Dekati Putri Cantik Sang Musuh, Ini Cara Cerdik Bathara Katong Kuasai Kabupaten Ponorogo
Bathara Katong menipu musuh dengan cara unik. Bahkan, sang musuh tidak curiga sama sekali dengan tindakan Bathara Katong.
Bathara Katong, pendiri kabupaten Ponorogo menipu musuhnya dengan cara cerdik.
Dekati Putri Cantik Sang Musuh, Ini Cara Cerdik Bathara Katong Kuasai Kabupaten Ponorogo
Bathara Katong yang memiliki nama asli Lembu Kanigoro merupakan adipati pertama di Ponorogo. Ia adalah putra Prabu Brawijaya V dari selirnya yang beragama Islam, yakni Putri Campa. Semasa kecil, Bathara Katong ndikenal sebagai Raden Joko Piturun atau Raden Harak Kali.
(Foto: justicesyberonline.com)
-
Bagaimana para jawara banten melawan penjajah? Luar biasanya, para jawara tersebut mampu melawan kekuatan senjata berteknologi tinggi Belanda dan Jepang hanya dengan tangan kosong. Mereka sudah terkenal kebal sejak dulu, melalui ilmu tradisional yang digunakan dengan bijak.
-
Bagaimana Anyakrawati menghadapi Pangeran Puger? Menyadari hal itu, Anyakrawati mengangkat kakaknya sebagai Adipati Demak. Meski demikian Pangeran Puger tetap saja memberontak tahun 1602. Perang saudara tak terhindarkan. Akhirnya pada tahun 1605 Pangeran Puger ditangkap dan dibuang ke Kudus.
-
Siapa Ratu terkenal di Jawa? Salah satu tokoh Kerajaan Holing yang mencuri perhatian dunia adalah Ratu Shima.
-
Mengapa Ratu Kalinyamat bermusuhan dengan Portugis? Ratu Kalinyamat bersikap anti terhadap Portugis.
-
Siapa pendiri Kerajaan Banten? Walau sebagai peletak pondasi berdirinya Kerajaan Banten, namun Sunan Gunung Jati diketahui tak pernah menjadi raja di sana hingga wafatnya.
-
Siapa Ratu yang memimpin Kerajaan Kalingga? Ratu Shima dikenal sebagai pemimpin Kerajaan Kalingga sekitar tahun 674 Masehi. Dia berhasil naik tahta setelah suaminya, Raja Kartikeyasinga, wafat. Berkat ketegasannya, Kerajaan Kalingga dikenal di seluruh dunia kala itu.
Murid Wali Songo
Seiring meredupnya Kerajaan Majapahit, Lembu Kenongo berganti nama menjadi Raden Patah dan mendirikan Kesultanan Demak Bintoro, Lembu Kanigoro mengikut jejak kakaknya berguru di bawah bimbingan Wali Songo di Demak.
Kritik di Majapahit
Pernikahan Prabu Brawijaya dengan perempuan Islam mendapat banyak kritik dari kalangan elite kerajaan.
Pujangga Anom Ketut Suryongalam yang kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Kutu, menciptakan sebuah seni Barongan (reog).
Reog merupakan simbol kritik Ki Ageng Kutu terhadap raja Majapahit (disimbolkan dengan kepala harimau), yang ditundukkan dengan rayuan seorang perempuan/Putri Campa (disimbolkan dengan dadak merak).
Upaya Ki Ageng Kutu untuk memperkuat Basis di Ponorogo (Wengker) dianggap sebagai ancaman kekuasaan Majapahit dan Kesultanan Demak.
Demi kepentingan ekspansi kekuasaan dan Islamisasi, penguasa Demak mengirimkan seorang putra terbaiknya, Bathara Katong dengan salah seorang santri bernama Selo Aji serta diikuti oleh 40 orang santri senior lain.
(Foto: Instagram @alhikmahhistoryofficial)
Pertarungan
Raden Katong sampai di wilayah Wengker dan memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman, yaitu di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan.
