Siasat Licik PKI Culik Kiai usai Gagal Serang Ponpes Tegalrejo Magetan
Merdeka.com - Teriakan ratusan pasukan Front Demokrasi Rakyat Partai Komunis Indonesia (FDR/PKI) memecah keheningan di Pondok Pesantren Tegalrejo, Magetan. Pesantren tersebut tidak luput dari sasaran pemberontakan PKI di tahun 1948.
"Pondok bobrok, santri mati, langgar bubar" teriak mereka yang berusaha melumpuhkan kekuatan pesantren.
Tidak hanya berteriak, mereka juga mengacungkan senapan, pedang dan senjata lainnya. Orang-orang FDR/PKI mengepung dan menyerang Pesantren Tegalrejo. Namun upaya mereka sia-sia.
-
Siapa yang mendirikan pondok pesantren di Kediri? Kiai nyentrik ini mendirikan pesantren tak jauh dari bekas lokalisasi.
-
Siapa pendiri pondok pesantren Langitan? Jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1852, Kiai Muhammad Nur mendirikan pondok pesantren di Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban.
-
Siapa keturunan Pangeran Diponegoro? Dalam salah satu episode podcast ‘Face to Face’ di kanal YouTube The Leonardo's, Asri Welas mengungkapkan bahwa keturunan tersebut berasal dari Ibunya.
-
Siapa pendiri Kabupaten Ponorogo? Bathara Katong, pendiri kabupaten Ponorogo menipu musuhnya dengan cara cerdik.
-
Dimana Kiai Ageng Besari mendirikan pesantren? Untuk mendukung misi penyebaran agama Islam yang ia lakukan, Kiai Ageng Besari mendirikan Pondok Pesantren Tegalsari atau Gebang Tinatar.
Pesantren Tegalrejo merupakan pesantren tertua di Kabupaten Magetan, yang dirintis oleh sisa-sisa pengikut Pangeran Diponegoro yang enggan tunduk pada Belanda, yakni KH Abdurrahman.
KH Abdurrahman juga adalah guru sekaligus penasihat Pangeran Diponegoro dalam hal Thariqat Sathariyah.
Tegalrejo sendiri pada tahun 1948 hanyalah sebuah pedukuhan kecil seluas 10 hektare dan letaknya 10 kilometer di selatan Takeran.
Tanah di sekitar Tegalrejo adalah tanah yang gersang, tanah babadan yang awalnya merupakan hutan. Sekalipun hanya merupakan pesantren kecil dan kuno, Pesantren Tegalrejo dikenal sebagai tempat orang-orang berilmu, khususnya dalam ilmu kebatinan.
KH Abdurrahman dilahirkan di Pacitan sekitar abad 17 akhir. Buyut-buyutnya adalah Ki Ageng Rendeng dari Kincang Kecamatan Maospati Magetan. Sebelumnya menjadi pengasuh pesantren, KH Abdurrahman sempat menjadi punggawa Kraton Mataram Surakarta, karena pamannya Kanjeng Jimat adalah orang penting di masa itu .
Menjadi pejabat penting di Kraton Surakarta, membuat KH Abdurrahman jenuh. Kemudian pemilik nama asli Bagus Bancalana memutuskan bertapa atau uzlah di Gunung Lawu. Tempat pertapaan itulah yang akhirnya dijadikan tempat semedi para penguasa negeri ini.
"Dan akhirnya setelah bertapa, mendapat petunjuk untuk melakukan dakwah di Tegalrejo Semen Nguntoronadi Magetan seperti yang tertulis di gapuro awal abad 18," kata KH Mohammad Ridlo, Lc, Pengasuh Ponpes Tegalrejo Magetan pada merdeka.com.
KH Mohammad Ridlo, Lc merupakan generasi ke-6 dari KH Abdurrahman alias Nur Bashori/Bagus Bancalana.
"Orang zaman dahulu hal yang biasa apalagi tokoh-tokoh penting, mengubah-ubah nama untuk menghindari musuh," tambah Gus Ridlo, panggilan akrab KH Mohammad Ridlo, Lc.
©2021 Merdeka.com/Imam MubarokMerdeka.com ditemui Gus Ridlo di pendopo bersejarah di mana FDR/PKI pernah menyerang namun gagal. Aura wingitnya pendapa terasa masih menempel di dinding rumah yang berbentuk joglo itu.
Kemudian Gus Ridlo menceritakan kisah kelabu pada hari Sabtu Wage, 18 September 1948. Pesantren Tegalrejo secara diam-diam sudah dikepung FDR/PKI. "Tegalrejo memang menjadi incaran dari PKI sejak lama," kata Gus Ridlo memulai kisah.
