Kerbau Bule Keramat Keraton Surakarta, Kotorannya Jadi Rebutan
Merdeka.com - Sebuah kandang kerbau berada di kawasan Alun-Alun Selatan Solo. Dilihat sekilas kerbau di kandang tersebut nampak sama dengan kerbau pada umumnya, namun kerbau milik Keraton Surakarta ini bermakna bagi warga Solo dan Keraton Surakarta. Pasalnya hewan mamalia ini dianggap keramat, bahkan Keraton Surakarta menjadikan kerbau ini sebagai salah satu pusakanya.
Kebo Bule atau Kerbau Bule itu lah julukan hewan mamalia bertanduk ini. Kerbau ini mendapat julukan bule karena warna kulit yang berbeda dengan kerbau lainnya, yaitu warna putih dan kemerah-merahan.
Kebo Bule erat kaitannya dengan perayaan malam 1 Muharram, tahun baru islam atau yang biasa diebut 1 Suro. Dalam tradisi di Solo, kebo bule akan menempati barisan terdepan sebagai cucuk lampah pemimpin barisan kirab. Kirab bahkan tidak akan terlaksana jika kerbau bule tidak keluar dari kandangnya.
-
Kenapa Suku Sasak melumuri lantai dengan kotoran kerbau? Bagi masyarakat Sasak, kotoran kerbau dan sapi bukanlah hal yang menjijikan.
-
Apa tujuan tradisi Larung Kepala Kerbau? Tradisi ini menjadi bagian dari puncak pesta rakyat para nelayan setelah berpuasa selama sebulan dan biasa dilakukan pada tanggal 7 Syawal atau 1 minggu setelah Hari Raya Idul Fitri.
-
Kenapa warga Lebak memelihara kerbau? Keuntungan hingga ratusan juta rupiah bisa didapat dari memelihara kerbau. Kerbau masih menjadi andalan masyarakat Kabupaten Lebak, Banten yang bergelut di sektor peternakan.
-
Mengapa warga harus memberi tumbal kepala kerbau di Alas Roban? 'Ada ular yang besarnya sampai sepaha, setiap tahunnya warga harus kasih tumbal kepala kerbau. Kepala kerbau itu diarak keliling area pabrik, lalu ditaruh di sana. Kalau nggak dikasih ada saja yang kebakar,' kata warga itu.
-
Dimana warga Lebak memelihara kerbau? “Kami setiap hari melepaskan ternak kerbau di lahan tanah lapang, karena terdapat pakan rerumputan hijau itu,“ kata dia lagi.
-
Bagaimana warga Lebak beternak kerbau? Warga di Kabupaten Lebak sendiri memiliki cara yang unik dalam beternak kerbau. Mereka hanya melepaskannya saja di tanah lapang yang luas. Konsep ini merupakan cara tradisional untuk membudidaya kerbau, karena hewan tersebut bisa leluasa mencari makan.
Tepat malam 1 Suro, kawanan kerbau ini akan keluar dari kandangnya. Nantinya, kawanan keturunan Kerbau Pusaka Keraton Kyai Slamet membuka jalan bagi rombongan Kirab Peringatan Malam 1 Suro Keraton Surakarta.
Di belakang kerbau diikuti para pembesar keraton, kerabat dan jajaran keraton lengkap dengan pakaian adat Jawa dan masyarakat. Benda pusaka peninggalan Dinasti Mataram, seperti tombak, keris, dan sebagainya, diarak sembari dikawal oleh Kebo Bule.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoSebelum kirab, akan ada dua ember yang masing-masing berisi air putih dan kopi. Kerbau yang akan dikirabkan biasanya akan meminum air putih dan kopi yang sudah siapkan tersebut. Setelah kerbau minum, biasanya masyarakat akan berebut sisa minuman air putih dan kopi yang ada di ember.
Sebagian warga memercayai bahwa sisa minuman kerbau bule tersebut mendatangkan berkah. Tak hanya sisa minuman saja, kotoran kerbau yang keluar saat kirab, biasanya juga jadi rebutan.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoKebo bule merupakan hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II sejak istananya masih di Kartasura, sekitar 10 kilometer arah barat keraton yang sekarang.
Dilansir dari petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id hal ini tertulis dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said. Menurut seorang pujangga kenamaan Keraton Kasunanan Surakarta, Yosodipuro, leluhur kerbau dengan warna kulit yang khas itu merupakan hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Pakubuwono II.
Kerbau itu diperuntukkan sebagai cucuk lampah (pengawal) dari sebuah pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet. Saat Pakubuwono II mengungsi di Pondok Tegalsari Ponorogo dan terjadi pemberontakan pecinan yang membakar Istana Kartasura di tahun 1742.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoBahkan konon katanya, kebo bule juga turut andil dalam menentukan lokasi baru untuk keraton. Kebo Bule Kyai Slamet dilepas kemudian diikuti oleh abdi dalem. Kebo bule berhenti di lokasi di mana Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri saat ini.
Menjadi pusaka Keraton Surakarta tentu saja ada perlakuan yang berbeda. Seperti saat Nyai Manis Sepuh, kerbau keturunan Kyai Slamet tertua mati pada November 2020. Kabarnya hewan ini dimakamkan, dimandikan, diberi kain kafan dan didoakan layaknya memakamkan manusia yang meninggal dunia. Usai pemakaman, ada pembacaan doa yang dilakukan Ulama Keraton. (mdk/Tys)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Beberapa orang meyakini, kotoran kerbau yang keluar saat kirab dianggap bisa membawa berkah.
Baca SelengkapnyaSelama kirab, peserta tidak boleh mengenakan alas kaki dan dilarang berbicara
Baca SelengkapnyaTujuh kerbau bule keturunan Kiai Slamet menjadi cucuk lampah (pemimpin kirab) arak-arakan yang diikuti lebih dari 5.000 abdi dalem, sentana dan kerabat keraton.
Baca SelengkapnyaTanggal 1 Suro diperingati setelah magrib pada hari sebelum tanggal 1, dan biasanya disebut malam satu suro.
Baca SelengkapnyaSejumlah pusaka termasuk belasan kerbau bule keturunan Kiai Slamet akan diarak keliling tembok luar istana
Baca SelengkapnyaBagi masyarakat Jawa, malam pergantian tahun baru ini merupakan ajang perenungan diri.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar sebagai bentuk doa agar terhindar dari bencana dan selalu diberi hasil alam melimpah.
Baca SelengkapnyaTradisi ini dilakukan turun-temurun karena dianggap membawa keberkahan
Baca SelengkapnyaSelain sebagai hiburan, menyaksikan keseruan kerbau beradu kecepatan, kultur ini juga sebagai simbol rasa syukur dan doa para petani,
Baca SelengkapnyaAcara Grebeg Maulud digelar setiap tahun. Setiap perayaan itu menyimpan momen sejarahnya masing-masing.
Baca SelengkapnyaRitual adat Kebo-keboan Alas Malang yang digelar masyarakat Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (30/7), berlangsung meriah.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar para petani saat memasuki musim tanam padi. Seperti halnya para petani di Desa Selokgondang, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Baca Selengkapnya