Saat Bathara Katong datang memasuki Ponorogo, mayoritas masyarakat penganut Hindu, Buddha, animisme dan dinamisme. Setelah Bathara Katong memasuki Ponorogo terjadilah pertarungan antara Bathara Katong dengan Ki Ageng Kutu.
Di tengah kondisi sama sama kuat, Bathara Katong kehabisan akal untuk menundukkan Ki Ageng Kutu.
Bathara Katong kemudian berinisiatif melawan Ki Ageng Kutu dengan cara tak biasa.
Ia berusaha mendekati putri cantik Ki Ageng Kutu bernama Niken Gandini, dengan diiming-imingi akan dijadikan istri. Bathara Katong memanfaatkan Niken Gandini untuk mengambil pusaka Koro Welang, pusaka pamungkas Ki Ageng Kutu.
Pertempuran berlanjut dan Ki Ageng Kutu menghilang pada hari Jumat Wage di pegunungan daerah Wringinanom Sambit Ponorogo. Tempat menghilangnya Ki Ageng Kutu disebut dengan Gunung Bacin.
Bathara Katong mengatakan bahwa Ki Ageng Kutu akan moksa dan terlahir kembali di kemudian hari. Hal ini dilakukan untuk meredam kemarahan warga atas meninggalnya Ki Ageng Kutu.
Mendirikan Ponorogo
Pemberian nama Bathara Katong bertujuan agar ia dekat dengan rakyat Wengker (nama sebelum Ponorogo) yang penduduknya mayoritas beragama Budha.
Pasalnya, saat mengalami kesulitan, penduduk Wengker terbiasa menyebut” Duh Bathara……” yang berarti dewa.
Pada tahun 1486, Bathara Katong memerintahkan rakyat membabat alas. Gangguan dari berbagai pihak, termasuk makhluk halus berhasil dikalahkan karena Bantuan warok dan para prajurit Wengker.
Akhirnya pekerjaan membabat hutan berjalan lancar.
Setelah hutan selesai dibabat, bangunan-bangunan didirikan sehingga penduduk pun berdatangan.
Setelah istana kadipaten didirikan, Batara Katong memboyong permaisurinya, Niken Sulastri ke istana kadipaten.
Bathara Katong memberikan nama daerah yang baru saja dibangun dengan sebutan Prana Raga yang berasal dari sebuah Babad legenda "Pramana Raga".
Menurut cerita rakyat yang berkembang secara lisan, Pono berarti Wasis, Pinter, Mumpuni dan Raga artinya Jasmani. Sehingga daerah ini kemudian dikenal dengan nama Ponorogo.
Sisi Lain
Selama hidupnya, Bathoro Katong mempunyai lima istri. Terdiri dari Putri Adi Kaliwungu, Putri Bagelen, Putri Pamekasan Madura, Niken Gandini, dan Putri Kuning.
Sosok Bijaksana
Batoro Katong mendirikan pemerintahan dan menyebarkan Islam dengan cara bijaksana. Ia hanya berperang ketika diserang musuh lebih dahulu.
Penguasa Demak sudah mewanti-wanti ia bersabar terhadap watak orang Wengker/Ponorogo yang keras. Untuk meraih hati mereka misalnya perlu medium seperti kesenian.
Dikutip dari Babad Ponorogo, beliau tetap menghormati para Wiku (Biksu Budha) dan Pandita Hindu.
Membangun Ponorogo
Bathara Katong membangun Ponorogo dengan memajukan usaha perdagangan (mendirikan Pasar Pon), memajukan pertanian (menanam tanaman yang hasilnya mahal seperti merica (kelak menjadi desa Mrican dan Sahang di Ngebel), memajukan peternakan (memelihara kerbau, sapi, dan kuda untuk alat transportasi dan pertanian).
Kemudian, mendatangkan para santri dari Demak untuk mengajarkan agama Islam. Bhatara Katong dan Ki Ageng Mirah menciptakan kesenian Jemblungan untuk mengenalkan dasar agama Islam.