Menurut Gus Ridlo dari keterangan pendahulunya, saat PKI mengepung Pondok Tegalrejo mereka menyerang dengan persenjataan lengkap.
"PKI memberondong peluru ke Ndalem (rumah induk) dan Masjid Tegalrejo. Tidak ada yang mempan alias tidak berfungsi. Dan senjata-senjata bisa berfungsi ketika ditembakkan ke arah lain. Tegalrejo dikepung dan diserang tiga kali. Bahkan bekas lemparan senjata itu di antarannya 68 granat tangan yang tidak berfungsi," ungkapnya.
Saat penyerangan terjadi, Kiai Imam Bakin Pengasuh Ponpes Tegalrejo jutru mengajak santri dan jemaah melakukan mujahadah. "Panglima perangnya Ponpes Tegalrejo saat itu adalah KH Imam Muljo dan Kiainya Kiai Imam Bakin. Atas izin Allah, apa yang dilakukan oleh PKI melakukan penyerangan di Tegalrejo gagal total," tambah Gus Ridlo.
Masih menurut Gus Ridlo meski diserang, namun KH Imam Muljo sebagai panglima di Ponpes Tegalrejo selalu melarang warga Tegalrejo untuk menyakiti musuh yakni PKI.
"Waktu itu orang-orang PKI hanya dibentak saja sudah lari. Anehnya, mereka benar-benar lari tunggang langgang. Saat itu pakaian yang digunakan adalah hitam-hitam dengan ikat kepala warna merah," ujar Gus Ridlo yang masih terheranheran dengan kejadian tersebut.
KH Imam Muljo yang sudah tua itu setiap melihat PKI datang selalu memekikkan takbir "Allahu Akbar". Dan bersamaan dengan pekikan takbir itu ratusan orang FDR/PKI langsung roboh dan saling tubruk di antara mereka sendiri. KH Imam Muljo juga melarang santri dan keluarga Ponpes Tegalrejo keluar rumah atau majid.
Namun rupannya ada seorang santri bemama Bedjo melanggar larangan KH Imam Muljo. Ketika itu keluar dari pagar pesantren untuk menyerang orang-orang FDR/PKI. Akhirnya kaki Bedjo terkena tembak. Usai kejadian itu, pasukan FDR/PKI tak lagi berani melakukan penyerangan. Sementara itu, warga pesantren yang melihat granat-granat berserakan segera dikumpulkan.
©2021 Merdeka.com/Imam MubarokMpu Teguh Guno Anom, cicit dari Mpu Guno Sasmito yang memiliki garis keturunan ke Mpu Supondriyo, Mpu Kerajaan Majapahit yang juga turut bersama merdeka.com bertemu Gus Ridlo, mengungkapkan bahwa di Ponpes Tegalrejo memiliki pusaka ampuh yang diberi nama Kanjeng Kiai Sapujagad.
"Pusakannya berupa tombak, adalah yasan/karya dari Mpu Guno Sasmito. Tombak itu kalau diibaratkan secara kasat mata wujudnya seperti api sebesar gerobak dan landeyan (tempat tombaknya) sebesar pohon kelapa," jelas Mpu Teguh Guno Anom kepada merdeka.com.
Setelah gagal menyerang Pesantren Tegalrejo, FDR/PKI hanya berani mengepung. Waktu itu orang-orang FDR/PKI hanya terlihat berkeliaran di sekitar pesantren tanpa ada yang berani bicara.
Kegagalan penyerangan terhadap Ponpes Tegalrejo membuat PKI memutar otak. Salah satunya yakni membuat trik licik yang mereka sebut gencatan senjata untuk membuat perjanjian.
"Karena gagal, akhirnya PKI membuat kelicikan lain. Yakni mengajak Kiai Imam Bakin melakukan kompromi perjanjian gencatan senjata. Tempat yang ditunjuk adalah rumah H Sabir yang sudah dikosongkan karena penghuninya sudah mengungsi di Dusun Baeng Desa Kiringan, Kecamatan Takeran. Gencatan senjata itu disetujui Kiai Imam Bakin Bakin. Karena takut ada apa-apa, Kiai Bakin akhirnya diikuti oleh beberapa orang pentingnya," jelas Gus Ridlo.
©2021 Merdeka.com/Imam MubarokUndangan gencatan senjata ini sempat ditentang oleh KH Imam Muljo sebagai Panglima Ponpes Tegalreo. Akhirnya Kiai Imam Bakin, Kiai Sjamsuddin, Dawud, Djamal, Rukaini, Djalal, Sihabuddin, Kusno, Kalidjo, Djajus, Ngabdan, Pardi, Djurip, Imam Redjo, Kadis, serta Khodim ditahan oleh FDR/PKI .
