Banjir Darah di Parentas
Merdeka.com - Dianggap sebagai desa yang tidak patuh pada aturan DI/TII, 51 penduduk di kaki Gunung Galunggung itu dibantai secara brutal.
Penulis: Hendi Jo
Rabu, 16 Agustus 1961. Malam itu suasana di Desa Parentas, Kecamatan Cigalontang, Tasikmalaya, penuh suka cita. Kaum lelaki sibuk membuat persiapan pesta hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-16 untuk besok hari-nya. Sementara para ibu meninabobokan anak-anaknya.
-
Siapa yang membantai warga Tionghoa di Kali Angke? Merujuk laman Kelurahan Angke, sungai ini rupanya identik dengan kasus pembantaian terbesar etnis Tionghoa oleh pasukan VOC.
-
Kenapa Belanda membantai rakyat Sulawesi Selatan? Upaya Merebut Wilayah Nusantara Melansir dari kanal Liputan6.com, kejadian ini bermula ketika Belanda berupaya untuk merebut kembali wilayah kedaulatan Indonesia pada tahun 1940-an yang disebut dengan 'tindakan pengawasan' terhadap 'teroris' dan 'ekstrimis' nasionalis.
-
Kenapa Desa Legetang dikaitkan dengan azab? Masyarakat di Desa Legetang juga dikaitkan dengan cerita tersebut karena dianggap melakukan perbuatan maksiat yang serupa. Desa Legetang juga terkenal dengan kegiatan perjudian, pentas Lengger, perzinaan, dan berbagai bentuk kemaksiatan lainnya.
-
Kenapa Gunung Padang dikubur? Yang lebih membingungkan lagi adalah kenyataan bahwa situs tersebut tampaknya sengaja dikuburkan beberapa kali, 'mungkin untuk menyembunyikan identitas aslinya demi tujuan pelestarian'.
-
Siapa yang dimusnahkan oleh petani-pemukim? Sebuah studi baru mengungkap bahwa bangkitnya pertanian ini sebenarnya menyebabkan genosida tragis terhadap populasi pemburu-nomaden yang dimusnahkan oleh para petani-pemukim dalam beberapa generasi.
-
Siapa yang melakukan eksekusi di Kampung Gantungan Sirah? Wardiman bercerita, waktu zaman penjajahan Belanda, lokasi kampung itu digunakan sebagai tempat para tentara Belanda melakukan kekerasan terhadap warga pribumi.
Menjelang tengah malam semua persiapan selesai. Semua pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat. Eya yang kebagian piket, melangkah ke arah Kancah Nangkub, sebuah bukit kecil yang dijadikan pos untuk satu seksi pasukan Kodam Siliwangi dari Batalyon 304 pimpinan Letnan Dua Murad.
Baru saja beberapa langkah, dari arah Pasir Kopo terdengar teriakan orang-orang diiringi rentetan tembakan. Ternyata para gerilyawan Tentara Islam Indonesia (TII). Mereka menyasar pos tentara. Sadar mendapat serangan, brengun dari pihak anak buah Letnan Murad pun menyalak. Tetapi pos terlanjur sudah terkepung. Posisi para prajurit pun terjepit.
"Saya langsung menyelamatkan diri ke arah Sampalan, karena mau lari ke pos, jaraknya terlalu jauh," kenang Eya.
Sementara kawan-kawan-nya mengepung pos tentara, sekelompok gerilyawan TII lainnya merambah ke permukiman penduduk yang terletak di satu lembah. Selain menjarah dan membakar rumah-rumah, mereka pun membantai orang-orang Parentas yang ditemui. Tak peduli lelaki-perempuan, tua atau muda. Semua dihabisi.
"Anak kecil dan kakek-kakek juga mereka bunuh," ungkap Eya.
Kasa bin Sukadma termasuk salah satu anak kecil yang akan mereka bunuh malam itu. Ketika gorombolan (sebutan orang Jawa Barat kepada gerilyawan TII) mulai menyerbu, dia lari ke arah rimbunan padi yang sudah menguning dan langsung bertiarap, menyembunyikan diri.
Namun dasar sial, enam gerilyawan TII memeriksa setiap kotak sawah secara teliti. Mereka akhirnya menemukan Kasa dan langsung membacoknya dengan menggunakan sebilah golok panjang.
"Nyawa saya selamat, karena begitu tangan saya putus langsung pingsan dan dianggap sudah mati," ujar lelaki yang saat ini berprofesi sebagai petani itu.
Akibat penyerangan itu, 51 warga Parentas tewas seketika dan ratusan rumah menjadi puing. Rerata orang-orang Parentas yang menjadi korban meninggal akibat dibacok, disembelih atau dilemparkan ke kobaran api.
"Termasuk seorang ibu yang tengah hamil tua," ungkap Kasa.
Pihak tentara sendiri kehilangan 3 prajuritnya. Sementara di pihak gerilyawan DI/TII hanya ditemukan satu orang tewas dengan lubang peluru di kepala. Lantas mengapa Desa Parentas diperlakukan secara kejam oleh para gerilyawan DI/TII?
Menurut Eya itu terjadi karena orang-orang Parentas sudah tidak mau lagi memberikan upeti dan makanan kepada para gorombolan. Selain itu, secara politik orang-orang Parentas juga mayoritas adalah pendukung PNI (Partai Nasional Indonesia) dan Bung Karno, orang yang sangat dibenci oleh DI/TII. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Awal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila.
Baca SelengkapnyaDi balik keasriannya, ada cerita kelam ketika puluhan rumah dibakar paksa oleh pemberontak. Dari 80 rumah yang ditinggali warga, kini tersisa hanya 10 bangunan.
Baca SelengkapnyaHilangnya Desa Legetang menjadi cerita rakyat yang menarik untuk disimak.
Baca SelengkapnyaDalam insiden itu diketahui telah membuat satu orang warga sipil bernama Raden Barus (61) meninggal dunia dan delapan warga lainnya mengalami luka-luka.
Baca SelengkapnyaPasukan elite baret hijau Belanda membantai ratusan warga Rawagede, Karawang. Ini pengakuan saksi tentang kejadian mengerikan itu.
Baca SelengkapnyaViral video kericuhan antara anggota Polresta Padang dengan masyarakat Air Bangis dan Pasaman Barat
Baca SelengkapnyaIa menyebut, dari puluhan prajurit yang diamankan itu nantinya akan dipilah. Hal ini untuk mengetahui siapa yang terlibat langsung dalam kejadian tersebut.
Baca SelengkapnyaPemberontakan ini sebagai bentuk reaksi rakyat terhadap sistem tanam paksa oleh Belanda.
Baca SelengkapnyaKorban terlibat dalam tindakan separatisme dan membakar fasilitas umum di Papua
Baca SelengkapnyaProfil satuan elite TNI AD Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Braja Wijaya yang sedang jadi sorotan.
Baca Selengkapnya74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
Baca SelengkapnyaSelain dua Kepala Desa, 14 warga lainnya juga ditetapkan polisi sebagai tersangka dalam penyerangan warga Desa Ilepati ke Desa Bugalima itu.
Baca Selengkapnya