Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Nasib Perajin Desa Wisata Gamplong, Alami Pasang Surut Usaha

Nasib Perajin Desa Wisata Gamplong, Alami Pasang Surut Usaha Kerajinan tenun di Desa Gamplong. ©Merdeka.com/Shani Rasyid

Merdeka.com - Desa Gamplong merupakan desanya para perajin tenun. Keberadaan para perajin tenun di Gamplong sudah diakui sejak zaman Belanda. Pada awalnya, mereka menenun bagor. Bahkan waktu itu bagor mereka gunakan untuk pakaian.

“Makanya pada zaman Jepang itu sangat menindas sekali. Pakaian saja pakai bagor,” kata Giyono (50), ketua paguyuban usaha “Tegar” yang anggotanya adalah para perajin tenun di Desa Gamplong, Kecamatan Moyudan, Sleman.

Paguyuban perajin tenun “Tegar” didirikan pada tahun 2001. Pada awalnya, pendirian kelompok itu bertujuan untuk menyamakan harga antar perajin.

Pada masa jayanya, banyak orang yang menyukai produksi kerajinan tenun para perajin Desa Gamplong. Maka tahun 2004, Dinas Pariwisata Sleman menetapkan Gamplong jadi desa wisata.

“Waktu itu kami belum tahu desa wisata itu seperti apa. Masak seperti ini dibilang wisata. Setahu saya wisata itu seperti Borobudur, Prambanan, dan lain-lain,” lanjutnya.

Sempat Mengalami Krisis

kerajinan tenun di desa gamplong

©Merdeka.com/Shani Rasyid

Giyono mengatakan, dari 53 usaha kerajinan tenun di Gamplong, 21 di antaranya bergabung dengan Paguyuban Tegar. Berdasarkan catatan pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI), Paguyuban Tegar merupakan salah satu kelompok binaan BRI.

Terkait dengan hubungannya dengan BRI, Giyono mengaku pernah meminjam uang Rp10 juta pada tahun 2005. Pinjaman itu ia bayarkan dalam jangka waktu 3 tahun.

Ia menilai saat ini usaha kerajinan tenun di Gamplong sedang mengalami masa krisis. Pengunjungnya tak sebanyak dulu. Begitu pula barang kerajinan yang diekspor menurutnya mengalami penurunan.

“Soalnya sejak ada Perang Rusia-Ukraina banyak ekspor berhenti. Jadi kalau menurut perkiraan ini karena ada embargo, ekspor terganggu,” ujarnya.

Untuk menghadapi krisis tersebut, Giyono mengakui para perajin harus menyesuaikan diri dengan zaman, misalnya dengan berjualan online. Namun dari diskusi yang dilakukan dengan sesama paguyuban, ia mengatakan sepertinya masalah tersebut belum teratasi.

“Kalau di sini yang muda-muda bisa berjualan secara online. Mereka tahu strategi pemasaran. Lebih mengetahui dari pada kami yang sudah tua,” kata Giyono.

Diekspor ke Luar Negeri

kerajinan tenun di desa gamplong

©Merdeka.com/Shani Rasyid

Sementara itu perajin tenun lainnya, Haryati (43), mengatakan bahwa pada awalnya orang tuanya menekuni kerajinan tenun stagen. Namun sejak krisis moneter, harga bahan baku naik sementara harga kain stagen menurun. Makanya keluarganya kemudian beralih ke perajin serat alam.

Di tempat Haryati, berbagai kerajinan seperti tas, mainan, tikar, maupun kerajinan lain dibuat dari serat alam. Beberapa serat alam yang digunakan antara lain mendong tua, batang enceng gondok, bambu, mendong kering, dan akar wangi. Hasil kerajinannya banyak diekspor ke luar negeri. Di samping itu banyak pula yang dibawa ke toko-toko kerajinan tangan baik yang berada di Yogyakarta, Bali, maupun kota-kota lainnya.

Dalam dua tahun belakangan, penjualan hasil kerajinan tenun di tempatnya menurun. Dalam sebulan, ia memperoleh omzet kotor sebanyak Rp10-15 juta. Padahal pada awal masa pandemi, omzet penghasilannya itu bisa dua kali lipat.

kerajinan tenun di desa gamplong

©Merdeka.com/Shani Rasyid

Dalam beroperasi, Haryati dibantu dua pegawai harian. Sementara sisanya merupakan pegawai borongan. Berbeda dengan pegawai harian, pegawai borongan bekerja saat permintaan barang meningkat.

Saat masa pandemi COVID-19, banyak anak muda yang menganggur bekerja untuknya. Waktu itu orderannya banyak. Untuk memenuhi kebutuhan orderan dia mempekerjakan para pemuda setempat. Dengan sabar Haryati mengajari mereka cara menenun dari nol.