"Kiai Bakin dan pendereknya sesampai di rumah H Sabir bukan diajak membuat perjanjian, tapi malah ditahan. Setelah ditahan, akhirnya PKI membuat kelicikan lain, yakni mengundang tokoh-tokoh penting Tegalrejo untuk hadir di Baeng yang seakan-akan atas undangan Kiai Imam Bakin. Sampai di Baeng tokoh-tokoh penting Tegalrejo ini akhirnya ikut ditahan. Meski ditahan namun mereka tidak ada yang dibunuh dan diperlakukan layaknya tahanan, sebab orang-orang Tegalrejo sangat sakti-sakti," imbuh Gus Ridlo.
Sepekan lebih orang-orang Pesantren Tegalrejo ditawan di rumah H Sabir. Namun demikian, orang orang FDR/PKI tidak berani mengikat dan berbuat kasar terhadap para tawanan. Rupanya pihak FDR/PKI masih memperhitungkan kemungkinan para tawanan itu akan melawan apabila diperlakukan kasar.
"Setelah sepekan lebih, Khodim mengungkapkan, ada seorang kurir FDR/PKI yang membawa berita bahwa 'Belanda pakai blangkon' (maksudnya tentara Siliwangi) telah menyerang Gorang Gareng. Kurir itu mengatakan bahwa para tawanan sebaiknya dibereskan, sebelum Belanda pakai blangkon datang. Rupanya, para anggota FDR/PKI yang menjaga tawanan itu salah mengartikan sandi-sandi yang disampaikan oleh kurir. Dari tulisan dibereskan berubah menjadi dibebaskan," tutur Gus Ridlo.
Dengan demikian para tawanan benar-benar dibebaskan dan boleh pulang. Gus Ridlo mengungkapkan, yang yang dimaksud dengan 'dibereskan' itu sebenarnya dibunuh. Apalagi di dekat rumah H Sabir PKI saat itu juga sudah menyiapkan lubang pembantaian. Dan karena keliru mengartikan sandi-sandi tersebut, Kurir FDR/PKI itu pun dibunuh sendiri sebagai tebusan.
Hingga akhirnya pemerintah berhasil menumpas FDR/PKI, tidak satu pun warga Pesantren Tegalrejo menjadi korban keganasan FDR/PKI, kecuali Kiai Nurun yang ditangkap pada saat bersama Kiai Imam Mursjid Muttaqin di Takeran.
Kiai Nurun, tokoh dari Pesantren Tegalrejo yang dibunuh oleh FDR/PKI dibuang ke lubang pembantaian Batokan, ketika akan memberi latihan ilmu kanuragan kepada santri-santri di Pesantren Burikan.
Suatu kisah di Batokan menyebutkan, selama beberapa hari setelah Kiai Nurun ditanam, orang melihat tanah di bekas lubang tersebut masih bergerak gerak, tetapi tidak ada orang yang berani menolong karena takut pada FDR/PKI.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tempat sejumlah tokoh besar Indonesia menimba ilmu agama dan pengetahuan umum.
Baca SelengkapnyaPondok pesantren ini pernah beberapa kali menjadi basis perjuangan rakyat melawan penjajah.
Baca SelengkapnyaTrah Kiai Ageng Muhammad Besari yang sudah menyebar ke berbagai daerah. Di antaranya Gontor, Gandu, Coper, Joresan, Lirboyo, Ploso, Jampes, Tremas.
Baca SelengkapnyaKyai Makmur ditembak Belanda karena tidak mau diajak bekerja sama.
Baca SelengkapnyaSelain di Jawa, namanya muncil dalam catatan buku harian seorang syekh di Pulau Pinang
Baca SelengkapnyaTNI versus Tokoh PKI Kebal Peluru, apa yang dilakukan untuk melawan PKI?
Baca SelengkapnyaRatusan massa yang marah merusak seluruh kobong, membakar dua gazebo dan mencari Pimpinan Ponpes dan Padepokan berinisial KH.
Baca SelengkapnyaIbu dari Alam Ganjar tersebut ikut berkecimpung pada organisasi islam, seperti pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama Kabupaten Purbalingga.
Baca SelengkapnyaDalam setiap ceramah dan khotbahnya, ia selalu menentang kebijakan politik Belanda.
Baca SelengkapnyaOrang-orang pertama yang berjasa mengubah hutan jadi permukiman penduduk merupakan para pendakwah Islam
Baca SelengkapnyaSang pendiri, Kiai Nur baru mendirikan surau saat puluhan santri datang untuk berguru padanya.
Baca SelengkapnyaKi Ageng Wonoboyo merupakan sosok yang disegani pada masanya.
Baca Selengkapnya