Kejar demonstran hingga masuk musala, akhirnya polisi minta maaf
Merdeka.com - Aksi protes terhadap keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh mahasiswa terus berlangsung. Para mahasiswa menggelar sejumlah aksi di berbagai daerah termasuk di Riau.
Sekitar 500 lebih mahasiswa dari Universitas Riau (UNRI) melakukan unjuk rasa di depan kampus negeri tersebut, Rabu (26/11). Aksi unjuk rasa para mahasiswa itu sekaligus memprotes kedatangan Presiden Jokowi karena telah menaikkan BBM.
Namun aksi mahasiswa tersebut berakhir ricuh dengan aparat kepolisian. Polisi yang mengamankan jalannya demonstrasi tersebut memukul mundur para mahasiswa dan mengejar mereka hingga ke sebuah musala.
-
Apa tuntutan mahasiswa saat itu? Lahirlah apa yang dinamakan TRITURA. Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat 1. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya 2. Rombak Kabinet Dwikora 3. Turunkan Harga-Harga
-
Apa tujuan warga demo? Dilansir dari akun Instagram @merapi_uncover, mereka mengadakan arak-arakan itu dengan tujuan 'Mberot Jalan Rusak' di sepanjang Jalan Godean.
-
Apa yang diminta oleh massa demo? Dalam aksinya, mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
-
Siapa yang protes soal UMP? Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan mogok nasional awalan ini melibatkan sejumlah pabrik di kawasan industri di seluruh Indonesia.
-
Apa tuntutan utama aksi demo? Reza Rahadian ikut turun ke jalan dan berorasi di depan gedung DPR RI untuk menolak RUU Pilkada dan mendukung putusan Mahkamah Konstitusi.
-
Siapa yang memprotes kejadian tersebut? Diketahui, terekam video yang beredar di media sosial salah satu pendukung mengacungkan tiga jari saat debat capres berlangsung. Hal tersebut pun menuai protes dari pihak 02 yakni Grace Natalie.
Berikut ini fakta penyerbuan polisi dan pukuli mahasiswa hingga ke dalam musala.
Mahasiswa tidak gubris himbauan polisi
Bentrokan antara aparat kepolisian dan mahasiswa dipicu ketika para mahasiswa tidak ingin membubarkan diri setelah menyampaikan aksi lewat RRI. Anggota polisi yang meminta para mahasiswa bubar malah tidak diindahkan oleh para mahasiswa. Padahal setelah melakukan aksi lewat Radio Republik Indonesia ratusan mahasiswa berjanji akan membubarkan diri."Anggota saya yang berada di lapangan hanya meminta komitmen dan janji para mahasiswa untuk membubarkan diri setelah permintaannya dituruti, tetapi ketika diminta membubarkan diri malah ratusan massa yang lain datang dan saat ditanyakan dan diminta untuk bubar mereka malah tetap bertahan," ungkap Robert kepada merdeka.com Kamis (27/11).
Mahasiswa bajak siaran RRI
Polri berkilah disalahkan menjadi pelaku tunggal. Korps Bhayangkara itu menilai tindakan yang dilakukan polisi karena ulah demonstran telah menguasai objek vital. Padahal objek itu jelas-jelas dilarang untuk didemo.Menurut Kabag Penum Mabes Polri Kombes Agus Rianto, peristiwa itu bermula pada pukul 14.00 WIB Selasa (25/11). Saat itu ada sekitar 150 mahasiswa dari gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa Pekanbaru melakukan unjuk rasa. Mereka bergerak dari Kampus UNRI, menuju gedung DPRD dan kantor gubernur Riau.Pada pukul 15.30 WIB, kata dia, massa mengalihkan tujuan ke kantor RRI. "Massa sempat ambil alih siaran RRI Pekanbaru sore hari itu," ungkap Agus di Humas Mabes Polri, Jumat (28/11).Agus menjelaskan, menurut Undang-undang nomor 9 tahun 1998 khususnya pasal 9 sudah mengatur bahwa ada beberapa tempat yang tidak boleh untuk kegiatan unjuk rasa atau penyampaian pendapat di muka umum. Antara lain Istana Presiden, tempat ibadah, rumah sakit, pelabuhan udara dan objek vital nasional. "RRI objek vital, ini tidak boleh," tegas Agus.Menurut dia, petugas saat itu sudah berupaya meminta mereka keluar, tapi tak diindahkan. Sehingga polisi menerobos masuk musala.
