Asal Usul Si "Dutch Wife" yang Selalu Dipeluk saat Tidur
Pada masa kolonialisme Belanda, bantal guling dikenal dengan istilah "dutch wife",
Asal Usul Si "Dutch Wife" yang Selalu Dipeluk saat Tidur
Istilah "Dutch Wife"
Pada masa kolonialisme Belanda, bantal guling dikenal dengan istilah "dutch wife", yang secara etimologi memiliki arti istri Belanda. Disebut seperti itu, karena bantal guling merupakan sebuah produk yang bisa menyalurkan hasrat serdadu maupun pejabat Belanda ketika tidak bertemu dengan wanita Eropa.
Dalam buku Seabad Grand Hotel Pranger, 1897-1997 karya Haryoto Kunto & Deddy H., sebagian orang Belanda memanfaatkan guling untuk melepas kerinduan terhadap pasangan di negeri Belanda. Lantas, lewat bantal guling mereka kemudian berfantasi seakan-akan benda tersebut merupakan wanita yang dicintainya.
-
Siapa yang diduga menghuni rumah Belanda? Menurut warga sekitar, rumah tersebut posisinya menghadap ke arah Situ Patenggang. Dulunya rumah ini ditinggali oleh keluarga Lugten.
-
Siapa yang mencium kening istrinya di Tepok Bulu? Dalam momen setelah kalah tanding, Duta mendekati istri tercintanya. Dengan penuh kasih sayang, ia memeluk dan mencium kening sang istri yang selalu memberikan dukungan.
-
Apa yang dilakukan istri? Dia memukul tangan suaminya yang sedang memegang mikrofon. Si suaminya akhirnya turun sambil menggandeng anaknya.Anaknya yang menyaksikan aksi sang ibu terlihat syok di bawah panggung.
-
Mengapa Duta mencium kening istrinya? Dengan penuh kasih sayang, ia memeluk dan mencium kening sang istri yang selalu memberikan dukungan.
-
Siapa yang dipeluk Jeje? Setelah Dikritik karena Meninggalkan Suami yang Terpuruk Usai Kehilangan Ibu, Syahnaz Sadiqah Akhirnya Kembali dan Memeluk Jeje Govinda Dalam suasana duka yang masih menyelimuti, Jeje Govinda tak lupa berbagi foto kenangan bersama ibunda tercintanya di masa lalu melalui Instagram Story.
“Bagi pemuda dan pria Belanda yang tinggal di Nusantara, meninggalkan kekasih atau istrinya jauh di negeri Belanda sana, mereka mengobati rasa rindunya dengan cepat berangkat tidur, mengkhayal, seraya memeluk guling erat-erat,”
Seabad Grand Hotel Pranger, 1897-1997.
Kisah Pramoedya Tentang Guling di Tetralogi Pulau Buru
Sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer juga menulis kisah tentang guling dalam novel Tetralogi Pulau Buru-nya, di buku Jejak Langkah yang dirilis pada tahun 1985. Di sana, Pram menggambarkan percakapan yang jenaka antar sesama mahasiswa kedokteran di sekolah Dokter Jawa, School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA).
Bangganya Soekarno Terhadap Bantal Guling
“Manusia Indonesia hidup dengan getaran perasaan. Kamilah satu‐satunya bangsa di dunia yang mempunyai sejenis bantal yang dipergunakan sekedar untuk dirangkul. Di setiap tempat‐tidur orang Indonesia terdapat sebuah bantal sebagai kalang hulu dan sebuah lagi bantal kecil berbentuk bulat‐ panjang yang dinamai guling. Guling ini bagi kami gunanya hanya untuk dirangkul sepanjang malam."