Mahasiswa Korban TPPO Modus Ferienjob di Jerman Banyak Terjerat Utang
Para mahasiswa itu harus menanggung sejumlah beban biaya selama mereka mengikuti program magang tersebut.
Para mahasiswa itu harus menanggung sejumlah beban biaya selama mereka mengikuti program magang tersebut.
Mahasiswa Korban TPPO Modus Ferienjob di Jerman Banyak Terjerat Utang
Bareskrim Polri mengungkap dampak dari program magang ilegal ke Jerman banyak para mahasiswa malah terjerat utang.
Para mahasiswa itu harus menanggung sejumlah beban biaya selama mereka mengikuti program tersebut.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, pendapatan hasil kerja para mahasiswa di Jerman itu ternyata tidak bisa menutupi seluruh kebutuhan selama di negeri berjuluk industri tersebut.
"Gajinya mereka menerima sekitar Rp30 juta tapi itu ada pemotongan penginapan dan sebagainya, termasuk biaya-biaya kehidupan sehari-hari yang costnya di Jerman cukup tinggi sehingga rata-rata mahasiswa malah rugi," kata Djuhandani saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (27/3).
Kerugian itu dikarenakan para mahasiswa yang diberangkatkan oleh PT Cvgen dan PT SHB dibebankan biaya pendaftaran Rp150.000 ke rekening atas nama CV-Gen dan juga membayar 150 euro untuk pembuatan loa (letter of acceptance) kepada PT SHB.
Kemudian setelah loa, para mahasiswa juga harus membayar 200 Euro sebagai persyaratan dalam pembuatan Visa. Sehingga mereka dibebankan membayar dana talangan ke pihak universitas Rp30 juta sampai Rp50 juta dipotong dari setiap gaji bulanan mereka.
"Membayar talangan malah sampai saat ini banyak yang masih bayar talangan yang oleh Universitas tawarkan. Mereka ke Jerman tidak mendapat untung tapi malah menyiapkan utang di Indonesia yaitu berupa talangan yang antara Rp24 juta sampai Rp50 juta, itu talangan yang diberikan koperasi (Univ)," ujar Djuhandani.
Djuhandani menjelaskan semua korban merasa dijebak. Karena program fereinjob ini awalnya ditawarkan para tersangka sebagai kesempatan untuk memberikan pengalaman pekerjaan sehingga banyak dari korban termakan bujuk rayunya.
"Itu salah satu penawaran, salah satu penawaran dan mereka juga diberikan sebelumnya di samping penawaran mereka diberikan 20 SKS disamakan dengan MKBM program itu mendapat 20 SKS dan itu ditawarkan ke mahasiswa di samping keuntungan materil juga keuntungan nilai akademis tersendiri,” tutur Djuhandani.
Oleh sebab itu, polisi masih mendalami kasus TPPO ini apakah termasuk modus baru atau tidak. Karena, kasus eksploitasi kepada mahasiswa ini merupakan kasus baru yang terbongkar.
"Baru kali ini terjadi salah satu modus baru bagi TPPO karna ini kami menyidik modus baru ini. Baru kita dapatkan yaitu dengan merubah program yang tidak ada hubungannya dengan program yang ada di Indonesia,” kata Djuhandani.
Terlebih, polisi mengungkap meskipun program freinjob ini legal di Jerman. Namun tidak sesuai dengan program magang yang dilaksanakan di Indonesia.
"Yang dianggap sebagai resmi dalam proses resminya itu banyak yang ditawarkan ataupun memalsukan keadaan saat itu. Seperti keadaan liburan dan seterusnya (di Indonesia)," tutur Djuhandani.
Jumlah Tersangka
Sebelumnya, dari pengungkapan kasus ini total sudah ada lima tersangka yaitu ER alias AW (39) PT SHB lalu A alias AE (37) CVgen yang keduanya saat ini ada di Jerman. Lalu ada laki-laki berinisial SS (65) dan MZ (60) dan perempuan berinisial AJ (52) dengan peran yang berbeda.
"Dalam perkara Ferien Job ini, kami telah menetapkan lima orang WNI sebagai tersangka, yang mana dua orang tersangka keberadaannya di Jerman,” kata dia.
Adapun, awal mula kasus terbongkar berawal dari KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program ferienjob di Jerman. Dengan melibatkan 33 universitas yang ada di Indonesia untuk diberangkatkan ke Jerman.
“Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ujar dia.
Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 4, Pasal 11, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO Jo Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran.