Aktivis di Aceh Desak MA Batalkan Vonis Bebas Ayah dan Paman Terdakwa Pemerkosa
Merdeka.com - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Aceh untuk Penghapusan Kekerasan Seksual meminta Mahkamah Agung membatalkan putusan Mahkamah Syar'iyah Aceh dan Mahkamah Syar'iyah Kabupaten Aceh Besar yang membebaskan dua terdakwa pelaku pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, yang merupakan ayah dan paman korban sendiri.
Juru Bicara Masyarakat Sipil Aceh untuk Penghapusan Kekerasan Seksual, Azriana Manalu mengatakan putusan bebas bagi pelaku pemerkosaan itu bukan saja mencederai rasa keadilan publik, tapi juga berpotensi mengimpunitas pelaku pemerkosaan dan sangat menghambat pemulihan korban.
"Mahkamah Agung bisa membatalkan baik putusan Mahkamah Syariah Aceh yang membebaskan pamannya, dan Mahkamah Syariah Jantho, Aceh Besar yang membebaskan ayahnya. Kedua keputusan ini harus dibatalkan oleh Mahkamah Agung," katanya, Kamis (27/5).
-
Siapa pelaku pemerkosaan? 'Kejadian ini berawal dari kejadian longsor di daerah Padalarang Bandung Barat. Kebetulan keluarga korban ini rumahnya terdampak sehingga mereka mengungsi ke kerabatnya (AR) untuk sementara,' ucap Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, Selasa (3/9).
-
Siapa yang berperan penting mencegah kekerasan seksual pada anak? 'Peran orang tua sangat besar, jadilah pendengar yang baik, usahakan jadi sahabat anak. Cari waktu berkualitas, sekarang banyak orang tua yang sibuk, padahal penting untuk mencari waktu berkualitas. Kadang, walaupun waktu banyak namun kurang berkualitas jadi kurang bisa mendukung edukasi yang diberikan pada anak,' kata Anggota Satgas Perlindungan Anak PP IDAI Prof. Dr. dr. Meita Dhamayanti, Sp.A(K), M.Kes.
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Siapa yang melakukan pelecehan terhadap korban? Kapolres Cimahi AKBP Tri Suhartanto menyampaikan bahwa peristiwa pelecehan seksual dilakukan oleh pelaku hingga korban mengalami kehamilan terjadi di wilayah Kabupaten Bandung Barat.
-
Kenapa pelaku penganiayaan dibebaskan? Dengan potongan video selanjutnya korban yang masih bocah sempat menangis setelah kepalanya dipukul dengan botol.'Meskipun Om aing jenderal aing tak pernah minta tolong ke om aing nu jenderal. Sok searching di google maneh, Mayjen Rifki Nawawi. Apakah aing pernah minta tolong, gak pernah,' ujar si remaja dalam video.
-
Siapa yang meminta polisi prioritaskan kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
Pihaknya mendorong agar Kejaksaan Negeri Jantho, Aceh Besar, melalui jaksa penuntut umum bisa melakukan upaya maksimal dalam pengajuan kasasi terhadap putusan majelis hakim Mahkamah Syariah Aceh dan Aceh Besar kepada Mahkamah Agung.
Koalisi LSM juga mendesak DPRA dan Pemerintah Aceh segera merevisi Qanun Jinayat yang dinilai tidak cukup tegas membedakan antara proses penanganan peradilan tindak pidana dengan peradilan untuk pelanggaran.
Aulianda Wafisa dari LBH Banda Aceh mengatakan, revisi Qanun Jinayat tersebut tidak perlu dilakukan menyeluruh, melainkan hanya mencabut 2 pasal diantaranya; pasal pemerkosaan dan pelecehan seksual.
"Supaya pemerkosaan dan pelecehan seksual kembali ditangani oleh mekanisme pengadilan umum. Bisa dipakai UU perlindungan anak, pakai UU Sistem Peradilan Pidana Anak, atau mungkin pakai UU Penghapusan Kekerasan Seksual kalau nanti sudah disahkan," tegasnya.
Dia menyebut, kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual baik terhadap anak dan perempuan di tanah Serambi Mekkah, sudah berada pada tahap darurat. Kasus demi kasus terus saja terjadi. "Sementara hukuman kepada pelaku sangat ringan, bahkan bisa divonis bebas," pungkasnya.
Vonis Bebas
Sebelumnya, Mahkamah Syar'iyah Aceh memvonis bebas terdakwa inisial DP (35) dalam kasus pemerkosaan keponakan asal Lhoknga, Aceh Besar. Dia awalnya divonis 200 bulan penjara oleh Mahkamah Syar'iyah Jantho, Aceh Besar.
Persidangan ditingkat banding yang dipimpin ketua majelis Misharuddin dengan hakim anggota masing-masing M Yusar dan Khairil Jamal. Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan menerima banding yang diajukan terdakwa dan membatalkan putusan Mahkamah Syar'iyah Jantho nomor 22/JN/2020/MS.jth.
"Menyatakan terdakwa DP tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan mahram dengannya sebagai mana dakwaan alternatif kedua, yang diatur dalam pasal 49 Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat," bunyi putusan hakim dikutip Merdeka.com, Senin (24/5).
Hakim memutuskan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, dan memerintahkan agar terdakwa DP untuk dikeluarkan dari tahanan.
Putusan yang diketok majelis hakim pada Kamis (20/5) lalu itu memutuskan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya.
Kasus dugaan pemerkosaan yang terjadi terhadap anak umur 11 tahun itu yang diduga dilakukan ayah kandung korban MA dan paman korban DP. Keduanya diadili dalam berkas terpisah.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut DP dengan hukuman 200 bulan penjara. Majelis hakim Mahkamah Syar'iyah Jantho memvonis DP pada Selasa (30/3) sesuai tuntutan JPU.
DP dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan mahram dengannya, sebagaimana ketentuan pasal 49 Qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat.
Sementara ayah kandung korban, MA yang juga dituntut hal serupa, dibebaskan karena dinilai tidak terbukti bersalah.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peristiwa itu telah dilaporkan ke Polres Purworejo pada Juni 2024 dan masih belum ada perkembangan.
Baca SelengkapnyaKeluarga meminta bantuan hukum karena tak terima tiga dari empat tersangka tidak dilakukan penahanan.
Baca SelengkapnyaPerkosaan terjadi sejak gadis kembar itu berusia 9 tahun. Perbuatan bejat itu sudah tak terhitung berapa kali karena hampir setiap pekan terjadi.
Baca SelengkapnyaMereka berdalih bukan pelaku kejahatan terhadap AA (13).
Baca SelengkapnyaNasib tragis dialami dua kakak beradik disabilitas di Purworejo. Keduanya jadi korban pencabulan oleh tiga pelaku.
Baca SelengkapnyaKondisi korban anak saat ini ketakutan dan merasa trauma. Apalagi setelah mengetahui kasus ini viral.
Baca SelengkapnyaPimpinan dayah (pesantren) di Desa Seulalah Baru, Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh, MR (38) ditangkap karena diduga memerkosa dua santriwati.
Baca SelengkapnyaKubu terdakwa meyakini Kiai Fahim tidak bersalah dan terjadi fitnah.
Baca SelengkapnyaPara terdakwa diputus bersalah tetapi hukumannya jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Baca SelengkapnyaPelaku hingga saat ini masih menjalankan pemeriksaan oleh penyidik
Baca SelengkapnyaIstri Pergi Kerja Cuci dan Gosok Pakaian, Suami Berulang Kali Cabuli Anak Tiri
Baca SelengkapnyaDorongan revisi ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni
Baca Selengkapnya