Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jadi Saksi Perkembangan Islam di Priangan Sejak 1881, Intip Uniknya Ponpes Sukamiskin

Jadi Saksi Perkembangan Islam di Priangan Sejak 1881, Intip Uniknya Ponpes Sukamiskin Pondok Pesantren Sukamiskin Bandung. ©2023 YouTube Suara Santri/ Merdeka.com

Merdeka.com - Aktivitas menjemur pakaian hingga alat salat menjadi pemandangan sehari-hari dari Pondok Pesantren Sukamiskin di Jalan Raya Timur (A.H Nasution) No. 128, Kelurahan Sukamiskin Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat. Di balik khasnya suasana di sana, lembaga pendidikan itu ternyata jadi yang tertua di tatar priangan karena sudah eksis sejak medio 1881.

Kiprahnya sebagai tempat menimba ilmu agama tidak diragukan lagi. Lokasi ini menjadi salah satu saksi perkembangan Agama Islam di masa penjajahan Belanda.

Seperti tertulis di penelitian yang dimuat oleh UIN Sunan Gunung Jati Bandung, dilansir Minggu (9/4), tempat ini juga menjadi saksi lahirnya tokoh-tokoh progresif Islam Sunda macam KH Abdullah Mubarak yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Suryalaya Tasik sampai KH Zaenal Mustofa yang merupakan pahlawan nasional asal Jawa Barat.

Hingga saat ini, Pondok Pesantren Sukamiskin masih menjadi daya tarik bagi masyarakat di Jawa Barat untuk memperdalam ilmu agama Islam. Berikut keunikan selengkapnya.

Berdiri di Abad ke-19

pondok pesantren sukamiskin bandung

©2023 YouTube Suara Santri/ Merdeka.com

Menilik sejarahnya, ponpes ini mulanya didirikan oleh Muhammad bin Alqo di abad ke-19. Sebelum mendirikannya, si empunya memiliki misi untuk menerjemahkan nilai dan norma antara agama Islam dengan keseharian masyarakat sekitar sebagai motivasi sosial.

Ini semakin didukung dengan konsep ketradisionalan yang diajarkan di ponpes ini, mengajarkan tentang kerendah hati dan saling membantu antar sesama.

Sejalan dengan tujuan dari pendirian ponpes di awal yakni menerapkan ilmu Thoriqoh, atau jalan menuju keridhoan Allah atau memiliki tujuan hidup untuk meraih Ma’rifat-Nya. Santri-santrinya lantas diarahkan untuk secara maksimal untuk mengenal Allah melalui suluk-suluk yang dibacakan setiap waktunya.

Mempertahankan Gaya Bangunan Lawas

Merujuk ANTARA, Pondok Pesantren Sukamiskin ini juga memiliki keunikan di bangunannya. Tampak dinding-dinding di sekitar lokasi memiliki desain khas kolonial lawas, dengan motif kubah yang mulai usang.

Kemudian ciri khas lawasan lainnya terlihat jelas di bangunan utama pesantren yang dibuat dengan dinding juga bermotif berundak (kubah). Bagunan ini memiliki gaya struktur khas Eropa Belanda, dengan tembok bermotif batunya.

Saat awal-awal pendiriannya, metode pembelajaran yang diterapkan adalah menggunakan bahasa Sunda untuk pembacaan kitab kuningnya. Namun lama kelamaan kurikulumnya dibuat terarah, dengan materi-materi yang lebih luas.

Adapun penamaan Sukamiskin disarikan dari bahasa Arab, yakni “Suq” dan “Misk” yang artinya minyak wangi. Ini direpresentasikan sebagai tempat yang menebar keharuman karena mengenalkan agama Islam secara dalam kepada masyarakat.

Jadi Saksi Perkembangan Islam di Tanah Priangan

Sebagai permulaan, Pondok Pesantren Sukamiskin mulanya hanyalah sebuah musala kecil. Ketika itu banyak masyarakat yang perlahan-lahan tertarik untuk belajar mengaji di bawah asuhan  Muhammad bin Alqo.

Lambat laun, musala sederhana itu diubah menjadi bangunan yang lebih besar hingga menjadi tempat belajar agama yang mumpuni. Bacaan-bacaan wirid setelah salat, serta shalawat menjadi yang khas di sini.

Itu yang menarik minat masyarakat Sunda untuk belajar agama. Sebagai tempat belajar, Ponpes Sukamiskin juga tidak terlepas dari berbagai terror termasuk dari kalangan penjajah. Ini yang membuat bangunan tersebut sempat hancur karena dibom oleh mereka.

Oleh pengurus selanjutnya, bangunan pondok akhirnya berhasil didirikan kembali. Hingga saat ini, pondok tersebut masih mempertahankan pembacaan kitab kuning dan mengaji dengan langgam Sunda yang unik.

Pengurus Ponpes Sukamiskin

pondok pesantren sukamiskin bandung

©2023 YouTube Suara Santri/ Merdeka.com

Adapun kepengurusan Ponpes Sukamiskin diawali oleh Kiai Muhammad bin Alqo selama 36 tahun, lalu dilanjutkan oleh Kiai Kholil yang merupakan menantunya. Kemudian diikuti oleh KHR Ahmad Dimyati.

