Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur, KPAI Dorong Pemda Lindungi Ibu & Korban
Merdeka.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam terkait kasus dugaan pencabulan terhadap tiga orang anak yang terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kasus tersebut sempat viral dan menjadi perbincangan warganet di Twitter.
"Saya menyampaikan keprihatinan dan mengecam dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang ayah terhadap ketiga putrinya," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya, Sabtu (9/10).
Selain itu, ia mendorong pemerintah daerah untuk segera memenuhi hak anak-anak korban untuk mendapatkan rehabilitasi psikologis maupun medis dan juga perlindungan bagi anak-anak korban maupun ibunya.
-
Siapa yang membuat laporan pencabulan? Kasus ini ditangani polisi seusai keluarga korban membuat laporan ke Mapolres Lhokseumawe pada 26 Mei 2024 lalu.
-
Apa yang dilakukan pelaku kepada korban? Dia dimaki dengan kata-kata kasar menggunakan bahasa setempat oleh para pelaku. Korban juga dipaksa sujud dan mencium kaki pelaku. Kepalanya didorong ke bawah oleh salah satu pelaku, sementara pelaku lain tertawa. Kemudian pelaku lain sengaja mendorong temannya dengan tujuan menimpa badan korban. Saat rambut korban berantakan, pelaku memaksanya berkaca ke layar ponsel.
-
Apa yang dilakukan pelaku terhadap korban? Pelaku melakukan aksinya tersebut saat kondisi rumah korban dalam keadaan sepi. “Pamannya melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak empat kali kali sehingga korban hamil dan sudah melahirkan,“ kata Tri.
-
Siapa yang menjadi korban perundungan? Apalagi saat berkomunikasi melalui panggilan video, R mengaku pada Kak Seto bahwa ia sering menjadi korban perundungan dari teman-temannya maupun guru.
-
Apa yang dilakukan pelaku pada korban? 'Korban meninggal akibat kekerasan. Ini peristiwa pembunuhan dengan tindak kekerasan, ditali, dicekik. Kami penyidik melakukan penyidikan pembunuhan, tidak soal lain,' kata Endriadi.
"Ketiga, saya mengapresiasi pada ibu korban yang melaporkan kejahatan seksual ini, tidak menyembunyikan kasus ini karena pelaku ayah korban. Perjuangkan sang ibu akan memberikan persepsi positif juga pada anak-anaknya bahwa sang ibu memperjuangkan mereka," ujarnya.
Retno juga mendorong pihak kepolisian untuk segera membuka kembali kasus tersebut. Apabila terbukti adanya tindak pidana, menurutnya terduga pelaku harus di kenakan UU Perlindungan anak.
"Karena dalam UUPA kalau pelakunya orang terdekat korban, dapat dilakukan pemberatan sebanyak 1/3 hukuman. Mengingat, orangtua seharusnya melindungi anak-anaknya bukan malah menjadi pelaku kekerasan seksual pada anaknya," tegasnya.
"Karena Ada perbedaan antara hasil visum polisi dengan hasil visum yang dipegang sang ibu, maka agar tidak ada fitnah dan saling serang cyber, maka sebaiknya kasus tidak lagi di tangani pihak Polres Luwu Timur, namun sebaiknya di tangani Mabes Polri di Jakarta, lalu Visum juga pemeriksaan psikologis secara independent dilakukan sebagai pembanding dengan temuan Polres Luwu Timur & P2TP2A Luwu Timur," sambungnya.
Menurutnya, apa yang disampaikannya itu untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan. Ia juga meminta agar proses kasus itu harus transparan dan diawasi juga oleh Kompolnas.
"Memang waktu bisa mempengaruhi hasil pemeriksaan fisik, namun trauma korban pasti membekas. Jika ada dua hasil yang sama (dari Kepolisian & P2TP2A Luwu Timur VS Pemeriksaan independen) baru bicara kasus ditutup," ucapnya.
"Jika hasil berbeda maka valid kan untuk memproses kasus ini secara transparan hingga proses pengadilan. Ini penting, agar korban2 kekerasan tidak dikorbankan lagi dan pelaku mendapatkan hukuman setimpal sesuai peraturan perundangan terkait anak," tutupnya.
Sebagai informasi, kasus dugaan pencabulan itu kembali viral setelah LBH Makassar meminta agar Mabes Polri membuka kembali kasus tersebut dan diunggah melalui akun twitter @projectm_org dalam laporannya dimuat pada Rabu (6/10).
Namun, sehari setelah mengunggah laporanya akun @projectm_org mengaku dapatkan serangan siber dan peretasan akun media sosial mereka. Hingga unggahan itu tak bisa diakses. Alhasil atas kejadian ini, turut membuat tagar #PercumaLaporPolisi ramai di Twitter sampai Jumat (8/10).
