Mengenal Sisingaan, Kesenian Daerah Subang yang Terinspirasi dari Konsep 'Perlawanan'
Merdeka.com - Indonesia merupakan salah satu negara dengan ragam seni dan budayanya yang unik dan khas, beberapa di antaranya bahkan sangat identik dengan kondisi demografis dan sejarah di wilayah asalnya. Salah satunya adalah tradisi Sisingaan.
Dalam permainannya, Sisingaan dilangsungkan oleh empat orang sebagai penandu singa, dengan dua orang anak yang menungganginya, serta beberapa pemuda yang bertugas mengiringi jalannya kegiatan Sisingaan dengan memainkan alat musik tradisional khas Sunda.
Menariknya, Sisingaan mengandung nilai sejarah yang tergambar sebagai bentuk perlawanan dari para masyarakat di Kabupaten Subang, terhadap kekejaman penjajahan dari negara Inggris dan Belanda ratusan tahun silam.
-
Siapa yang memainkan rampak kendang? Kesenian kendang Sunda ini memang dimainkan berbarengan oleh tiga sampai empat orang, dengan masing-masingnya memukul 3 buah kendang berukuran kecil, sedang dan besar.
-
Bagaimana cara singa-singa itu ditangkap? “Karena ada bekas-bekas luka di antara tulang-tulang hewan yang kami temukan, maka hewan itu ditangkap dengan cara berburu. Ini pasti memiliki makna sejarah dan hubungan dengan temuan di Kültepe,“ jelasnya.
-
Siapa saja yang bisa memainkan tatarucingan Sunda? Tatarucingan bisa dimainkan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, sehingga menjadi permainan yang seru dan menghibur.
-
Siapa yang sering memainkan Ngadu Muncang di Sumedang? Di Sumedang misalnya, kemiri tersebut diadu oleh anak-anak sekolah dengan cara dipukul menggunakan benda keras seperti kayu atau bambu.
-
Bagaimana gaya bermain Monang Sinulingga? Mengutip dari kanal Youtube Yudi Widiarto Catur, Monang Sinulingga dikenal memiliki gaya bermain yang ciamik, mulai dari tajam, taktis, kombinasi, dan penuh pengorbanan.
-
Bagaimana tatarucingan Sunda dimainkan? Tatarucingan Sunda terdiri atas pertanyaan dan jawaban.
Sejarah Sisingaan
indonesia.go.id
©2020 Merdeka.com
Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, lahirnya tradisi Sisingaan berawal dari upaya masyarakat dalam melepaskan tekanan akan situasi politik di masa penjajahan, yaitu ketika wilayah perkebunan Subang dikuasai secara bergantian oleh Inggris dan Belanda di tahun 1812.
Saat itu, wujud patung singa dalam tradisi Sisingaan belum sempurna seperti sekarang. Dengan konstruksi kayu ringan dari pohon randu serta untaian rambut yang terbuat dari bunga atau daun kaso.
Selain itu, rangkanya masih berbentuk ala kadarnya dengan susunan anyaman bambu yang ditutupi karung goni.
Melawan Penjajahan Melalui Sindiran
indonesia.go.id
©2020 Merdeka.com
Wujud singa dipilih oleh masyarakat Subang sebagai upaya dalam menyindir bangsa Eropa dengan menjadikan lambang kebesaran negara tersebut sebagai sebuah permainan rakyat.
Dalam lakonnya, masyarakat Subang berupaya meluapkan ekspresi kebencian melalui simbol singa yang dinaiki anak-anak. Para penunggang tersebut melakukan penjambakan rambut dari kepala singa yang dijunjung bangsa Eropa.
Sebagai Ritual Pertanian
indonesia kaya
©2020 Merdeka.com
Selain dijadikan sebagai sarana perlawanan, tradisi Sisingaan juga disebut sebagai ‘odong-odong’ oleh sebagian masyarakat di wilayah Subang. Mereka menggunakan odong-odong tersebut sebagai sarana ritual pertanian.
Menurut Nanu Munajar, seorang seniman dan akademisi asal Subang mengungkapkan dalam keterangan tertulisnya bahwa ketika agama besar belum masuk di kehidupan mereka, masyarakat di sana memiliki sebuah tradisi ritual yang identik dengan aktivitas pertanian.
Aktivitas yang dimaksud adalah memuja dan mengagungkan padi dan para leluhur melalui kekuatan-kekuatan supranatural yang dilakukan. Odong-odong dilangsungkan dengan mengarak sebuah benda yang diserupakan dengan bentuk binatang tertentu.
Identik dengan Khitanan
Saat ini tradisi Sisingaan masih dilakukan di beberapa wilayah Kabupaten Subang dan sebagian Jawa Barat sebagai sarana dalam memeriahkan anak-anak yang akan dikhitan agar merasa terhibur.
Mereka akan diarak keliling desa atau kampung pada satu hari sebelum mereka disunat, dengan dimandikan air kembang yang dipersiapkan oleh dukun rias sebelum dijadikan sebagai pengantin sunat. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ngagotong Lisung jadi kesenian khas Sukabumi yang membawa semangat persatuan.
Baca SelengkapnyaKeunikannya terletak dari bentuknya yang dibuat menyerupai kalajengking dan cara memainkannya yang penuh dengan atraksi.
Baca SelengkapnyaPotret meriah Gibran diarak keliling kampung pakai Kuda Renggong.
Baca SelengkapnyaSeni rampak kendang tak hanya menampilkan kepiawaian memainkan alat musik, tetapi lebih dari itu.
Baca SelengkapnyaPermainan ini sudah jarang dimainkan, padahal seru.
Baca SelengkapnyaPertunjukannya selalu dinanti dan bisa “menghipnotis” penonton. Bahkan, mereka juga rela berdandan ala koboy sampai badut saat menari Kliningan Bajidoran.
Baca SelengkapnyaPenampilan Wayang Ringkang terbilang unik, karena menggabungkan seni rampak kendang hingga wayang orang mirip kolosal.
Baca SelengkapnyaSeorang warganet mengabadikan keseruan itu dari jendela kamar kosnya.
Baca SelengkapnyaEmpet-empetan biasa dimainkan anak-anak para petani di tatar Sunda.
Baca SelengkapnyaGonrang Sipitu-pitu salah satu alat musik Tradisional dari Simalungun yang terdiri 7 buah gendang.
Baca SelengkapnyaKarena daya tariknya yang kuat, kalangan Belanda di sana bahkan sampai “terhipnotis”.
Baca SelengkapnyaTradisi ini memiliki atraksi yang serupa ala koboi di Amerika, dengan nuansa kearifan lokal Sunda yang kental.
Baca Selengkapnya