Setelahnya, kepengurusan kembali dilanjutkan oleh putranya yakni Kiai Ahmad Haedar Dimyati. Di masa ini, pembaharuan kembali dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan Bahasa Indonesia untuk menyampaikan materi pembelajaran.

Haedar Dimyati wafat, dan kepemimpinan digantikan oleh sang istri R.H. Siti Romlah. Terakhir, kepemimpinan diserahkan kepada KH. R. Abdul Aziz Haedar bin KH. R. Haedar Dimyati. (mdk/nrd)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengunjungi Masjid Jami Al Yaqin Bandar Lampung, Dulu Melawan Belanda dengan Pengajian
Mengunjungi Masjid Jami Al Yaqin Bandar Lampung, Dulu Melawan Belanda dengan Pengajian

Masjid ini dulu sering mengadakan pengajian sebagai salah satu cara melawan kolonial Belanda.

Baca Selengkapnya
Menilik Masjid Tuo Ampang Gadang, Saksi Bisu Perkembangan Agama Islam Hingga Perjuangan Imam Bonjol
Menilik Masjid Tuo Ampang Gadang, Saksi Bisu Perkembangan Agama Islam Hingga Perjuangan Imam Bonjol

Bangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.

Baca Selengkapnya
Mengunjungi Masjid Raya Ganting, Dari Arena Perdebatan Ulama Minangkabau Hingga Markas Besar Hizbul Wathan
Mengunjungi Masjid Raya Ganting, Dari Arena Perdebatan Ulama Minangkabau Hingga Markas Besar Hizbul Wathan

Dulunya masjid ini menjadi salah satu rumah ibadah terbesar di Minangkabau dan menjadi sentra pengembangan dakwah Islam.

Baca Selengkapnya
Punya Jasa Besar untuk Bekasi, Begini Kisah Kecamatan Lemah Abang yang Terlupakan
Punya Jasa Besar untuk Bekasi, Begini Kisah Kecamatan Lemah Abang yang Terlupakan

Menurut kisahnya, Kecamatan Lemah Abang memiliki cerita sejarah yang kuat, namun sekarang terlupakan.

Baca Selengkapnya
Mengenal Sumatra Thawalib, Salah Satu Organisasi Massa Islam Tertua dari Sumatra Barat
Mengenal Sumatra Thawalib, Salah Satu Organisasi Massa Islam Tertua dari Sumatra Barat

Organisasi Sumatra Thawalib berkontribusi besar bagi perkembangan Islam di Nusantara.

Baca Selengkapnya
7 Cara Penyebaran Islam di Indonesia Beserta Sejarah Jalur Masuknya
7 Cara Penyebaran Islam di Indonesia Beserta Sejarah Jalur Masuknya

Simak cara penyebaran Islam di Indonesia berikut ini beserta sejarah masuknya.

Baca Selengkapnya
Napak Tilas Kejayaan Islam Cirebon di Desa Astana, Ada Makam Sunan Gunung Jati dan Keraton Pertama
Napak Tilas Kejayaan Islam Cirebon di Desa Astana, Ada Makam Sunan Gunung Jati dan Keraton Pertama

Di Desa Astana, peninggalan kejayaan Islam era lampau masih bisa dilihat seperti makam Sunan Gunung Jati, Petilasan Syekh Datul Kahfi, sampai Keraton Pakungwati

Baca Selengkapnya
Madrasah Adabiah Minangkabau, Sekolah Islam Pertama di Indonesia Sejak Tahun 1909
Madrasah Adabiah Minangkabau, Sekolah Islam Pertama di Indonesia Sejak Tahun 1909

Jauh sebelum adanya Taman Siswa yang didirikan Ki Hajar Dewantara, sudah ada sekolah dari Minangkabau yang memasukkan pelajaran Islam kepada siswa.

Baca Selengkapnya
Desa di Bojonegoro Ini Jadi Daerah Istimewa sejak Kerajaan Majapahit, Syekh Jumadil Kubro Sesepuh Wali Songo Pernah Tinggal di Sini
Desa di Bojonegoro Ini Jadi Daerah Istimewa sejak Kerajaan Majapahit, Syekh Jumadil Kubro Sesepuh Wali Songo Pernah Tinggal di Sini

Desa ini dikenal sebagai pusat peradaban sejak zaman Hindu Buddha di Indonesia

Baca Selengkapnya
Cerita Unik Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta, Dulu Ditakuti Belanda
Cerita Unik Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta, Dulu Ditakuti Belanda

Masjid tersebut kabarnya tak pernah menjadi sasaran penghancuran, atau penyerangan dari pasukan militer Belanda maupun pendudukan Jepang.

Baca Selengkapnya
Menilik Sejarah Masjid Kiai Muara Ogan, Berdiri di Pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan Sejak Tahun 1871
Menilik Sejarah Masjid Kiai Muara Ogan, Berdiri di Pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan Sejak Tahun 1871

Masjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.

Baca Selengkapnya
Kisah Syekh Nurjati, Jadi Penyebar Agama Islam Pertama di Tanah Sunda Keturunan Nabi Muhammad SAW
Kisah Syekh Nurjati, Jadi Penyebar Agama Islam Pertama di Tanah Sunda Keturunan Nabi Muhammad SAW

Sosoknya cukup berpengaruh dalam perkembangan Agama Islam di Cirebon

Baca Selengkapnya