“Mereka aku bayar harian dan targetnya bisa menyelesaikan enam kain. Tapi biasanya mereka hanya bisa dapat dua atau tiga. Lumayan, belajar-belajar gitu pokoknya dari nol. Tapi Alhamdulillah tetap bisa mencukupi,” ungkap Haryati. (mdk/shr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jumlahnya Terus Berkurang dari Tahun ke Tahun, Ini Kisah Para Perajin Tembaga di Desa Tumang Boyolali
Jumlahnya Terus Berkurang dari Tahun ke Tahun, Ini Kisah Para Perajin Tembaga di Desa Tumang Boyolali

Perajin tembaga di Desa Tumang sedang mengalami krisis regenerasi. Para pemudanya dinilai tidak mau repot belajar membuat kerajinan dengan kualitas tinggi.

Baca Selengkapnya
Kisah Perajin Batik Tulis Giriloyo, Lalui Masa Sulit COVID-19 dengan Bersholawat
Kisah Perajin Batik Tulis Giriloyo, Lalui Masa Sulit COVID-19 dengan Bersholawat

Keberadaan sentra batik di Kampung Giriloyo ini turut membuat Kalurahan Wukirsari menyabet gelar Anugerah Desa Wisata Tahun 2023.

Baca Selengkapnya
Geliat Para Pengrajin Sangkar Burung di Bantul, Berjuang Demi Mempertahankan Eksistensi
Geliat Para Pengrajin Sangkar Burung di Bantul, Berjuang Demi Mempertahankan Eksistensi

Konon kerajinan sangkar burung di sana sudah ada sejak zaman Penjajahan Jepang. Namun kini eksistensinya makin redup.

Baca Selengkapnya
Viral Wisata Girpasang Klaten yang Dulu Ramai Kini Sepi Pengunjung, Warganet Ungkap Fakta Ini
Viral Wisata Girpasang Klaten yang Dulu Ramai Kini Sepi Pengunjung, Warganet Ungkap Fakta Ini

Tempat wisata itu menawarkan pesonanya sendiri, tapi entah kenapa kini sepi pengunjung.

Baca Selengkapnya
Melihat Sentra Kerajinan Tenun di Kota Ambon, Padukan Motif Peninggalan Leluhur dengan Kreasi Baru
Melihat Sentra Kerajinan Tenun di Kota Ambon, Padukan Motif Peninggalan Leluhur dengan Kreasi Baru

Makin ke sini, bahan baku pembuatan kerajinan itu makin sulit diperoleh sehingga harga produk mereka bertambah mahal

Baca Selengkapnya
Melihat Kehidupan Warga di Kampung Tengah Pegunungan Kapur Wonogiri, Sepi karena Banyak yang Merantau
Melihat Kehidupan Warga di Kampung Tengah Pegunungan Kapur Wonogiri, Sepi karena Banyak yang Merantau

Saat musim tanam tiba, para perantau itu pulang sebentar untuk menanam jagung dan selanjutnya pergi merantau lagi

Baca Selengkapnya
Kisah Para Perajin Payung Lukis Juwiring Klaten, Tak Henti Berkreasi di Tengah Krisis Regenerasi
Kisah Para Perajin Payung Lukis Juwiring Klaten, Tak Henti Berkreasi di Tengah Krisis Regenerasi

Para perajin payung lukis di Juwiring sudah banyak yang meninggal. Tak banyak generasi muda yang berminat meneruskannya.

Baca Selengkapnya
Kisah Kampung Mati Simonet Pekalongan, Ditinggalkan Penduduknya Karena Banjir Rob
Kisah Kampung Mati Simonet Pekalongan, Ditinggalkan Penduduknya Karena Banjir Rob

Dulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.

Baca Selengkapnya
Usaha Mebel Tutup Akibat Bom Bali, Gede Merta Akhirnya Raup 25 Juta Per Bulan dari Dulang dan Bokor
Usaha Mebel Tutup Akibat Bom Bali, Gede Merta Akhirnya Raup 25 Juta Per Bulan dari Dulang dan Bokor

Usaha dulang batok ini sempat meraup omset hingga 35 juta perbulan.

Baca Selengkapnya
Padukan Gulma & Teknik Rajut, Wins Rajut Hasilkan Kerajinan Tangan Khas Dalam Negeri
Padukan Gulma & Teknik Rajut, Wins Rajut Hasilkan Kerajinan Tangan Khas Dalam Negeri

Winarsih mengatakan, dampak Pandemi Covid-19 belum sepenuhnya mengembalikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya
Sejarah Kerajinan Perak di Koto Gadang, Terkenal sejak Zaman Penjajahan Belanda
Sejarah Kerajinan Perak di Koto Gadang, Terkenal sejak Zaman Penjajahan Belanda

Kerajinan perak di desa ini memiliki keunikan yang terletak pada bentuknya yang halus dan warna yang tidak terlalu berkilau

Baca Selengkapnya
Berburu Aneka Kerajinan Tangan Khas Tasikmalaya, Bertahan Sejak Abad ke-20
Berburu Aneka Kerajinan Tangan Khas Tasikmalaya, Bertahan Sejak Abad ke-20

Ada perabot rumah tangga sampai produk fashion berbahan anyaman yang mendunia.

Baca Selengkapnya