99 Persen petani di Jateng jual kopi ke tengkulak dengan harga murah
Merdeka.com - Jawa Tengah dinilai mempunyai prospek yang menjanjikan sebagai penghasil komoditas kopi. Namun hasil panen yang melimpah tak dibarengi meningkatnya penghasilan dan kesejahteraan petani.
Harga jual kopi dinilai masih tak sesuai dengan yang diharapkan. Selain kurangnya pengetahuan, para petani masih belum bisa lepas dari jerat para tengkulak yang membeli hasil panen kopi dengan harga murah.
Prodi agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menggelar Penelitian itu dikarenakan Jateng memiliki potensi komoditas kopi yang tinggi di kawasan. Tingginya potensi produksi kopi tak diimbangi harga jual yang tinggi.
-
Apa masalah yang dihadapi petani? Oh, selamat pagi juga. Masalah saya adalah bahwa ladang ini selalu banjir setiap musim hujan.
-
Apa yang terjadi pada rakyat Priangan karena kopi? Rakyat Priangan menderita & dipaksa menanam kopi oleh VOC dan para pembesar pribumi. Mereka dipaksa meninggalkan lahan pertanian mereka demi 'emas hitam'.
-
Apa tantangan terberat yang dihadapi petani di Sukomakmur? Salah satu tantangan terberat dalam bertani adalah, mereka menyediakan modal yang tinggi untuk masa tanam, namun saat panen, mereka mendapat hasil yang rendah.
-
Apa yang terjadi pada para petani? Mereka masih selamat meski mengalami luka bakar.
-
Kenapa petani di Tanah Karo kesulitan dengan pupuk? 'Sekarang petani mengeluh harga pupuk mahal. Itu sebabnya yang memicu petani mengeluh. Harganya tidak sesuai dengan barang yang diproduksi,' ucap Joy di kanal Youtube CapCapung.
-
Kenapa petani tembakau mengalami masa sulit? Aan mengakui untuk saat ini para petani tembakau sedang mengalami masa sulit. Apalagi harga cukai tengah naik. Apabila cukai naik, pabrik tidak akan membeli tembakau yang mahal. Hal ini menjadi masalah tersendiri bagi petani.
Wakil Dekan bidang Akademik Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Samanhudi mengatakan, para petani kopi umumnya menjual hasil panen ke tengkulak. Tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian pengembangan agribisnis kopi Kabupaten Temanggung dan sekitarnya.
"99 Persen petani menjual panen kopi dengan bentuk paling sederhana, yakni green bean, tanpa diolah. Ini terjadi karena minimnya informasi yang diperoleh petani mengenai peluang pasar, standar mutu produk dan lemahnya jejaring pasar," jelas Samanhudi, Kamis (26/4).
UNS menggandeng sejumlah pihak melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan pemasaran kopi yang petani Temanggung dan sekitarnya. Diharapkan bisa memberikan alternatif strategi pengembangan agribisnis kopi.
"Penelitian ini dilakukan pada 14 April 2018 lalu. Hasilnya diketahui bahwa kopi Temanggung masih diterima dengan sangat baik di pasar lokal atau internasional," katanya.
Untuk mengembangkan pasar kopi Temanggung dan sekitar, di antaranya menggunakan identifikasi pembeli potensial. Yakni, dengan dibentuknya kelembagaan koperasi sebagai pengembangan kelembagaan.
"Harus ada inovasi teknologi pengolah kopi oleh pemerintah maupun koperasi yang dikembangkan di sana. Tujuannya agar kopi bisa diolah oleh petani lokal dan dapat menjadi nilai tambah bagi penjualan," ucapnya.
Dia menambahkan, ke depan para petani kopi di Temanggung dan Jateng harus diberikan pengetahuan untuk memperluas pangsa pasar penjualan kopi. Diantaranya dengan cara mendorong pelaku usaha kopi menciptakan merek sendiri.
"Diperlukan pendampingan dan fasilitasi akses permodalan, semisal pelatihan manajemen usaha, dan pelatihan pembukuan usaha," tutupnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terutama bagi petani yang menggarap lahan kecil. Mereka masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Baca SelengkapnyaBerbagai tantangan mereka hadapi, mulai dari proyek penambangan hingga serangan hama tikus
Baca SelengkapnyaKenaikan harga cabai di tingkat petani sudah terjadi sejak pekan lalu.
Baca SelengkapnyaPolisi mengungkap biang kerok penyaluran pupuk subsidi langka buat petani.
Baca SelengkapnyaJumlah petani di Indonesia juga terus mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaDi panen ini, mereka hanya menerima nominal amat kecil yakni Rp700 per kilogram. Ini jauh dari pendapatan saat harga normal, di kisaran Rp4.000 per kilogram
Baca SelengkapnyaDua petani tersebut marah karena harga wortel mereka turun drastis di pasaran.
Baca SelengkapnyaMasyarakat perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilih belanja kebutuhan rumah tangga ke Malaysia dengan berjalan kaki.
Baca SelengkapnyaAktivitas panen padi saat ini masih terbatas di sejumlah daerah. Kondisi tersebut membuat harga gabah kering di tingkat petani menjadi sangat tinggi.
Baca SelengkapnyaArea persawahan di Jakarta tersebut terdampak kekeringan panjang
Baca Selengkapnya"Sumur-sumur sudah mengering, sehingga warga hanya bisa mendapatkan air dari dasar sungai,” Sunardi.
Baca SelengkapnyaPermasalahan lainnya, petani di Indonesia masih sulit untuk memperoleh fasilitas kredit oleh lembaga perbankan.
Baca Selengkapnya