Sashimi Prinus setelah lama mupus
Merdeka.com - Inilah mayat hidup berikutnya di BUMN: PT Perikanan Nusantara (PT Prinus). Perusahaan ini sebenarnya praktis sudah mati. Tidak ada aktivitas berarti di dalamnya. Karyawannya pun sudah tiga tahun tidak bergaji.
Ini sangat ironis. Di negara yang luas lautannya 2/3 dan daratannya hanya 1/3, perusahaan negara yang bergerak di bidang kelautan malah tidak bisa berkembang.
Untuk membuatnya hidup kembali juga tidak mudah. Kepercayaan dari stakeholder sudah hilang. Bahkan kepercayaan pada diri sendiri pun sudah lenyap. Utangnya menumpuk. Sampai lebih Rp 50 miliar. Termasuk utang pajak Rp 12 miliar.
-
Siapa Menteri BUMN pertama? Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Berduka yang dalam atas wafatnya Menteri BUMN pertama, Pak Tanri Abeng. Sosok yang berjasa besar untuk negeri ini,' ujar Erick dikutip dari laman Instagram resmi @erickthohir di Jakarta, Minggu.
-
BUMN dan BUMS punya tujuan apa? BUMS sendiri didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
-
Apa yang terjadi pada PMI di Korsel? Diketahui, kata Benny, ada tujuh korban atas peristiwa itu, dua PMI dinyatakan meninggal dunia sementara lima rekan lainnya masih dalam proses pencarian pihak berwenang di Korea Selatan bersama perwakilan KBRI Indonesia.
-
Siapa yang mengawasi kinerja BUMN setelah PMN? 'Komisi XI DPR RI akan meminta BPK RI melakukan Audit Kinerja LPEI dan bisnis model yang baru guna memastikan keberlanjutan kinerja LPEI,' ujarnya.
-
Bagaimana BP2MI bantu PMI di Korsel? Benny memastikan pihaknya akan terus berkoordinasi secara intens dengan perwakilan KBRI Seoul untuk pencarian lima PMI yang belum ditemukan.
-
Bagaimana Kementan bisa bangkit? 'Kita sedang dalam posisi dan situasi yang tidak sedang baik, iklim dan cuaca yang sedang mempengaruhi proses pertanian. Itulah yang sedang dilakukan oleh Bapak Menteri.' 'Beliau banyak melakukan terobosan, melakukan kegiatan yang tanpa henti. Kalau bapak Menteri speednya sudah maksimal, tentunya kita anak buahnya yang ada di Kementerian Pertanian, ASN Pertanian, punya tanggung jawab yang lebih,' kata Irjen Setyo.
Ibarat orang mau merangkak, dia harus bisa keluar dulu dari lubang yang dalam. Tidak masuk akal perusahaan perikanan mati di kolam ikan.
"Tidak ada modal," begitu selalu kilah yang terucapkan. "Minta PMN," itu ujung-ujungnya. Minta penambahan modal negara.
Saya tidak mau dua-duanya. Modal hanya bisa diberikan kepada yang biasa kerja, kerja, kerja. Modal tidak boleh diberikan kepada yang tidak mau bekerja. Yang biasanya juga tidak mau berpikir. Yang biasanya juga mudah mengeluh. Yang biasanya juga mudah menyerah. Yang biasanya juga mudah menyalahkan orang lain.
Karena itu saya tidak mau menjanjikan modal. Saya minta mereka bekerja dulu. Kerja. Kerja. Kerja. Apa yang bisa dikerjakan? "Apa saja," jawab saya. Maka dicarilah apa yang bisa dikerjakan.
Muncullah gagasan ini. Datangnya dari direktur keuangan (waktu itu) Abdussalam Konstituanto. Cari upah dari memperbaiki kapal orang lain. Menjual jasa. Tanpa modal. Kecuali tenaga.
Toh PT Prinus punya galangan kapal. Bahkan di lima lokasi. Pekalongan, Surabaya, Bitung, Ambon, Sorong. Kelimanya berada di pusat-pusat kekayaan perikanan Indonesia.
Dulunya, galangan kapal itu dimaksudkan untuk dipakai sendiri. Ketika PT Prinus masih jaya. Masih memiliki banyak kapal. Kalau ada kapal yang rusak tinggal diperbaiki di galangan sendiri.
Belakangan lima perusahaan perikanan di lima kota itu bermasalah. Semuanya. Mismanagement. Secara berjamaah. Sakit. Sempoyongan. Semaput. Sekarat.
Tahun 2004 muncul ide menyehatkannya: digabung menjadi satu perusahaan dengan nama PT Perikanan Nusantara (Persero).
Menyatukan lima perusahaan sekarat ternyata ibarat orang lumpuh menggendong orang pingsan. Tidak jalan.
Sampai tiga tahun kemudian tidak bergerak. Penyatuan itu ibarat hanya mengumpulkan lima orang sekarat dalam satu kamar pengap. Tidak ada obat dan tidak ada dokter.
Baru pada tahun 2007 statusnya diperjelas: diberi direksi dan diberi injeksi. Bayangkan apa yang bisa diperbuat oleh gabungan lima perusahaan lumpuh itu. Lima perusahaan yang secara spiritual sudah rusak bertahun-tahun.
Tentu, saat diangkat jadi menteri saya tidak bisa membiarkannya. Mayat itu harus diurus. Dikubur. Atau dihidupkan. Saya mencoba memilih yang kedua. Rasanya tidak akan sesulit pabrik kertas Leces. Dunia kian tidak memerlukan kertas. Dunia kian memerlukan ikan.
Untuk langkah pertama saya minta utang-utang PT Prinus diselesaikan. Beres. Lalu muncul ide dari Abdussalam untuk mendayagunakan galangan kapal itu. Kerjakan. Kerja. Jalan. Bernafas.
Tahun berikutnya Abdussalam saya naikkan jadi direktur utama. Berkibar. Lima galangan kapal di lima kota itu kian sibuk. Uang mengalir masuk. Tidak ada lagi yang bocor. Dulu galangannya sibuk tapi uangnya entah ke mana.
Jumat lalu saya ke Ambon. Meninjau PT Prinus Cabang Ambon. Tanda-tanda kehidupan tampak dengan nyata di situ. Galangan kapalnya sibuk. "Sampai Desember nanti sudah penuh. Kami sudah menolak-nolak order," ujar Ferdinand Wenno, Kepala Cabang Ambon PT Prinus.
"Banyak sekali kapal ikan yang antre perbaikan," tambahnya. "Bahkan kapal ikan Taiwan pun diperbaiki di sini," katanya. Terlihat ada kebanggaan di sorot matanya.
Demikian juga di Surabaya, Bitung, dan Sorong. Semua sibuk bekerja. Bangga. Hope itu cepat menjalar. Merambat. Menular. Mewabah. Setelah galangan kapalnya bergairah, Abdussalam mengayunkan langkah baru. Menghidupkan pabrik es di lima kota.
Kapal ikan perlu es. Dalam jumlah besar. Nelayan mulai mendatangi PT Prinus. Untuk mendapat es.
Abdussalam pandai memanfaatkan hope dan optimisme. Dia jadikan itu mesiu untuk melesatkan cita-cita. Galangan dan pabrik es bukanlah cita-cita yang sebenarnya. PT Prinus bukan perusahaan es. Dia perusahaan perikanan. Galangan dan es hanyalah sasaran antara. Jembatan.
Awal tahun 2013 Abdussalam menyeberangi jembatan itu. Masuk ke jantung perusahaan: membangun pusat pengolahan ikan. Di lima kota.
Di Ambon saya kaget. Ada tiga orang Korea dan satu orang Amerika. Pagi itu mereka lagi menyeleksi hasil pengolahan ikan Prinus. Agar layak diekspor. Tidak ditolak di negara tujuan. Tidak diklaim.
Itu langkah yang cerdas sekaligus prudent. Perusahaan yang baru hidup seperti Prinus masih menghadapi banyak kerawanan. Belum memiliki keahlian. Kalau ekspor ikannya sampai ditolak Prinus akan kembali mampus.
Saya sungguh bangga pada Prinus. Mayat itu kini sudah hidup. Bahkan sudah mampu berjalan. Cukup jauh. Hanya perlu waktu dua tahun. Tanpa suntikan modal sama sekali.
Sorenya saya ke Sorong, Papua Barat. Di sini tanda-tanda kehidupan itu lebih nyata. Galangannya, pabrik esnya, pengolahan ikannya, sangat istimewa. Tentu semua itu baru awal kebangkitan. Abdussalam masih menyimpan dendam yang sangat dalam: menjadikan Prinus benar-benar perusahaan perikanan kelas dunia.
Dia lahir di Bangkalan, Madura. Dia alumni akuntansi Unair. Dia doktor ekonomi IPB. Dia mencintai laut. Dan isinya.
Sore itu dia sudah menyiapkan sashimi fresh untuk saya. Tapi heli yang akan membawa saya ke Kais tidak bisa menunggu. Di Kais, pedalaman Sorong Selatan itu, Perum Perhutani sudah siap membangun pabrik sagu pertama.
Saat menuju Kais saya minta heli terbang rendah di 80 km selatan kota Sorong. Di sinilah konsorsium PT Pelindo akan membangun pelabuhan laut internasional sebesar yang di Makassar.
Dua proyek itu lebih menggiurkan untuk dilihat. Saya tinggalkan sashimi. Saya telan kembali liur yang sudah terlanjur mengucur. (mdk/bmo)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Langkah penyelamatan 4 perusahaan ini tergantung separah apa kondisinya.
Baca SelengkapnyaJika melihat latar belakang keluarga, Untung bukan berasal keluarga pengusaha. Ayahnya seorang sopir taksi, dan ibu guru honorer.
Baca SelengkapnyaKisah pria dulu bos rental mobil namun bangkrut dan jatuh miskin. Kini tumbuh menjadi seorang pengusaha kuliner berjualan nasi telur yang sukses.
Baca SelengkapnyaBerbekal keyakinan kuat meski dengan modal yang minim, Midah kemudian membaca peluang untuk memulai usaha kuliner ini.
Baca SelengkapnyaMimin memberanikan diri menambah pengajuan modal lewat KUR BRI menjadi Rp500 juta dengan plafon 4 tahun.
Baca SelengkapnyaAdapun, perusahaan yang dimaksud ialah PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP). Perusahaan ini bergerak di bidang pengolahan dan pengekspor udang.
Baca SelengkapnyaBRI akan terus mendorong pemberdayaan UMKM sebagai upaya mengakselerasi ekonomi Indonesia secara optimal.
Baca SelengkapnyaNamun sekitar tahun 2014-2015, Siswanto mengalami titik terberat dalam hidupnya. Dia jatuh sakit dan bisnisnya bangkrut dan punya utang Rp1,5 miliar.
Baca SelengkapnyaKesuksesan pria ini menjadi salah satu kisah inspiratif dalam membangun bisnis.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, kesuksesannya ini berkat doa dan restu dari orang tuanya.
Baca SelengkapnyaPasutri ini pernah memiliki utang bank ratusan juta rupiah gara-gara bisnisnya gagal.
Baca SelengkapnyaAwalnya, Suparno memulai usaha berjualan singkong dan jagung, tetapi pada akhirnya bangkrut.
Baca Selengkapnya