Polisi masuk musala pakai sepatu
Aparat kepolisian terpaksa membubarkan aksi para mahasiswa lantaran tidak mengindahkan himbauan polisi untuk membubarkan diri. Kericuhan pun terjadi lantaran mahasiswa tidak ingin aksinya dibubarkan. Polisi berupaya memukul mundur para mahasiswa demonstran tersebut sampai mengejar ke sebuah musala.Dalam jepretan sebuah foto yang beredar, polisi yang masih mengenakan sepatu seenaknya masuk ke kawasan suci. Publik langsung mengecam.Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Robert Harianto Waratan mengkui, saat masuk ke dalam musala, anggota Polisi memang menggunakan sepatu."Anggota kita memang tidak membuka sepatu, dan itu sangat disayangkan," katanya.
Mahasiswa laporkan kebrutalan polisi
Pasca bentrok dengan aparat kepolisian, para mahasiswa demonstran yang berasal dari berbagai kampus seperti Universitas Riau (UNRI), Universitas Islam Riau (UIR), Universitas Islam Negeri (UIN) Suska, dan Universitas Tabrani Rab itu, melaporkan tindak kekerasan aparat kepolisian ke Propam Polda Riau, Jumat (28/11)."Meski sudah meminta maaf dan dialog dengan mahasiswa dan MUI, namun itu tidak menghentikan proses hukum. Maka dari itu, kita melaporkan ke Polda Riau, yakni di SPKT dan Propam Polda Riau," kata kuasa hukum mahasiswa, Armailis SH.Laporan itu berupa dugaan tindak penganiayaan dan pengeroyokan oleh sejumlah anggota Kepolisian."Sekarang sedang dalam proses laporan. Kita mengutuk tindakan polisi di dalam rumah ibadah tersebut. Kita minta pelaku dijerat hukum pidana, bukan disiplin," kata Armailis.
Polisi minta maaf pakai sepatu ke musala
Mabes Polri langsung menyatakan permohonan maafnya kepada kaum muslim atas insiden hari Selasa lalu, mulai dari pemukulan terhadap mahasiswa hingga pengejaran ke musala."Menyikapi situasi yang terjadi Selasa 25 November 2014 di Kompleks RRI Pekanbaru, seluruh keluarga besar Polri mohon maaf pada saudara-saudara saya penganut Agama Islam," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Agus Rianto di Gedung Humas Mabes Polri, Jumat (28/11)."Dalam hal ini terkait adanya beberapa temen saya di wilayah Pekanbaru yang masuk musala untuk melakukan tindakan tegas pada mereka (mahasiswa) masih menggunakan pakaian lengkap," lanjutnya.Agus menegaskan, tidak ada maksud pihaknya untuk merendahkan muslim. Agus pun mengakui tindakan sejumlah anggotanya itu salah."Bukan maksud kami tidak menghormati atau tidak menghargai ketentuan dan kewajiban bagi kita semua, umat muslim harus lepas sepatu dan sandal," ucap Agus.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam aksinya, mahasiswa menentang Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang disampaikan Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR.
Baca SelengkapnyaSebanyak 1.929 personel gabungan dikerahkan untuk mengawal jalannya unjuk rasa.
Baca SelengkapnyaPolisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Tak berselang lama, satu unit pete-pete terbakar tepat di depan halte Unibos Makassar.
Baca SelengkapnyaDemo berlangsung ricuh hingga malam hari. Tembakan gas air mata membuat udara di sekitar lokasi demo membikin sesak dan perih di mata.
Baca SelengkapnyaAda sekitar ratusan orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, namun sebagian sudah dibebaskan.
Baca SelengkapnyaMereka coba kembali mendekati gedung DPRD sambil melempar botol, kayu dan batu.
Baca SelengkapnyaDemonstrasi terkait RUU Pilkada di Semarang berakhir ricuh. Puluhan mahasiswa harus dirawat di rumah sakit dan puluhan lainnya ditahan polisi
Baca SelengkapnyaKehadiran mereka disambut sejumlah mahasiswa yang masih bertahan di sekitar gedung DPR/MPR.
Baca SelengkapnyaAda sekitar ratusan orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, namun sebagian sudah dibebaskan
Baca SelengkapnyaMereka meneriakkan yel-yel meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk mundur dari jabatannya dan segera pulang ke kampung halaman Solo.
Baca SelengkapnyaDi tengah gelombang aksi mahasiswa, Ibu Negara Iriana Jokowi melakukan kunjungan kerja di sejumlah tempat di Kota Makassar.
Baca SelengkapnyaRatusan mahasiswa ini menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pilkada.
Baca Selengkapnya