mencapai kecepatan maksimum hingga 644 km/jam.
Menariknya, badai ini telah ada di Jupiter selama setidaknya 150 tahun, mungkin bahkan lebih. GRS di planet Jupiter merupakan badai antisiklon yang berputar berlawanan arah jarum jam dan memiliki tekanan udara di pusatnya lebih tinggi dibandingkan dengan sekitarnya.
Penyebab bintik merah Jupiter melibatkan beberapa faktor, termasuk komposisi planet raksasa ini. Jupiter sendiri berukuran sekitar seribu kali lebih besar dari Bumi, namun sebagian besar terdiri dari gas. Tidak seperti Bumi, Jupiter tidak memiliki permukaan padat yang dapat melemahkan badai.
GRS juga bertahan lebih lama dibandingkan badai lainnya di Jupiter karena posisinya yang terjebak di antara dua aliran kuat yang bergerak berlawanan arah. Para ilmuwan menggambarkan badai ini seperti roda berputar yang terjepit di antara dua ban berjalan yang bergerak berlawanan.
GRS Mengecil
Pada akhir abad ke-19, GRS di Jupiter memiliki ukuran sekitar empat kali lipat dari Bumi. Ketika pesawat luar angkasa Voyager 2 melintasi Jupiter pada 1979, badai tersebut telah menyusut menjadi sekitar dua kali ukuran Bumi.
Meskipun telah berlangsung lama, GRS terus mengalami penyusutan. Saat ini, ukurannya sekitar 1,3 kali ukuran Bumi. Beberapa ilmuwan meyakini badai ini akan terus menyusut dan mungkin akan menghilang.
Dengan dukungan foto-foto terbaru dan data dari wahana antariksa Juno milik NASA, para ilmuwan masih terus melakukan penelitian tentang Jupiter dan GRS. Selain itu, beberapa ilmuwan berusaha memahami penyebab warna merah pada badai Jupiter tersebut. Teori yang paling umum menyatakan. warna merah pada GRS berasal dari senyawa kimia kompleks yang terbentuk akibat interaksi sinar matahari dengan atmosfer Jupiter. Warna ini dapat bervariasi dari merah cerah hingga oranye tua.