Kisah Inspirasi Apia, Anak Petani Gunung Lawu yang Peroleh Beasiswa S-1 sampai S-3 di UGM
Perjuangannya menempuh pendidikan tinggi dilalui dengan kerja keras dan pengorbanan.
Perjuangannya menempuh pendidikan tinggi dilalui dengan kerja keras dan pengorbanan.
Kisah Inspirasi Apia, Anak Petani Gunung Lawu yang Peroleh Beasiswa S-1 sampai S-3 di UGM
Apia Dewi Agustin (23) merupakan seorang anak petani dari Gunung Lawu. Pada tahun lalu, kisahnya sempat mencuri perhatian publik. Saat itu, ia menginspirasi masyarakat Tanah Air dengan mematahkan stigma jika anak kampung masih bisa kuliah meskipun kondisi perekonomian sulit.
Waktu itu, ia juga berhasil lulus prodi S-1 Akuntansi FEB UGM dengan predikat cumlaude. Ia menyelesaikan studi sarjananya tanpa dipungut biaya pendidikan. Ia memanfaatkan beasiswa Bidikmisi dan beasiswa Kafegama (Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM).
-
Siapa yang mendapatkan beasiswa UGM? Muhammad Arifin Ilham (18), punya tekad besar untuk melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Butuh biaya besar untuk mewujudkan tekad Ilham. Padahal ia berasal dari keluarga yang kurang mampu.
-
Siapa yang menginspirasi petani muda ini? Dyra mengatakan, mereka berjualan petai karena terinspirasi dari orang tua.
-
Bagaimana Alivia mendapat beasiswa? 'Sudah diterima. Sekarang sedang mengajukan proses ke Kemendikbud dan semoga mendapat beasiswa penuh,' kata Alivia dikutip dari kanal YouTube Liputan6 pada Jumat (31/5).
-
Bagaimana anak kurang mampu bisa kuliah di UGM? Ada banyak cara agar mereka bisa berkuliah di perguruan tinggi favorit. Salah satunya dengan menjadi siswa berprestasi dan masuk ke universitas favorit dengan jalur prestasi.
-
Bagaimana Putri Ariani diterima di UGM? Penyanyi yang pernah meraih juara empat di ajang America’s Got Talent (AGT) ini diterima kuliah di Fakultas Hukum melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Berprestasi (PBUB) di bidang seni.
-
Di mana Akay menanam Ubi madunya? Akay menanamnya di kebun wilayah Kecamatan Kebonpedes.
Kini ia berkesempatan melanjutkan studi pascasarjananya di UGM secara gratis. Bahkan tidak hanya di jenjang S-2, perempuan yang sempat bekerja sebagai Project Management Analyst di salah satu perusahaan multinasional itu mendapat kesempatan emas untuk langsung melanjutkan studi ke jenjang S-3.
“Alhamdulillah saya bisa meneruskan pendidikan master lanjut doktor melalui beasiswa PMSDU Kemendikbudristek,” ungkap Apia.
Apia menjelaskan jalan yang ia tempuh untuk memperoleh beasiswa dari magister hingga dokter itu berlangsung ketat. Apalagi beasiswa itu hanya dibuka dua tahun sekali dan usianya tidak lebih dari 24 tahun. Selain itu, tidak semua universitas di Indonesia dapat menjadi mitra dari program tersebut.
Melalui program ini, Apia menjadi salah satu dari 300 sarjana unggul yang beruntung untuk dididik menjadi doktor muda. Ia renananya akan menempuh pendidikan pascasarjana secara akselerasi di jenjang S-2 dan S-3 maksimal 4 tahun mulai 2023 ini.
Seperti diketahui, Apia lulus dari S-1 UGM setelah menempuh perjuangan keras. Sadar kondisi perekonomian keluarganya serba kekurangan, sembari kuliah ia aktif melakukan kerja paruh waktu dengan menjadi asisten dosen, kelas, penelitian, hingga laboratorium untuk menambah ilmu serta uang saku.
Dengan segala kondisi keluarga yang serba kekurangan, Apia tidak pernah berkecil hati.
Ia justru sangat bersyukur sebab kedua orang tuanya selalu mendukung anaknya meraih pendidikan setinggi mungkin.
Hal itu melecut semangat Apia untuk terus belajar tekun hingga bisa menyelesaikan S-1 dan kembali melanjutkan studi pascasarjana di Akuntansi UGM dengan beasiswa penuh.
“Saya selalu ingat pesan bapak ibu. Meski orang tua tidak sekolah, anak-anak harus bisa sekolah karena dibekali harta akan ada habisnya, sedangkan kalau dibekali ilmu akan abadi,”
ujar Apia, mengutip Ugm.ac.id.
Saat ini Apia sedang fokus memenuhi target-target belajarnya selama di UGM. Ia memiliki minat penelitian di bidang Akuntansi Keuangan, Sistem Informasi Akuntansi, dan Akuntansi Syariah. Selain itu, ia juga aktif di berbagai kegiatan sosial pendidikan dan organisasi kemasyarakatan.
Apia mengatakan, sekalipun dari pelosok desa, ekonomi pas-pasan, dan orang tua yang sudah tidak lagi lengkap, namun ia sama sekali tak takut bermimpi.
“Kita berhak untuk bermimpi tinggi dan meraihnya. Doakan semoga ilmu yang diperoleh berkah dan bisa selalu bermanfaat untuk sesama,” ujar Apia.