Mengintip Keunikan Kampung Legok Awi di Tasikmalaya, Warna Rumah Disebut Mencirikan Penghuninya
Masing-masing warna rumah mencirikan penduduk di sana. Berikut fakta uniknya.
Masing-masing warna rumah mencirikan penduduk di sana. Berikut fakta uniknya.
Mengintip Keunikan Kampung Legok Awi di Tasikmalaya, Warna Rumah Disebut Mencirikan Penghuninya
Jalan menanjak di depan gapura selamat datang jadi ciri khas pintu masuk Kampung Legok Awi, Desa Cukang Jaya, Kecamatan Sodong Hilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Keelokannya sangat lengkap, mulai dari alam sampai kebiasaan masyarakatnya. Bisa dibilang permukiman di sini merupakan kampung adat, karena warganya masih melestarikan kebiasaan nenek moyang zaman dulu.
-
Di mana kampung unik di Tasikmalaya berada? Di Tasikmalaya, terdapat deretan permukiman warga yang memiliki pesona serupa yakni di Sukamekar, Mandalasari, Kecamatan Puspahiang.
-
Apa yang membuat kampung unik di Tasikmalaya istimewa? Keunikan yang paling mencolok di sini adalah saat hujan, rumah-rumah warga tampak tidak terlihat.
-
Apa ciri khas Kampung Laweyan? Mbok Mase adalah perempuan yang gigih dan ulet, ciri khas perempuan Kampung Laweyan pada masa jayanya.
-
Kapan fenomena unik kampung di Tasikmalaya terjadi? Pesona lokasi ini memang akan bisa dirasakan maksimal saat musim hujan, dengan suasana khas yang masih asri.
-
Kenapa kampung unik di Tasikmalaya mirip Dieng? Kombinasi antara dataran tinggi, pemandangan sawah, dan kabut putih yang tebal membuat kawasan tersebut mirip seperti di Dieng, Jawa Tengah.
-
Bagaimana kabut di kampung unik di Tasikmalaya? Kabut menjadi daya tarik menarik di Kampung Sukamekar karena saat muncul intensitasnya akan sangat tebal.
Salah satu yang menarik adalah karakter warga yang bisa diterawang melalui warna cat rumahnya.
“Jadi tiap-tiap rumah warnanya mencirikan warganya,” kata RT setempat, Kostaman dalam kanal YouTube FHR 21 Entertaiment.
Merupakan Kampung Adat
Desain masing-masing rumah di kampung tersebut sebenarnya serupa, yakni membentuk bangunan panggung dengan atap segitiga yang khas.
Bahan utamanya menggunakan kayu dan bambu dengan beberapa tumbuhan di halamannya. Ini semakin menguatkan kesan jika kampung ini menampilkan budaya khas tatar priangan di masa silam.
Ciri ini juga bisa dilihat dari belum banyaknya bangunan modern di sana, serta beberapa pos ronda yang masih beratapkan jerami. Lalu terdapat juga toilet di luar rumah yang biasa disebut sebagai helikopter.
Selalu Sambut Tamu dengan Lesung Bambu
Bagi warga setempat, tamu merupakan pihak yang harus disambut kedatangannya. Agar terkesan, warga sekitar akan melakukan penyambutan melalui pemukulan lesung kayu.
Para ibu berbaris di sebuah ruang terbuka, sembari memegang lesung. Mereka lantas membunyikannya saat tamu mulai masuk ke perkampungan Legok Awi.
“Ibu-ibu biasanya baru berhenti saat tamunya sudah masuk ke rumah yang dituju di Awi Legok,”
kata Kostaman.
merdeka.com
Warna Rumah Menandakan Jumlah Anak
Semakin memasuki ke dalam perkampungan adat itu, warna rumah semakin beragam. Ada yang berwarna biru, kuning, merah, hitam, putih, hijau dan sebagainya.
Usut punya usut, masing-masing warna dari rumah tersebut memiliki arti tersendiri terutama untuk mengetahui jumlah anak di dalam keluarga tersebut.
“Nah, jadi kalau rumahnya warna merah berarti punya anak 3. Terus putih itu, penghuninya punya anak dua, yang hitam itu mempunyai anak satu dan yang kuning itu belum punya anak,” kata dia.
Alasannya agar Mudah Disensus
Pemberian warna ini sebenarnya memiliki maksud agar mempermudah perhitungan sensus penduduk.
Ini karena kampung tersebut saat ini berstatus sebagai kampung KB.
“Nah kalau yang biru atau di luar warna-warna tadi biasanya masih baru berkeluarga. Jadi warnanya bebas,” tambahnya.
Warga Benar-Benar Disambut dengan Baik
Selain melalui tetabuhan lesung, penyambutan juga dilakukan dengan budaya minum teh setempat bernama Langetu. Langetu ini terdiri dari ngelahang, ngeteh dan nutu.
Ngelahang adalah menyambut warga setempat dengan memberikan minuman berupa air nira, lalu ngeteh adalah menjamu warga dengan teh dan nutu merupakan memukul lesung dari kayu.
“Warga di sini akan kami sambut dengan Langetu tadi,” tambahnya.
Terapkan Budaya Ramah Lingkungan
Kampung ini juga rupanya menerapkan budaya ramah lingkungan dari para warganya.
Bagi yang memiliki anak dan ingin bersekolah di TK atau Paud, orang tuanya wajib menyumbangkan bibit pohon.
Begitupun bagi pemuda desa yang akan menikah, juga wajib menyumbangkan bibit pohon.
“Sudah adatnya, jadi nanti pohonnya dikasihkan ke RT, untuk ditanami di tanah-tanah wakaf kampung,” kata dia lagi.
Kampung ini cocok dikunjungi sebagai destinasi edukasi karena kental dengan budaya khas Sunda yang hampir punah.