Kita, Natuna dan China

Merdeka.com - Insiden intimidasi dan penghalang-halangan penangkapan kapal China Kway Fey yang melakukan pencurian ikan di di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar Kepulan Natuna, pada koordinat 05 07,490'N dan 109 11,830'E, kepulauan Riau pada Sabtu lalu (19/3), oleh kapal penjaga pantai China hasil operasi gabungan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan TNI AL telah meningkatkan suhu hubungan diplomatik antara Indonesia dan China.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menjuluki tindakan China itu sebagai keangkuhan dan membantah klaim China tentang wilayah nelayan tradisional China di wilayah karena itu tidak diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations on Law of the Sea/UNCLOS). Menteri Luar Negeri, Retno L.P Marsudi, memanggil Kuasa Usaha Ad Interim China untuk menyampaikan nota protes sembari menegaskan Indonesia bukan claimant state (negara yang tidak mengajukan klaim wilayah) pada sengketa Laut China Selatan.
Menurut koran International New York Times (INYT) edisi 22 Maret 2016, insiden itu bukan yang pertama. Di bulan Maret 2013, kapal patrol KKP juga menangkap kapal China di kawasan yang sama, menyita kapal dan menahan sembilan awaknya. Beberapa jam kemudian, kapal patrol itu diprovokasi oleh kapal China yang bersenjata dan menuntut pembebasan awak dan kapalnya yang akhirnya terpaksa dipenuhi. Tapi peristiwa ini kemudian diredam gaungnya.
Sikap pemerintah kali ini mengindikasikan adanya dua hal. Di satu sisi nampak peningkatan ketegasan terhadap agresivitas China di kawasan Laut China Selatan. Ian J. Storey, peneliti pada Institute of Southeast Asian Studies di Singapura (INYT, 22/3) menganggap bahwa insiden kali ini lebih membuat Indonesia murka dibanding sebelumnya dan juga merefleksikan makin kesalnya negara-negara kawasan terhadap China.
Di sisi lain respons itu diiringi dengan penegasan bahwa Indonesia bukan claimant state
sengketa Laut China Selatan dan hal ini menunjukkan konsistensi kebijakan Indonesia di Laut China Selatan, mengingat dengan hal itu Indonesia aman dari tarikan sengketa China dengan beberapa negara ASEAN dan stabilitas kawasan tetap terjaga.
Status non claimant state bermakna bahwa kita tidak mengajukan klaim dalam sengketa atas kedaulatan di Laut China Selatan (seperti Kepulauan Spratly), dan tidak memihak kepada salah satu claimant states. Dengan itu kita dapat menjadi honest broker (perantara) dengan memfasilitasi langkah membangun saling percaya untuk menyelesaikan perselisihan mereka secara damai.
Meski demikian posisi itu tak berarti tanpa tantangan sama sekali. Ristian Atriandi Supriyanto (2015), pengamat masalah Laut China Selatan menyatakan bahwa status non claimant state telah menciptakan zona nyaman bagi Indonesia dengan keuntungan seperti di atas.
Persoalannya kemudian apakah ketika negara-negara yang bersengketa berperilaku sedemikian sehingga membuat Laut China Selatan tidak stabil dan menuju konflik, apakah posisi itu bisa dipertahankan?
Pada titik ini sangat penting untuk mengkaji kembali faktor ancaman di wilayah perairan kita di Kepulauan Natuna pada khususnya dan di Laut China Selatan untuk selanjutnya direspons dengan kebijakan politik dan strategi pertahanan yang proporsional. Bila ini tidak dilakukan, banyak pengamat menilai bahwa hanya masalah waktu saja Indonesia belum atau tidak terlibat dalam ketegangan di Laut China Selatan yang makin dalam dan meluas.
Untuk merespons, kita paling tidak dapat bekerja di dua sisi bersamaan. Di sisi politik, peran penting Indonesia selama ini dalam merumuskan DOC (Declaration on the Conduct Parties in the South China Sea) di dalam ASEAN yang diharapkan menjadi pedoman berperilaku di kawasan Laut China Selatan guna upaya membangun kepercayaan (trust building measures) perlu terus dijalankan sehingga nantinya dapat terwujud COC (Code of Conduct) yang efektif di Laut China Selatan.
Di sisi pertahanan, prinsip “netralitas bersenjata” dapat diterapkan di mana Indonesia dapat terus mempertahankan perdamaian dan keamanan regional sembari tetap aktif memajukan ketertiban di laut dan persahabatan antar bangsa tanpa mengorbankan kedaulatan nasional dan hak untuk mempertahankan diri dengan memperkuat armada laut kita. (mdk/war)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya