Catatan Otomotif 2024: Menjaga Eksistensi di Tengah Krisis Ekonomi
Tahun 2024 diprediksi akan menjadi tantangan besar bagi industri otomotif di Indonesia, karena penjualan mobil mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Tahun 2024 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi sektor otomotif di Indonesia. Penjualan mobil mengalami penurunan yang cukup besar. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) bahkan terpaksa merevisi target penjualannya dari 1,1 juta unit menjadi 850 ribu unit untuk tahun ini.
Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, mengungkapkan bahwa pasar otomotif, terutama untuk kendaraan roda empat, masih menunjukkan tanda-tanda perlambatan sepanjang tahun 2024.
"Memang, angka penjualan tidak bisa mengalami peningkatan yang signifikan. Revisi target ini merupakan kesepakatan antara anggota Gaikindo," jelas Jongkie dalam pernyataannya yang dirilis pada Senin, 28 Oktober 2024.
Data Penjualan Mobil Tahun 2024
Menurut data dari Gaikindo, penjualan mobil secara wholesale, yaitu dari pabrik ke dealer, mengalami penurunan sebesar 16,2 persen antara Januari dan September 2024 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Secara lebih rinci, selama sembilan bulan di tahun ini, total penjualan mobil tercatat hanya 633.218 unit, turun dari 755.778 unit pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, untuk penjualan retail juga mengalami penurunan sebesar 11,9 persen dibandingkan dengan tahun lalu, dengan jumlah penjualan kepada konsumen hanya mencapai 657.223 unit, berkurang dari 746.246 unit pada tahun sebelumnya.
Tantangan Baru di Tahun 2025
Di tahun 2025, sektor otomotif kembali dihadapkan pada tantangan akibat peningkatan tarif pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 telah dipikirkan dengan seksama.
Kebijakan PPN sebesar 12 persen ini merupakan hasil dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021. Sri Mulyani menyatakan bahwa Undang-Undang HPP yang disahkan pada 29 September 2021 tidak hanya mengatur tentang perpajakan, tetapi juga mencakup kebijakan yang mendukung masyarakat, termasuk penyesuaian tarif PPN secara bertahap.
Peningkatan tarif PPN sebelumnya, dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, bertujuan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi. Kenaikan tarif selanjutnya dari 11 persen menjadi 12 persen juga direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
"Pada waktu itu, bahkan setelah pandemi, kami menaikkan tarif dari 10 persen ke 11 persen pada 1 April 2022. Kemudian, DPR memutuskan untuk menunda kenaikan berikutnya hingga 1 Januari 2025. Ini memberi masyarakat waktu yang cukup untuk pulih," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin, 16 Desember 2024.
Menkeu menegaskan bahwa dalam diskusi mengenai Undang-Undang HPP, pemerintah tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat, terutama bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah. Melalui undang-undang ini, pemerintah memberikan fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Ini mencakup sektor pangan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan jasa sosial lainnya, dengan tujuan untuk meringankan beban masyarakat serta memastikan akses yang lebih adil terhadap barang dan jasa esensial.
"Hampir semua fraksi sepakat bahwa negara harus menunjukkan dukungannya kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Dukungan ini diwujudkan melalui fasilitas PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, baik berupa barang maupun jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas," kata Sri Mulyani.
Presiden Prabowo Beri Tanggapan
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memberikan pernyataan terkait rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang dijadwalkan mulai berlaku pada tahun 2025. Ia menegaskan bahwa keputusan ini telah diambil dan akan dilaksanakan secara selektif.
"Sudah dijelaskan, PPN adalah undang-undang, dan kita akan melaksanakannya. Namun, ini hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah," katanya di Istana Merdeka, Jakarta, pada hari Jumat (6/12/2024).
Prabowo menambahkan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen tidak akan memberatkan masyarakat kecil.