Diduga Malprosedur
Dugaan pencabulan dialami tiga orang anak di Luwu Timur (Lutim) oleh ayah kandungnya kembali mencuat. Meski pada tahun 2019 kasus ini sempat dihentikan oleh polisi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai sudah layaknya polisi melakukan penyelidikan ulang dalam kasus ini.
Wakil Direktur LBH Makassar, Abd Aziz Dumpa mengatakan kenapa kasus ini muncul kembali, karena adanya malprosedur dalam penyelidikannya. Aziz mengaku kasus ini tidak layak untuk dihentikan.
"Tidak layak dihentikan. Kenapa? karena proses penyidikannya sejak awal terjadi malprosedur. Sekarang terkesan justru berpihak kepada terduga pelaku," ujarnya kepada merdeka.com melalui telepon, Kamis (7/10).
Aziz mengaku Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Luwu Timur juga melanggar dalam melakukan pendampingan terhadap korban. Pasalnya, Kepala Bidang Pusat Pelayanan, Firawati mengaku mengenal dengan terduga pelaku.
"Ini kan sudah kami adukan P2TPA Lutim, karena dia melanggar. Nah, pada waktu itu P2TPA ternyata berteman dengan terduga pelakunya," kata dia.
Keanehan lainnya, kata Aziz, yakni pemeriksaan dan penyelidikan hanya berjalan dua bulan. Padahal, Polres Luwu memiliki cukup waktu untuk melakukan pendalaman.
"Kedua, seolah-olah mereka menganggap ini sebagai balas dendam. Karena ibu dan ayah korban sudah bercerai, padahal tidak ada hubungannya," bebernya.
Keanehan lainnya, yakni pemeriksaan terhadap ibu korban di psikiater. Ia mengaku pemeriksaan tersebut sudah malprosedur.
"Masa pemeriksaan psikiater hanya lima belas menit sudah keluar hasilnya. Padahal pemeriksaan psikiater itukan ada tahap-tahapnya dan membutuhkan waktu," tegasnya.
Aziz menilai keanehan tersebut, membuat indikasi proses hukum sejak awal sudah terlihat berpihak kepada terduga pelaku. Apalagi, terduga pelaku adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Atas keanehan penyelidikan tersebut, LBH Makassar sempat melaporkan P2TPA Lutim ke Ombudsman. Selain itu, pihaknya juga sudah menyurat ke Komnas Anak dan juga perempuan.
"Kami sudah menyurat ke mana-mana termasuk ke Komnas Perempuan. Bahkan sudah ada keluar rekomendasinya untuk meminta Polres Lutim agar kembali membuka kasusnya," bebernya.
Selain itu, pihaknya juga sudah melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Bareskrim Polri. Hal tersebut dilakukan agar Bareskrim Polri mengambil kasus tersebut.
"Supaya apa, supaya kasus ini diambil alih lalu kemudian kita melakukan proses penyelidikan terhadap penanganan kasus anak," ucapnya.
Terpisah, Kepala Polres Luwu Timur, Ajun Komisaris Besar Polisi Silvester Simammora enggan menanggapi kembali mencuatnya kasus tersebut. Silvester mengarahkan Merdeka.com untuk menghubungi Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lutim.
"Silakan dikoordinasikan dengan Kasat (Reskrim)," ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Lutim, Inspektur Satu Eli Kendek tidak merespons panggilan Merdeka.com. Pesan WhatsApp yang dikirimkan juga tak mendapatkan respons hingga berita ini ditayangkan.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tindak kejahatan seksual dengan anak sebagai korban adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaPerkosaan tersebut terungkap setelah ibu korban curiga dengan perubahan fisik, terutama bagian perut yang membesar.
Baca SelengkapnyaDalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak, orangtua memiliki peran yang penting.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Korban diperkosa sebanyak dua kali oleh ayahnya di tahun 2021 dan 2022.
Baca SelengkapnyaKasus dugaan pelecehan seksual atau pencabulan yang diduga dilakukan oleh ayah tiri korban yang berprofesi sebagai polisi di Surabaya dibongkar nenek korban.
Baca SelengkapnyaMenurut keterangan korban, kata Bintoro, kejadian berawal dari korban yang mengenal terlapor dari media sosial. Kemudian keduanya bertemu di apartemen terlapor.
Baca Selengkapnyapolisi langsung lakukan penangkapan. Hasil pemeriksaan tubuh korban mengalami kekerasan fisik.
Baca SelengkapnyaPetugas kahwatir ayah korban tak bisa mengendalikan emosi sehingga menimbulkan keributan di kantor polisi.
Baca SelengkapnyaSi Pria yang merupakan anak korban mengaku tega memukul sang Ayah yang sudah pikun karena kesal meninggalkan rumah.
Baca Selengkapnya