Mengulik Tradisi Sapu Koin di Indramayu, Berawal dari Kecelakaan Tragis
Merdeka.com - Pengendara yang melewati Jembatan Sewo, Indramayu akan menemukan orang-orang yang duduk di pinggir jalan. Mereka duduk berjejer sambil membawa sapu lidi panjang di sisi kiri dan kanan jalan.
Mereka adalah para penyapu koin yang menunggu para pengendara melemparkan uang ke arah jalan, baik uang berbentuk koin maupun kertas. Saat pengendara melemparkan uang, para penyapu koin akan berebut untuk mengambil uang yang dilempar tersebut dengan cara menyapunya.
Lantas sejak kapan tradisi ini berasal? Berikut selengkapnya:
-
Bagaimana orang merangkai koin-koin itu? 'Lubang itu digunakan agar orang bisa merangkai koin dalam jumlah besar, umumnya 100 koin persenar,' tambah Segal.
-
Siapa yang terlibat dalam tradisi ini? Setelah itu, tuan rumah akan mengundang tetangga untuk mengikuti acara kepungan dengan menyantap tumpeng tawon.
-
Siapa yang menyimpan koin-koin tersebut? “Menurut kami harta karun ini mungkin milik seorang pedagang atau tuan tanah yang tinggal di area tersebut dan menyimpan tabungannya selama bertahun-tahun. Dan apapun alasannya dia menyembunyikannya di dalam persembunyian ini“
-
Siapa yang menarik uang logam? Selain itu, dalam rangka mempertimbangkan masa edar yang cukup lama dan perkembangan teknologi bahan atau material uang logam, Bank Indonesia mencabut dan menarik uang rupiah logam pecahan Rp 500 Tahun Emisi (TE) 1991.
-
Siapa yang menemukan koin-koin ini? Saat meneliti bagian situs yang rusak, arkeolog dari Universitas Tubingen Jerman melihat koin-koin kecil berkilauan di tanah yang gembur.
-
Siapa yang mengumpulkan beras? Bupati Banyuwangi saat itu, R. Oesman Soemodinoto, menjadi ketua komite yang mengurus pengumpulan beras dan proses pemberangkatan kapal ke India.
Kisah Mistis Dua Pengemis
©Liputan6.com/Herman Zakharia
Dilansir dari Liputan6, tradisi penyapu koin di Jembatan Sewo Indramayu ini konon telah berlangsung selama bertahun-tahun. Warga percaya, konon hidup kakak beradik yaitu Saedah dan Saeni yang sehari-hari mengemis di Jembatan Sewo.
Nahas, mereka berdua meninggal dunia di sekitar jembatan tersebut. Untuk menghormati arwah keduanya, masyarakat setempat melakukan ritual lempar uang di jembatan itu.
Pada masa itu, Saeni dan Saedah sering mementaskan seni ronggeng di sekitar jembatan. Saedah berperan sebagai penabuh genderang sementara Saeni adalah penarinya.
Keberadaan Saeni dan Saedah itu membuat masyarakat percaya bahwa Jembatan Sewo begitu mistis. Bahkan kemistisannya semakin kental saat terjadi kecelakaan tragis di jembatan tersebut.
Tragedi Maut
©2021 Merdeka.com/Fiqi Achmad
Kecelakaan tragis itu terjadi pada 11 Maret 1974. Saat itu, bus pengangkut transmigran dari Boyolali hendak menuju Sumatera Selatan. Saat melintasi Jembatan Sewo, bus tergelincir dan masuk ke sungai. Bus itu kemudian terbakar.
Kejadian itu menewaskan 67 orang. Semua korban tewas dimakamkan di pemakaman umum yang terletak di dekat lokasi kejadian.
Sejak kejadian itu, banyak pengendara yang melemparkan uang saat melintasi Jembatan Sewo. Hingga kini, ritual lempar koin itu masih dilakukan.
Begitupun warga sekitar yang memungut koin-koin itu dengan ritual sapu koin. Bahkan beberapa warga menjadikan ritual itu sebagai mata pencaharian. Terlebih pendapatan akan semakin meningkat saat Ramadan hingga masa mudik lebaran. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebuah video memperlihatkan uang berserakan di jalan raya viral jadi sorotan.
Baca SelengkapnyaWarga berebut jarah susu dari truk yang alami kecelakaan di Indramayu. Aksi ini bikin miris warganet.
Baca SelengkapnyaAcara ini merupakan warisan turun-temurun leluhur setempat.
Baca SelengkapnyaTradisi itu juga bisa menjadi potensi wisata karena banyak menyedot perhatian warga.
Baca SelengkapnyaSeorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli.
Baca SelengkapnyaTradisi ini unik, karena uang sumbangan jenguk bisa untuk membeli kendaraan
Baca SelengkapnyaPelaksanaan Upacara Memayu dan ider-ideran bertujuan sebagai bentuk penghormatan masyarakat Trusmi terhadap leluhur yang telah banyak berjasa.
Baca SelengkapnyaSemua warga tampak semringah mengarak gunungan ketupat keliling kampung
Baca SelengkapnyaAda tradisi ngabuburit unik oleh kalangan anak muda di Purwakarta, yakni nongkrong di sekitar rel kereta api.
Baca SelengkapnyaPada tahun 2019, sebuah bus besar tersangkut pada salah satu pohon di jalur ini
Baca SelengkapnyaKata 'mudik' berasal dari naskah kuno berbahasa Melayu yang berarti 'Pergi ke Hulu Sungai'.
Baca Selengkapnya