"Kami akan tetap melindungi rakyat kecil. Sejak akhir 2023, pemerintah tidak memungut pajak yang seharusnya dipungut untuk membantu masyarakat kecil. Jadi, jika ada kenaikan, itu hanya akan berlaku untuk barang mewah," jelasnya.
Di samping itu, pemerintah juga akan mulai memungut pajak baru untuk kendaraan bermotor yang akan mulai berlaku pada 5 Januari 2025. Dua pajak baru tersebut adalah pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Penting untuk dicatat bahwa pajak tambahan untuk kendaraan bermotor merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Lydia Kurniawati, Direktur Pajak Daerah di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), memastikan bahwa penerapan pajak tambahan ini tidak akan menambah beban bagi masyarakat atau Wajib Pajak.
"Opsen itu bukan beban tambahan, bukan pungutan yang baru, tidak," ujarnya dalam acara yang membahas pengaturan UU HKPD dan implementasinya untuk memperkuat sistem perpajakan daerah.
Berdasarkan informasi dari situs resmi Kementerian Keuangan, penambahan pajak PKB dan BBNKB tidak akan menambah beban administrasi bagi Wajib Pajak karena tarif maksimal untuk PKB dan BBNKB provinsi telah mengalami penurunan.
Melalui UU HKPD, tarif maksimal PKB diturunkan menjadi 1,2 persen dari sebelumnya 2 persen, sedangkan tarif maksimal BBNKB menjadi 12 persen dari 20 persen, kecuali untuk provinsi tertentu.
Harapan Baru dari Pemerintah
Untuk menghadapi konsekuensi dari penerapan Opsen dan PPN 12 persen, Toyota-Astra Motor (TAM) telah melaksanakan beberapa langkah strategis. Salah satu upaya yang dilakukan adalah berusaha untuk tidak menaikkan harga mobil baru.
"Kami berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan harga kendaraan, meskipun biaya produksi dan pajak mengalami peningkatan. Langkah ini diambil sebagai antisipasi terhadap penurunan daya beli yang disebabkan oleh kenaikan PPN dan Opsen BBNKB," kata Direktur Marketing TAM, Anton Jimmi Suwandy, di Surabaya pada Minggu (15/12/2024).
Anton menambahkan bahwa penerapan Opsen sebagai pajak tambahan bagi masyarakat akan mempengaruhi penjualan mobil, terutama di luar Jakarta, yang merupakan satu-satunya wilayah yang tidak menerapkan Opsen.
"Wilayah yang menerapkan Opsen segera direview, agar tidak ada konsumen yang berpindah tempat membeli kendaraan, seperti dari Bekasi ke Jakarta karena tidak ada Opsen. Pemerintah daerah tentu ingin mendapatkan pendapatan dari Opsen, jangan sampai pada akhirnya malah tidak mendapatkan apa-apa," jelas Anton.
Selain berusaha untuk tidak menaikkan harga, Toyota juga aktif berkomunikasi dengan berbagai pihak, termasuk Gaikindo, pemerintah pusat, dan daerah, untuk mendiskusikan kebijakan Opsen dan PPN 12% agar dampaknya pada industri otomotif tidak terlalu besar.
Menurut Anton, pemerintah memang memerlukan dana, tetapi industri otomotif juga harus tetap diperhatikan.
"Jika tidak, dampaknya bisa serupa dengan yang terjadi di negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam atau Thailand, di mana pasar mereka mengalami penurunan drastis dan kompetisi semakin ketat, sehingga mengganggu industri otomotif mereka," ujarnya.
Untuk memastikan kelangsungan bisnis otomotif, pemerintah memberikan insentif untuk mobil hybrid. Mobil hybrid kini berhak mendapatkan Pajak Penjualan atas Barang Merek Ditanggung Pemerintah (PPNBM DTP) dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
Pernyataan ini ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers daring mengenai Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan pada Senin (16/12/2024).
