Cerita Orang Tua Santri Gontor yang Meninggal Tak Kuat Bertemu Penganiaya Anaknya
Merdeka.com - Perkara dugaan pengeroyokan yang menyebabkan meninggalnya santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, AM (17), tinggal menunggu sidang di pengadilan. Dua santri, MFA (18) dan IH (17), akan diadili dalam perkara ini.
Ibu korban, SM (45), mengapresiasi kinerja polisi yang bergerak cepat menangani kasus ini, sehingga pelaku kekerasan terhadap putranya terungkap. Informasi yang diterimanya, kasus ini segera diproses di persidangan.
"Sedang menunggu proses sidang," ungkap SM di Palembang, Rabu (12/10).
-
Siapa yang menjadi korban santet? 'Semua permukaan eksterior dari guci awalnya tertutup teks yang mengandung lebih dari 55 nama yang diukir, puluhan di antaranya sekarang hanya bertahan sebagai huruf-huruf terpisah yang mengambang atau coretan pensil yang samar,' jelas Lamont.
-
Siapa yang diduga melakukan penganiayaan? Leon Dozan diduga melakukan penganiayaan terhadap Rinoa Aurora Senduk setelah foto dan video dalam tangkapan layar obrolan di Whatsapp terbongkar.
-
Siapa yang dianiaya di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin? 'Saya mondok di sana selama enam tahun, tiga tahun MTs dan Aliyah. Selama 6 tahun di situ cukup banyak perubahan, baik dari pembangunan dan gurunya,' kata Adi Maulana kepada merdeka.com. Menurut Adi Maulana, Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin merupakan yang terbaik di Provinsi Jambi, apalagi Kabupaten Tebo, baik dari sisi pendidikan, pengembangan multimedia, dan lainnya. 'Kalau untuk segi pembelajaran nilainya plus kemudian santri di pondok Raudhatul Mujawwidin itu paling banyak santri se-Jambi. Pada waktu saya masuk pondok santri hanya 800, sekarang sudah lebih dari dua ribu santri,' ujarnya. Namun, pondok pesantren ini juga ada minusnya. Adi Maulana menceritakan, salah satu kejelekannya adalah selalu menutupi masalah kecil ataupun masalah besar. Sepengetahuan dia, kasus santri meninggal baru pertama kali ini terjadi. Namun tindak kekerasan, seperti bullying sudah lama berlangsung. 'Zaman saya juga sudah ada, tapi tidak sampai meninggal seperti ini,' paparnya.
-
Siapa yang terlibat dalam kasus ini? Terdakwa Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Luhut Binsar Pandjaitan pada hari ini, Senin (28/8).
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
Terkait sidang itu, SM dan keluarga sangat ingin menghadiri langsung agar dapat mengetahui peristiwa itu secara gamblang. Namun dia mengaku menghadapi dilema, karena dirinya takut tak mampu menahan kesedihan ketika melihat wajah kedua pelaku.
"Saya inginnya hadir langsung, tapi khawatir saya tak kuat melihat mereka, sehingga teringat kembali dengan peristiwa yang menimpa anak saya," ujarnya.
Minta Fakta Diungkap
Terlepas dari itu, SM berharap majelis hakim nantinya memberikan putusan sesuai perbuatan pelaku. Dari sidang itu juga dapat mengungkap fakta yang mungkin belum sepenuhnya diketahui publik.
"Saya berharap sidang berjalan lancar dan keputusan yang diambil sesuai dengan aturan yang berlaku," tegasnya.
Diketahui, SM meminta keadilan atas tewasnya anaknya, AM (17), yang diduga korban tindak kekerasan di Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Ponorogo, Jawa Timur. Dia meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut.
Hal itu disampaikan SM saat bertemu dengan pengacara kondang, Hotman Paris di Palembang bulan lalu. Dia tidak terima anaknya tewas mengenaskan yang diduga korban penganiayaan.
Curiga sejak Awal
Dalam surat terbuka yang diterima merdeka.com, SM mengaku sangat kaget mendengar kabar dari pesantren bahwa anaknya meninggal dunia di pesantren, Senin (22/8) pukul 10.20 WIB. Dia tak percaya kabar itu karena anaknya tidak ada kabar sakit atau apa pun.
"Karena mendengar berita itu kami shock dan tidak bisa berpikir apa-apa, yang kami harap adalah kedatangan ananda ke Palembang meskipun hanya tinggal mayat," ungkap SM, Senin (5/9).
Kecurigaan muncul begitu mendapatkan surat keterangan yang menyebutkan anaknya meninggal dunia pukul 06.45 WIB. SM curiga terjadi apa-apa karena rentang waktu meninggal dan kabar ke keluarga cukup lama.