"Sesuai dengan program yang sedang berjalan, pembebasan bea masuk untuk EV CBU masih diberikan. Selain itu, yang terbaru adalah PPNBM DTP untuk kendaraan bermotor hybrid, di mana pemerintah memberikan diskon sebesar 3 persen untuk PPN hybrid," jelas Airlangga.
Selain itu, insentif juga diberikan untuk kendaraan listrik berbasis baterai dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tertentu, di mana pemerintah akan terus memberikan insentif untuk kendaraan roda empat berbasis baterai, baik yang diproduksi secara lokal maupun yang diimpor.
Airlangga menambahkan, "Dan insentif PPNBM ditanggung pemerintah untuk kendaraan baterai atau EV atas impor EV roda tertentu yang CBU dan roda empat tertentu yang CKD masih berlanjut." Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga menyampaikan bahwa keputusan untuk memberikan insentif ini diambil karena pemerintah mempertimbangkan dua aspek, yaitu daya beli masyarakat dan kinerja industri.
"Jadi, kedua hal ini harus diperhatikan secara seimbang, yaitu daya beli yang memang harus ditingkatkan, sementara kinerja industri juga menjadi perhatian pemerintah, yang akan diatasi melalui insentif dan stimulus yang akan kami siapkan," tegas Agus.
Kontribusi Gaikindo
Produsen otomotif memberikan reaksi terhadap kebijakan pemerintah yang menawarkan insentif pajak sebesar 3 persen untuk kendaraan hybrid. Salah satu perusahaan asal Tiongkok, Morris Garages (MG), yang merupakan anak perusahaan dari SAIC, juga memberikan tanggapan terkait kebijakan ini.
CEO MG Motor Indonesia, He Gurwei (Alec), menyatakan bahwa pasar hybrid di Indonesia cukup besar, dengan dominasi dari produsen Jepang. Meskipun perusahaan berencana untuk memperluas segmen hybrid, mereka menegaskan tidak ingin bersaing langsung dengan produsen lain untuk memanfaatkan insentif yang diberikan pemerintah.
"Pabrikan Jepang sangat dominan dalam segmen hybrid. Ini adalah area yang perlu kami tingkatkan di masa depan. Kami juga harus fokus pada pencapaian. Namun, seperti yang telah disebutkan, semuanya berkaitan dengan permintaan, penawaran, dan volume," kata Alec dalam acara media gathering di Jakarta, pada Kamis (19/12/2024).
Alec menambahkan, "Jika kami memiliki volume yang memadai, biaya produksi kami akan menurun. Dengan demikian, kami dapat bersaing dengan merek Jepang. Namun, saya rasa kami tidak perlu berkompetisi secara langsung dengan mereka. Pasarnya cukup luas."
Ketua Umum Gaikindo, Yohanes Nangoi, mengapresiasi perhatian besar pemerintah Indonesia terhadap kinerja industri kendaraan bermotor yang terus menghadapi tantangan.
"Gaikindo sangat menghargai kebijakan pemerintah sebagai respons cepat untuk menjaga kelangsungan industri kendaraan bermotor Indonesia yang telah mengalami tekanan sejak tahun lalu," ungkap Nangoi dalam keterangan resmi pada Selasa (24/12/2024).
Dia juga menambahkan, "Dengan demikian, keluarnya kebijakan insentif untuk kendaraan hybrid dari pemerintah adalah berita baik yang diharapkan dapat memulihkan dan menghidupkan kembali industri kendaraan bermotor Indonesia."
Selain itu, Nangoi percaya bahwa kebijakan pemerintah akan menjadi salah satu faktor pendorong untuk kebangkitan pasar yang signifikan pada tahun 2025 mendatang.
"Kebijakan positif tersebut meningkatkan keyakinan bagi industri kendaraan bermotor Indonesia bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 tidak akan berdampak buruk pada potensi penjualan, bahkan mungkin dapat diabaikan," tutup Nangoi.