"Ada apa ini? Rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami," ujarnya.Selasa (23/8) siang, jenazah tiba di Palembang yang diantar seorang perwakilan dari Gontor. Di hadapan pelayat, keluarga menyebut korban meninggal usai terjatuh akibat kelelahan mengikuti Perkemahan Kamis-Jumat (Perkajum), seperti yang diceritakan para wali santri yang lain.
Pesantren Akui Korban Meninggal akibat Kekerasan
Hingga akhirnya keluarga meminta kain kafan yang menutup jenazah dibuka. Keluarga kaget karena ditemukan beberapa luka lebam diduga akibat kekerasan, bahkan keluarga harus mengganti dua kali kain kafan karena banyaknya darah yang terus mengalir dari jenazah.
"Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya. Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima," kata SM.
Merasa ada kejanggalan, keluarga menghubungi pihak forensik dan rumah sakit untuk melakukan autopsi. Namun setelah didesak, akhirnya perwakilan Ponpes Gontor 1 yang mengantar jenazah mengakui bahwa korban meninggal akibat terjadi kekerasan.
"Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang notabene nomor satu di Indonesia," kata dia.
"Setelah ada pengakuan telah terjadi tindak kekerasan di dalam pondok, saya memutuskan untuk tidak jadi melakukan autopsi agar anak saya segera bisa dikubur mengingat sudah lebih dari satu hari perjalanan dan saya tidak rela tubuh anak saya diobrak-abrik," sambungnya.
Dikatakan, keluarga sudah berusaha menutup rapat penyebab kematian putra sulungnya itu. Dia beralasan, pihak Gontor berjanji akan menyelesaikan masalah ini.
Keluarga Putuskan Ungkap Kasus ke Publik
Sepekan berselang, keluarga merasa pihak pondok pesantren tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah tersebut meski sudah berkirim surat hingga akhirnya keluarga memutuskan membuka kasus ini.
"Intinya kami ingin pelaku dan keluarganya untuk duduk satu meja, kami ingin tahu kronologi hingga meninggalnya anak kami. Tapi sampai sekarang, belum ada kabar dari surat yang kami sampaikan ke pondok pesantren selaku keluarga korban. Saya tidak ingin perjuangan anak saya siswa Kelas 5i Gontor 1 Ponorogo sia-sia," tegasnya.
"Jangan lagi ada korban-korban kekerasan, bukan hanya di Gontor, tetapi di pondok lainnya hingga menyebabkan nyawa melayang, tidak sebanding dengan harapan para orang tua dan wali santri untuk menitipkan anaknya di sebuah lembaga yang dapat mendidik akhlak para generasi berikutnya," tutupnya.
Setelah kasusnya viral, kepolisian setempat melakukan penyelidikan yang diawali dengan koordinasi dengan pihak Gontor dan selanjutnya olah TKP serta autopsi terhadap jenazah korban yang dimakamkan di Palembang. Kasusnya terus menemui titik terang sehingga penyidik menetapkan dua tersangka dalam kasus ini.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dua santri di Kediri, yang didakwa menganiaya rekannya berinisial BBM (14) hingga tewas menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi.
Baca SelengkapnyaBerkas Dua Tersangka Penganiayaan Santri di Kediri Diserahkan ke Kejari, Sisanya Masih Diproses
Baca SelengkapnyaPelaku kesal hanya mendapatkan dua batang rokok saat memalak adik kelasnya termasuk salah satunya korban.
Baca SelengkapnyaKeluarga yakin Santri AH tewas dianiaya. Sementara pengakuan pesantren korban tewas tersentrum.
Baca SelengkapnyaSantri itu tengah berada di Perpustakaan saat dianiaya seniornya.
Baca SelengkapnyaTidak ada fakta baru yang terungkap dalam proses rekonstruksi yang digelar secara tertutup.
Baca SelengkapnyaMenanggapi hal ini, sosok anggota DPR RI memberi atensi.
Baca SelengkapnyaMajelis hakim menyampaikan vonis 15 tahun kepada kedua terdakwa, sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Baca SelengkapnyaPengeroyokan yang berujung pada kematian ini pun sudah dilaporkan pihak orang tua ke Polsek Lodoyo Timur.
Baca SelengkapnyaSidang Penganiayaan Santri di Kediri, Ibu Korban Sebut Anaknya Dianiaya sejak Agustus 2023
Baca SelengkapnyaPesantren dinilai terkesan menutupi kasus tersebut
Baca SelengkapnyaKorban atas nama BM, 14 tahun, siswa kelas 8 yang beralamat di Desa Karangharjo, Kabupaten Banyuwangi.
Baca Selengkapnya